Berdosa Tinggalkan Bayi dan Suami, Nawangwulan Ditolak di Kahyangan dan Akhirnya Jadi Penguasa Laut Selatan
Setelah menemukan pakaiannya di lumbung padi, Dewi Nawangwulan merasa telah dikibuli oleh sang suami, Jaka Tarub. Ia pun memutuskan untuk kembali ke Kahyangan. Tegakah ia meninggalkan bayinya?
Setelah menjalin rumah tangga selama dua tahun dan memiliki bayi, ia ingin menjalani kehidupan sehari-hari sebagai bidadari lagi. Dulu ia mengira, pakaiannya terbawa teman-temannya yang kembali ke Kahyangan segera tergesa-gesa.
Rupanya, pakaian itu dicuri oleh Jaka Tarub saat mereka mandi di telaga hutan Tarub. Itulah trik Jaka Tarub agar ia tidak bisa pulang ke Kahyangan lalu diperistri oleh Jaka Tarub.
Oohya! Baca juga ya: Ejaan Van Ophuijsen Dipakai di Indonesia, Apa Van Ophuijsen Punya Hubungan dengan Karya-Karya Raja Ali Haji?
Pulang ke Kahyangan, Dewi Nawangwulan pun menyimpan gundah hati. Apalagi suasana di Kahyangan sudah berbeda.
Ia tidak diperkenankan masuk ke negeri Kahyangan. Ternyata nama dia sudah dicoret sebagai warga negeri Kahyangan, hanya ketan telah bersuami dengan manusia di bumi.
Temannya yang dulu sama-sama turun ke bumi untuk mandi di telaga, tidak ada yang bisa menolongnya. Mereka hanya bisa menjalankan tugas untuk mencegah Nawangwulan masuk ke negeri Kahyangan.
Ada satu teman, yang datang menghiburnya, agar ia kembali lagi ke suami dan bayinya. Temannya itu berjanji juga akan menemuinya di bumi, karena juga berkeinginan menikah dengan manusia di bumi.
Oohya! Baca juga ya: Ini Cerita Mengenai Munculnya Sebutan 'Kami Putra-Putri Indonesia' di Naskah Sumpah Pemuda
Dewi Nawangwulan pun lega, dan bersedia kembali ke bumi. Berkeras menunggu dibukakan pintu Kahyangan sepertinya juga sia-sia meskpun harus menunggu bertahun-tahun.
Namun, ia merasa malu untuk kembali kepada suaminya. Akhirnya ia hanya tinggal melayang-layang di awing-awang. Bosen dengan kehidupan “di langit tidak, di bumi tidak”, ia memutuskan untuk mencari negeri baru. Ia memilih laut di sebelah selatan Pulau Jawa.
Para lelembut yang belum memiliki pemimpin ia taklukkan, lalu ia menjadi pemimpinnya. Akhirnya Nawangwulan menjadi ratu lelembut. Kerajaannya didirikan di tengah laut kidul.
“Dia bergelar Nyai Ratu Kidul atau juga sering disebut Nyai Rara Kidul,” tulsi T Wedy Utomo yang mengumpulkan kisah legenda Nyai Rara Kidul dari cerita lisan di Grobogan dan di daerah lainnya.
Oohya! Baca juga ya: Di Forest Defender Camp, Anak Muda Adat Desak Pemerintah Cabut Semua Izin Eksploitasi SDA di Tanah Papua
Bertahun-tahun memimpin Laut Selatan tanpa ada kekisruhan, tiba-tiba suatu hari ombak mengamuk. Petir menggelegar. Segala macam ikan keluar dari perut laut terhempas ke daratan.
Nyai Rara Kidul keluar dari istananya. Ia lihat Senopati, adipati Mataram.
Nyai Rara Kidul merasakan Senopati sebagai sosok yang sakti. Oleh karena itu ia segera bersujud di hadapan Senopati, meminta ampunan agar tidak membuat keonaran di Laut Selatan.
Menurut Nyai Rara Kidul, tidak pada tempatnya seorang sakti berbuat keonaran. Sebab dengan kewibawaannya, seluruh isi penjuru dunia akan mematuhi kehendaknya.
Jika ada masalah, ia tinggal meminta bantuan, Nyai Rara Kidul akan siap mengerahkan pasukannya untukmembantu Senopati. “Bila paduka menginginkan, semua jin di seluruh Tanah Jawa akan menghadap,” ujar Nyai Rara Kidul.
Oohya! Baca juga ya: Ibu Tien Soeharto Ternyata Masih Keturunan dari Anak Raja Majapahit yang Dibuang ke Grobogan
Mendengar kata-kata lembut Nyai Rara Kidul, hati senopati melembut. Ia kemudian menjadi tamu di Istana Laut Selatan.
Tapi, bagaimana ceritanya, sehingga Senopati membuat keonaran di pantai Laut Selatan. Sebelumnya, ia bersemedi, dan kedatangan cahaya bintang. Cahaya itu memberi tahunya bahwa kelak ia akan menjadi raja.
Kabar yang sudah lama ingin didengar oleh Senopati. Tapi, Ki Juru Mertani, paman yang menemani Senopati, juga mendengar kabar itu dan meminta agar Senopati tidak jumawa, karena pernyataan itu belum terbukti. Bagaimana jika tidak terbukti?
Menurut Ki Jurumertani, ada hal yang harus dilakukan untuk dapat meraih cita-cita. Tidak bisa hanya berpangku tangan. Mereka bersepakat mencari kekuatan gaib.
Oohya! Baca juga ya: Penduduk Sumatra Barat Hanya Minum Kopi Daun, Belanda Menikmati Harga Jual Kopi 40 Gulden Per Pikul
Berbagi tugas, Ki Juru Mertani ke arah utara menuju puncak Merapi. Senopati ke arah selatan menuju Laut Selatan.
Ada perbedaan cerita antara yang ditulis di Babad Tanah Jawi dan cerita lisan yang ditulis oleh T Wedy Utomo. Babad Tanah Jawi menyebut kedatangan Senopati membuat keonaran di Laut Selatan, sedangkan cerita lisan yang ditulis T Wedy Utomo tidak ada gelegak ombak yang mengamuk.
Nyai Rara Kidul mengetahui jika Senopati adalah masih keturunannya. Senopati adalah cicit dari Ki Ageng Selo. Ki Ageng Selo memiliki cucu bernama Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Pemanahan. Senopati adalah anak dari Ki Ageng Pemanahan.
Oohya! Baca juga ya: Ada Makam Panjang Sepanjang 25,5 Meter di Nagari Asal Mula Masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat
Sedangkan Ki Ageng Selo adalah cucu dari Nawangsih-Bondan Kejawan. Nawangsih adalah anak Nyai Rara Kidul sewaktu masih bernama Dewi Nawangwulan ketika menikah dengan Jaka Tarub. Sedangkan Bondan Kejawan adalah anak Raja Majapahit Brawijaya yang dibuang ke Grobogan.
Karena Senopati masih keturuanannya, ia berjanji akan membantunya berikut seluruh keturunannya. Ini versi cerita lisan. Sedangkan versi Babad Tanah Jawi, Senopati menjadi suami Nyai Rara Kidul.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi, Buku I, penerjemah Amir Rochyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
Ki Ageng Selo karya T Wedy Utomo (1981)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]