Mataram Tutup Pelabuhan, Banjarmasin Punya Benteng Terapung, Apa Gunanya?

Pada abad ke-17, Kerajaan Mataram menutup pelabuhan di pesisir utara Jawa. Akibatnya, Kompeni tidak bisa melakukan perdagangan di Jawa.
Kapal-kapal Kompeni tidak diperkenankan berlabuh di pesisir utara Jawa. Jalur perdagangan dari Maluku tidak bisa lagi melewati Sunda Kecil, Bali, Gresik, Jepara, Batavia, Banten, India.
Jalurnya berubah menjadi dari Maluku menuju Makassar, Banjarmasin, Patani, Tiongkok. Atau, setelah tiba di Banjarmasin menuju Banten lalu ke India. Hal itu membuat Banjarmasin menjadi kota dagang yang tumbuh di abad ke-17 dan abad ke-18, orang-orang Banjar pun memiliki benteng terapung di sungai untuk menjaga keamanan.
Pada mulanya hanya kapal-kapal Cina yang berlabuh di Banjarmasin. “Kuatnya penarikan lada dari pihak mereka untuk perdagangan ke Cina, mengakibatkan penanaman lada di Bajramasin menjadi pesat sekali,” tulis Idwar Saleh di buku Sedjarah Bandjarmasin.
Pada awal-awal abad ke-18, kapal dari Cina mencapai 12 kapal setiap tahunnya. Kompeni dan pedagang Eropa lainnya sudah sejak abad ke-17 berupaya melakukan monopoli di Banjarmasin.
Akibatnya, orang-orang Banjar membakar loji-loji, kapal-kapal dan barang-barang milik Kompeni, Portugis, dan Inggris. Kasusnya pernah teradi pada 1638, 1694, dan 1707.
Komoditas perdagangan di Banjarmasin tak hanya lada. Ada pula emas, intan, mutiara, cengkeh, pala, kamfer, dan sebagainya. Macam-macam asal pedagang ada: Cina, Siam, Jawa, Palembang, Melayu, selain Portugis, Inggris, dan Belanda.
Pada 1662 tercatat ada 12 kapal pedagang Melayu, Portugis, Inggris, Belanda, yang membawa lada dan emas dari Banjarmasin ke Makassar. Pedagang dari Jawa, banyak membawa beras dan garam, karena Banjarmasin kekurangan beras akibat fokus pada komoditas lada.
Namun, Kompeni terus berbuat sesuatu di Banjarmasin. Rebutan tahta pernah terjadi di Kerajaan Banjarmasin. Pangeran Amir pada 1785 tercatat ingin merebut tahta dengan bantuan orang-orang Bugis, tetapi menjadi petaka bagi Banjarmasin.
Sebab, 3.000 orang Bugis yang datang untuk membantunya, melakukan dengan cara menghancurkan kebun lada, melakukan pembunuhan dan menawan rakyat. Saat itu, Kompeni membantu Sultan Adam mengusir orang-orang Bugis, sehingga pangeran Amir tidak bisa merebut tahta.
Seperti halnya di Mataram, Kompeni terus ikut campur tangan urusan kerajaan di Banjarmasin. Pada abad ke-19, Pangeran Tamjidillah menjadi raja Banjarmasin dengan bantuan Kompeni pada 1851, menggantikan Mangkubumi. Ia menjadi pion Residen Banjarmasin.
