Ejaan Van Ophuijsen Dipakai di Indonesia, Apa Van Ophuijsen Punya Hubungan dengan Karya-Karya Raja Ali Haji?
Raja Ali Haji dikenal sebagai penulis Kitab Pengetahuan Bahasa. Ia lahir di Pulau Penyengat pada 1808 dan meninggal pada 1873. Makamnya ada di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Selama hidupnya meniadi pujangga Kerajaan Riau-Lingga.
Namun, hingga kini masih susah mencari pustaka yang mengaitkan Van Ophuijsen dengan Raja Ali Haji. Apakah Ophuijsen memakai Kitab Pengetahuan Bahasa sebagai bahan untuk menyusun Woordenlijst voor de Spelling der Maleische Taal?
Pada Kongres Bahasa Indonesia I (1938) muncul debat mengenai perlu-tidaknya mempertahankan Ejaan Van Ophuijsen untuk pengembangan Bahasa Indonesia. Soeara Oemoem menyebut ada karya putra Indonesia yang perlu ditengok. Soeara Oemoem mengungkapkan adanya buku saraf tulisan tangan yang dibuat sebelum Ejaan Van Ophuijsen lahir. Buku itu disusun oleh guru bahasa di Bukittinggi.
Oohya! Baca juga ya: Ibu Tien Soeharto Ternyata Masih Keturunan dari Anak Raja Majapahit yang Dibuang ke Grobogan
Hal yang dibahas buku itu tidak berbeda dengan yang dibahas Ophuijsen, sehingga mengubah Ejaan Van Ophuijsen berarti tidak menghargai karya anak bangsa sendiri, karena kenyataannya, karya Ophuijsen itu sama dengan karya guru di Bukittinggi yang telah ada lebih dulu. Kata Soeara Oemoem:
Djelas benar bahwa orang kita dahoeloe, meskipoen tidak bergelar Dr. ataoe Mr. ada mempoenjai kepandaian jang berharga mendjaga seroean kepada orang-orang pandai. Menghormati itoe sama dengan memoeliakan boedaja kita. Merendahkannja sama dengan membodohkan kita apalagi djika tidak diketahoei bagaimana sangkoet paoet jang ditjemoohkan itoe.
Oohya! Baca juga ya: Penduduk Sumatra Barat Hanya Minum Kopi Daun, Belanda Menikmati Harga Jual Kopi 40 Gulden Per Pikul
Hingga hari ini, anggapan bahwa karya Ophuijsen didasari oleh bahasa Melayu Riau masih kuat. Sementara, ia tak pernah tinggal di Riau. Ia justru belajar bahasa Riau di Tapanuli, Sumatra Utara. Ia pernah menjadi pegawai pemerintah di Mandailing, Tapanuli. Ia kemudian menjadi guru di Kweekschool di Probolinggo yang kemudian dipindah ke Kweekschool Padang Sidempuan, Tapanuli. Pada Januari 1890 ia diangkat menjadi inspektur sekolah pribumi di Afdeling IV.
Buku karyanya pada awal abad ke-20 dijadikan panduan dalam penulisan bahasa Melayu yang diajarkan di sekolah-sekolah di Hindia-Belanda. Bahkan, sistem ejaan bahasa Melayu van Ophuijsen itu pernah dipaksakan oleh pemerintah kolonial menjadi panduan resmi untuk penulisan bahasa lain dalam huruf Latin, yaitu bahasa Jawa, Sunda, dan Madura pada tahun 1921.
Oohya! Baca juga ya: Di Forest Defender Camp, Anak Muda Adat Desak Pemerintah Cabut Semua Izin Eksploitasi SDA di Tanah Papua
Tetapi pada akhir 1921, aturan ini diubah setelah mendapat protes dari para ahli bahasa, seperti diungkap oleh De Preanger Bode. Maka, sistem ejaan dari Van Ophuijsen hanya untuk bahasa Melayu, sedangkan untuk bahasa Jawa panduannya menggunakan Patokan Panoelise Temboeng Indija (1918), bahasa Sunda memakai panduan Palanggeran (1911), bahasa Madura berpanduan Ogherra Edjha'an Kaanggboeij Nolese Bhasana Ona Bhoeme (1918).
Kitab Pengetahuan Bahasa karya Raja Ali Haji baru diterbitkan pada 1929, itu pun diterbitkan di Semenanjung Melayu. Raja Ali Haji telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 2004. Di makamnya, Gurindam Dua Belas, karya Raja Ali Haji yang termasyhur (ditulis pada 1847), dipahat di batu marmer yang dipasang di dinding kompleks makam.
Oohya! Baca juga ya: Ada Makam Panjang Sepanjang 25,5 Meter di Nagari Asal Mula Masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat
Raja Ali Haji merupakan cucu dari Raja Haji Fisabilillah (Yang Dipertuan Muda Riau IV). Yang menjadi Yang Dipertuan Muda Riau I adalah Daeng Marewa, dari Bugis, memiliki anak Daeng Celak yang kemudian menjadi Yang Dipertuan Muda II, menikahi perempuan bangsawan Melayu. Dari Daeng Celak inilah Raja Ali Haji memiliki darah Melayu. Raja Ali Haji tidak menjadi raja, melainkan menjadi pujangga kerajaan. Ayahnya, Raja Ahmad, merupakan penasihat kerajaan.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
De Preanger Bode, 14 Desember 1921
Soeara Oemoem, 21 Juli 1938
Oohya! Baca juga ya: Memimpin Pemberontakan Orang Cina Secara Diam-diam, Bupati Grobogan Menyerbu Loji Kompeni di Semarang
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]