Lincak

Begini Kronologi Kekalahan Raja Mataram Sultan Agung di Batavia pada 1628, Bupati Pekalongan pun Dihukum Mati

Gambar Benteng Batavia, Bupati Pekalongan Tumenggung Mandurorejo dianggap gagal menaklukkan Batavia, lalu dihukum mati oleh Tumenggung Suro Agul-agul atas nama Sultan Agung.

Mataram berhasil menaklukkan Surabaya dengan terlebih dulu membendung Sungai Brantas. Cara ini juga akan dilakukan oleh Bupati Pekalongan Tumenggung Mandurorejo yang mendapat tugas dari Raja Mataram Sultan Agung menyerbu Batavia.

Saat Bupati Pekalongan itu tiba, Batavia ternyata belum berhasil ditaklukkan, sehingga membuat ia dihukum mati. Pengepungan telah dilakukan sejak Agustus 1628 di bawah pimpinan Bupati Kendal Tumenggung Baurekso.

Menurut catatan Gubernur Jenderal Kompeni JP Coen, Baurekso datang bersama 900 orang dengan kapal-kapal. Mereka mengangkut 150 ekor ternak, 3.600 kilogram beras, 10.600 ikat padi, 26 ribu buah kepala, 5.900 ikat batang gula.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Ini Arti Ndhasmu Etik, Makian Jawa karena Kesal Bukan karena Ingin Bercanda

Meski ternak-ternak boleh diturunkan, tetapi kapal-kapal ditahan oleh Kompeni di luar pelabuhan. Orang Jawa marah karena tindakan Kompeni ini, sebab tiga hari lagi masih akan datang lagi 27 kapal berisi ternak.

Pada 24 Agustus 1628 malam, tujuh kapal dari Jawa tujuan Malaka mampir di Batavia. Kompeni berusaha memisahkan kapal ini dari kapal-kapal Baurekso, agar tidak ada kegiatan memasok senjata, tetapi gagal.

Mataram berencana mengepung Batavia sudah dilakukan sejak awal 1628. Mataram meminta Bupati Kendal Baurekso menutup pelabuhan-pelabuhan di pesisir utara. Orang-orang Eropa yang berlabuh, ditahan.

Setelah itu, Bupati Tegal mengirim 14 kapal mengangkut beras ke Batavia. Di Batavia, Rangga yang diutus Bupati Tegal, berpura-pura menyampaikan permintaan bantuan dari Mataram. Mataram ingin Kompeni membantu Mataram menyerbu Banten, untuk itu Kompeni diminta mengirim utusan ke Mataram.

Kompeni mempertimbangkan permintaan pertama. Tetapi mengirim utusan ke Mataram? Kompeni menolaknya karena pelabuhan-pelabuhan sudah ditutup, sehingga Kompeni curiga pada permintaan kedua ini.

Oohya! Baca juga ya:

Dapat Laporan Untung Suropati Hanya Sakit Perut Setelah Minum Racun, Kompeni Mengumpat Patih Mataram

Sejak rombongan Baurekso dengan banyak logistik dan ternak tiba di Batavia, Kompeni semakin curiga. Benar adanya, pada 25 Agustus 1628 tengah malam, orang-orang Jawa di 20 kapal melakukan tembakan dari dalam kapal ke arah Batavia.

Yang sudah di darat merangsek ke benteng Batavia dan ada yang berhasil masuk. Serangan dilakukan bertubi-tubi dan baru mundur pada dini hari dengan banyak koban dari orang-orang Belanda.

Saat Mataram sudah menarik diri, masih ada satu orang Jawa di dalam benteng, berlari-lari mengacung-acungkan tombak berteriak, “Amuk.” Setelah 30 tembakan yang diarahkan kepadanya, orang itu meninggal.

Pada 26 Agustus 1628, tujuh kapal tujuan Malaka yang berlabuh di Batavia, menepi untuk memberikan bantuan. Tetapi akhirnya mereka bergeser berlabuh di Marunda setelah mendengar kabar penggempuran malam harinya ternyata gagal.

Kompeni pun melakukan langkah-langkah yang perlu. Rumah-rumah liar di kawasan yang sekiranya akan dijadikan tempat kemah prajurit Mataram dibumihanguskan.

