Kompeni Ketakutan Setelah Kapten Tack DIbunuh Untung Suropati di Keraton Amangkurat, 750 Serdadu Dikirim ke Jepara
Pembunuhan terhadap Kapten Tack pada 8 Februari 1686 di keraton Amangkurat ternyata membuat Kompeni kebingungan dan ketakutan. Di Batavia, tulis HJ De Graaf, “Ketakutan terasa hebat dan bahkan berlangsung lebih lama daripada di Jepara.”
Kompeni tak menyangka Kapten Tack bakal dibunuh di Kartosuro. Kompeni pun meningkatkan kewaspadaan.
Di Tegal, Kompeni menuduh beberapa orang Jawa sebagai bajak laut dari Minangkabau lalu dipenjara. Kompeni mencurigai orang Minang memprovokasi orang Jawa untuk melawan Kompeni.
Oohya! Baca juga: Buya Yahya Gandeng JNE Kembangkan Potensi Usaha Santri
Di Demak, Kompeni hanya menyisakan empat serdadu yang harus menjaga gudang. Gresik bahkan ditinggalkan sama sekali.
Kebingungan yang muncul di Batavia lebih hebat lagi. Joan Hendrik Thim yang baru dilantik menjadi Gubernur Ternate ditunda keberangkatannya ke Ternate, lalu ditugasi sementara untuk membantu mengatasi persoalan di Jawa.
Suropati dan pasukannya, yang telah membunuh Kapten Tack di Kartosuro, melarikan diri ke wilayah timur. “Enam kapal penuh pasukan yang dikerahkan dengan bergegas dikirim dari mana-mana,” tulis HJ de Graaf.
Bantuan juga dikirim untuk memperkuat Jepara, sebanyak 750 serdadu. Ada 450 serdadu Eropa dan 300 serdadu.
Bagaimana Batavia tahu Kapten Tack yang dikirim ke Kartosuro sebagai utusan untuk menemui Amangkurat II telah dibunuh oleh Suropati yang menjadi buron Kompeni? Ada seorang nakhoda kapal dan dua kelasi yang menyaksikan pembunuhan itu di Kartosuro.
Nakhoda dan dua kelasi itu kemudian dikirim ke Batavia. Kompeni tak menduga Kapten Tack yang mendapat tugas membahas utang Mataram dan menangkap Suropati malah dibunuh.
Maka, setelah pembunuhan Kapten Tack itu, loji di Jepara yang terbuat dari bahan-bahan yang mudah terbakar, diperketat penjagaannya. “Pintu-pintu dirintangi dan dilengkapi dengan meriam-meriam,” tulis De Graaf.
Oohya! Baca juga ya: Ini Sebab Cendrawasih Disebut Burung Surga, oleh Micahel Idol dari Papua Dijadikan Sebagai Karakter Cerita Anak
Loji hanya dijaga oleh 14 serdadu. Orang Makassar dan Melayu diperbantukan untuk menjaga alun-alun, gapura kota, dan beberapa pos di kota.
Kompeni memindahkan pertahanan ke benteng di bukit yang didirikan pada 1676. Dari bukit inilah, kota Jepara bisa diawasi. Jika perlu segera dihancurkan ketika ada serangan musuh, dengan mudah dapat ditembaki dari bukit.
Perempuan-perempuan Eropa yng tinggal di Jepara dipulangkan ke Batavia. Setelah nakhoda dan dua kelasi Makassar memberikan laporan ke Batavia, datang bantuan dari Batavia pada 17 Februari 1686.
Sebenarnya ini bukan bantuan untuk Jepara. Sebab tujuan utama pasukan ini adalah Maluku. Mereka singgah di Jepara.
Mereka diperintahkan turun dari kapal, lalu melakukan pawai keliling kota dengan diiringi genderang yang dipukul. Diinformasikan kepada penduduk, pasukan ini akan diberangkatkan ke Kartosuro.
Sehabis pawai mereka dibawa ke bukit untuk bermalam sebelum diberangkatkan ke Kartosuro. Namun pada tengah malam, mereka diperintahkan lagi naik kapal secara diam-diam untuk melanjutkan perjalanan ke Maluku.
Oohya! Baca juga ya: Kurangi Sampah Plastik, BSN Tetapkan SNI PET Daur Ulang Dukung Target Indonesia Bersih Sampah 2025
“Tetapi telah ditimbulkan kesan bahwa pasukan Belanda telah menerima bantuan secara kilat dan ajaib. Berita itu tersiar sampai jauh di pedalaman, apalagi ketika tak lama kemudian datang balabantuan yang sesungguhnya di bawah pimpinan Joan Hendrik Thim yang pernah diangkat sebagai gubernur di Ternate itu,” tulis De Graaf.
Joan Hendrik Thim tiba di Jepara pada Maret 1686. Ia hanya mendapat tugas sementara, karenanya ia harus berkoordinasi dengan Jepara. Rupanya, Jepara merasa belum perlu untuk mengirim pasukan Tim ke Kartosuro dengan alasan garnisun Kompeni di Kartosuro masih bisa dipertahankan.
Pada 10 Maret, datang perintah dari Batavia agar garnisun di Kartosuro ditarik, Joan Hendrik Thim pun merasa sudah tidak diperlukan lagi di Jepara, sehingga pada 22 Maret 1686 ia berangkat ke Ternate.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Terbunuhnya Kapten Tack karya Dr HJ de Graaf (1989)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com