Egek

Ini Sebab Cendrawasih Disebut Burung Surga, oleh Micahel Idol dari Papua Dijadikan Sebagai Karakter Cerita Anak

Micahel Idol bekerja sama dengan Yayasan Econusa meluncurkan buku cerita anak mengenai burung cendrawasih. Burung khas Papua-Maluku ini juga dikenal sebagai burung surga.

Michael Idol dari Papua dan istri, Floranesia Lantang, bekerja sama dengan Yayasan Econusa telah meluncukran buku cerita anak bergambar mengenai burung cendrawasih, di Perpustakaan Nasional, Senin (11/12/2023). Tujuannya agar anak-anak Indonesia mengenal burung khas Papua dan Maluku itu, selain sebagai pendorong pelestarian hutan Papua.

Saat peluncuran kemarin, Flora memperlihatkan foto-foto burung cendrawasih. Ia lalu menanyakan nama-namanya. Sampari, karakter utama cerita itu, digambar berkalung noken, task has Papua.

Rupanya, hanya anak-anak Papua yang bisa menyebutkannya. Tetapi mereka perlu mengingat-ingat terlebih dulu, belum bisa secepat ketika menyebut nama-nama dinosaurus yang juga diperlihatkan oleh Flora.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ooahya! Baca juga ya:

80 Ribu Cendrawasih Pernah Dikirim ke Eropa, oleh Michael Idol Dijadikan Karakter Cerita Anak Bergambar untuk Pelestarian Hutan Papua

Flora memperlihatkan tujuh jenis cendrawasih. Yaitu red bird of paradise (cendrawasih merah), greater bird of paradise (cenderawasih kuning besar), lesser bird of paradise (cendrawasih kuning kecil), vogelkoop of paradise, king of saxony, king birds of paradise (cendrawasih raja), dan cendrawasih biru dari Papua Nugini.

Mengapa orang Barat menyebutnya burung surga (bird of paradise). “Burung cendrawasih yang dilihat orang Eropa tidak memiliki kaki, sehingga mereka mengira itu burung terbang dari surga,” jelas Floranesia.

Orang Eropa petama kali mengenal burung cendrawasih pada 1522. Yaitu ketika satu-satunya awak kapal Spanyol yang melakukan ekspedisi ke Nusantara membawa pulang lima burung cendrawasih yang sudah dibuang kakinya.

Burung itu sudah mati,dagingnya sudah dibersihkan, tinggal kepala dengan paruh dan bulu-bulunya yang indah. Raja Bacan menghadiahkan lima ekor burung cendrawasih kepada orang Spanyol yang telah berkunjung ke Maluku itu.

Oohya! Baca juga ya:

Sultan Agung tak Shalat Jumat karena Masjid Mataram Panas, Begitu Shalat Jumat Lagi Atap Masjid Sudah Dipenuhi Daun

Bagaimana burung surga itu bisa didapatkan? Pada abad ke-18, Willian Funnel menemukan specimen cendrawasih di Amboina.

“Ia bercerita bahwa cendrawasih itu datang ke Banda untuk makan buah pala yang memabukkan hingga pingsan, kemudian mati digerogoti semut,” tulis Wallacea.

Linneaus memberi nama cendrawasih terbesar, yaitu cendrawasih kuning besar, dengan nama Paradisea apoda pada 1760. Artinya burung surga yang tidak berkaki.

Sampai tahun itu, kata Wallacea, “Tidak ada spesimen yang ditemukan dalam keadaan sempurna di Eropa sehingga tidak ada informasi yang memadai tentang burung itu.” Saat itu, menurut Wallacea, orang Maluku menyebut burung cendrawasih sebagai manuk dewata (burung dewa).

Kata Wallacea, orang Portugis yang melihat spesimen burung ini juga tidak memiliki kaki, menyebutnya sebagai passaros de sol (burung matahari). Orang Belanda abad ke-16 menyebutnya avis paradiseus (burung surga).

“Cara penduduk asli mengawetkan cendrawasih ialah dengan memotong sayap dan kaki, kemudian menguliti tubuh sampai paruh,” kata Wallacea.

Selanjutnya, lanjut Wallacea, dimasukkan tongkat ke dalam tubuh hingga ke paruh. Daun-daunan dimasukkan ke dalam tubuh cendrawasih itu, lalu dibalut dengan sabut kelapa dan kemudian diasap.

Ooahya! Baca juga ya:

Tsunami Aceh, Kontak Senjata TNI-GAM Membuat Anak-Anak Pengungsi di Kamp Pengungsi Posko Jenggala di Lhok Nga Ketakutan

“Dengan cara seperti itu, kepala burung yang seharusnya besar, jadi mengerut dan tubuhnya menyusut. Hal tersebut terjadi karena penduduk lebih mengutamakan untuk mengawetkan bulu cendrawasih yang meliuk-liuk. Beberapa cendrawasih awetan ini sangat sempurna, lengkap dengan sayap dan kaki. Namun banyak cendrawasih awetan lain keadaannya sangat buruk, tercemar oleh asap,” tutur Wallacea.

Jumlah jenis cendrawasih yang disebut Floranesia adalah sedikit dari puluhan jenis yang ada di Papua-Maluku. Alfred Russel Walacea mencatat ada 50 jenis cendrawasih, sebanyak 40 di antaranya ada di Papua.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Kepulauan Nusantara karya Alfred Russel Wallacea, penerjemah Tim Komunitas Bambu (2009)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]