Pada 10 September 1628, prajurit Mataram memajukan garis pertahanan, mendekati benteng, tetapi masih di luar jangkuan tembakan dari benteng. Disusun barikade kayu dan bambu sebagai tempat berlindung.

Oohya! Baca juga ya:

Buya Yahya Gandeng JNE Kembangkan Potensi Usaha Santri

Melihat hal ini, Kompeni melakukan serangan pada 12 September 1628. Ada 65 serdadu Kompeni yang dilindungi oleh 150 penembak masuk ke medan di antara parit perlindungan dan perkemahan Mataram.

Sebanyak 30-40 orang Jawa mati karena serbuan mereka. Sebanyak 200-300 lainnya mundur menyelamatkan diri.

Kompeni pun kemudian melakukan penyergapan dibantu oleh orang-orang Cina. “Semua pos terdepan orang Mataram dirusakkan dan dibakar,” tulis HJ de Graaf.

JP Coen mencatat, sebagaimana dikutip De Graaf, 1.200-1.300 orang Jawa meninggal dalam penyergapan ini. Sebanyak 2.000-3.000 orang ditawan Kompeni.

Pada 21 Oktober 1628, Kompeni dengan kekuatan 2.866 prajurit kembali menyerang orang-orang Jawa. Pertarungan jarak dekat itu telah menghancurkan kemah-kemah orang Jawa. Baurekso dan anaknya meninggal dalam pertempuran ini.

Oohya! Baca juga ya:

Kompeni Ketakutan Setelah Kapten Tack DIbunuh Untung Suropati di Keraton Amangkurat, 750 Serdadu Dikirim ke Jepara

Kapal-kapal Mataram di Marunda juga diserang, sehingga tersisa 50 kapal yang bisa diselamatkan oleh orang-orang Jawa. Sebanyak 150 kapal lagi dihancurkan atau dirampas Kompeni. Kompeni juga menebangi pohon untuk dijadikan penghalang di jalan agar orang-orang Mataram tidak bisa mencapai benteng.

Maka, ketika Mandurorejo tiba di Batavia, ia yang berharap datang untuk tinggal melakukan perampasan, merasa masygul. “Apa yang akan saya bawa untuk raja saya, Raja Mataram?” teriak Mandurorejo sambil menepuk dada.

Ia pun harus menyusun penyerangan. Karenanya, ia kerahkan 3.000 orang untuk membendung Sungai Ciliwung, agar Kompeni tidak bisa menggunakan sebagai jalur sampan-sampan mereka.

Pembendungan dilakukan di jarak sekitar 1,6 kilometer dari benteng Batavia. Pengerjaan dilakukan selama sebulan, tetapi gagal karena banyak yang menderita kepalaran.

Mandurorejo lalu melakukan rencana lain, melakukan penyerangan pada malam hari. Pada 27 November 1628 malam dikerahkan 400 prajurit untuk menyerang benteng, tetapi Kompeni mengetehaui gerakan ini sehingga bisa menghalaunya.

Gagal merebut Batavia, Mandurorejo ternyata bukan meninggal karena diserang Kompeni di kapal pada saat mau pulang. Ia dibunuh oleh Tumenggung Suro Agul-agul yang mengatasnamakan Sultan Agung.

Oohya! Baca juga ya: Kisah Ten Dudas, 10 Duda Penyintas Tsunami Aceh Membangun 200 Rumah Darurat Dibantu Posko Jenggala

Pada 3 Desember 1628, kapal yang membawa jenazah Mandurorejo pulang ke Jawa, tidak ke Pekalongan, melainkan ke Kaliwungu sesuai perintah Suntan Agung. JP Coen mencatat, ada 744 mayat orang Jawa yang ditinggalkan di Batavia.

Mereka mendapat hukuman mati dari Tumenggung Suro Agul-agul. Tetapi Sultan Agung kemudian menegur Suro Agul-agul, karena perintahnya bukan menghabisi Mandurorejo.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Puncak Kekuasaan Mataram karya Dr HJ de Graaf (2002, edisi revisi)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com

Berita Terkait

Image

Siapa Budak yang Jadi Pahlawan Nasional di Indonesia?

Image

Banjarmasin Dua Abad Tolak Monopoli Kompeni, Dihapus Belanda pada 1860

Image

Mataram Tutup Pelabuhan, Banjarmasin Punya Benteng Terapung, Apa Gunanya?