Pitan

Kompeni Tembakkan Tinja, Kok Bisa Prajurit Sultan Agung Mati karena Peluru Tinja?

Adegan film Sultan Agung. Pasukan Mataram yang dipimpin Adipati Manduro ditembaki tinja oleh Kompeni. Adakah orang Mataram yang mati oleh tembakan tinja itu, sehingga Sultan Agung menarik pulang?

Melawan pasukan Sultan Agung, Kompeni sampai kehabisan peluru. Sisa peluru diperkirakan tinggal untuk perang sehari setelah tembok Kompeni dijebol oleh Panembahan Puruboyo.

Apa yang dilakukan Kompeni ketika mereka benar-benar kehabisan peluru? “Orang Belanda kalang kabut. Peluru habis, tinja pun dipakai,” tulis Babad Tanah Jawi.

Prajurit-prajurit Kompeni menggayung tinja dengan topi mereka, ada juga yang menyeroknya dengan tangan dan baju. Ketika tinja dijadikan sebagai peluru meriam dan ditembakkan ke arah prajurit Mataram, kok bisa orang-orang Mataram mati karena tinja itu?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Jadi Tawanan Sultan Agung, Bagaimana Nasib Sawunggaling Setelah Adipati Pati Tewas di Medan Perang?

Mataram menyerbu Kompeni di Batavia pada 1628. Panembahan Puruboyo datang sebentar untuk membantu menjebol tembok banteng Kompeni.

Setelah tembok jebol hanya dengan cara ditunjuk dengan jarinya, Panembahan Puruboyo segera pulang ke Mataram. Saat Puruboyo tiba, Kompeni menembakinya dengan meriam, tetapi hanya menembaki bayangan.

Tak ada satu pun peluru yang mengenai badan Panembahan Puruboyo yang terkenal sakti itu. Panembahan datang menggunakan kapal, turun bersama tiga punakawannya yang membakan tongkat, takaran, dan tempa racikan pinang sirih.

Setelah tembok jebol, prajurit Mataram berhamburan masuk ke dalam benteng Kompeni. Prajurit-prajurit Kompeni mengambil peluru meriam yang direndam di air kencing, lalu dilumuri tinja dan darah babi hutan.

Tembakan meriam diarahkan kepada orang-orang Mataram yang mencoba memasuki benteng dari tembok yang dijebol Panembahan Puruboyo.Tumenggung Baurekso putus pahanya terkena tembakan meriam.

Oohya! Baca juga ya:

Grobogan Banjir, Desember 1955 Ada Pemilu, Mengapa Residen Semarang Kirim Perahu Motor?

Orang-orang Mataram kocar-kacir, tetapi Kompeni juga semakin kehabisan peluru. Panembahan Puruboyo telah naik kapal bersama tiga punakawannya untuk pulang ke Mataram.

Malam harinya, Adipati Manduro merencanakan penyerbuan untuk esok hari. Kepada para prajuritnya, ia mengatakan akan turun langsung memimpin pasukan. Ia meminta kepada para prajuritnya untuk mandi suci, bersiap diri untuk mati sabil.

Esok hari, bende dipukul bertalu-talu pertanda peperanan akan dimulai lagi oleh orang-orang Mataram. Belanda menyiapkan diri membalur peluru meriam dengan tinja.

Orang Mataram banyak yang mati terkena tembakan meriam Kompeni. Tetapi itu tidak menyurutkan orang-orang Mataram untuk terus maju mendekati benteng yang telah jebol.

Ketika mereka makin dekat ke tembok benteng, Kompeni kehabisan peluru. Maka, mereka hanya mengandalkan tinja untuk dijadikan peluru.

Orang-orang Mataram ada yang muntah-muntah karena tak tahan dengan bau tinja yang ditembakkan Kompeni dan mengenai badan mereka. Banyak juga yang mabuk karena tidak tahan dengan bau tinja yang melumuri tubuh mereka.

Oohya! Baca juga ya:

Apakah Moh Husni Thamrin Disuntik Mati oleh Belanda?

Adipati Manduro juga mabuk tinja dan merasa mual-mual. Karenanya, ia menarik pasukannya untuk mundur.

Ternyata, banyak prajurit yang mati akibat tembakan tinja Kompeni itu. Babad Tanah Jawi menyebutnya mati karena tidak tahan dengan bau tinja.

“Kerabat yang ada tinggal 20 orang, prajurit rendahan telah habis, yang masih hidup tidak dapat bangun,” tulis Babad Tanah Jawi menggambarkan orang-orang Mataram ketika Adipati Manduro menarik mundur pasukannya.

“Yang hidup langsung menuju kali untuk mandi dan berganti pakaian, pulang ke pesanggrahan. Meski sangat berkurang, bala tentara Ki Manduro masih berani menyerang lagi,” lanjut Babad Tanah Jawi.

Dalam pertempuran itu, empat kapten dan empat letnat Kompeni tewas. Kompeni kehilangan satu brigadenya. Prajurit dalam satu brigade saat ini bisa mencapai 3.000-5.000 orang.

Oohya! Baca juga ya:

Takut Kelabang, Kakek Sultan Agung Gamang Jadi Penguasa Tanah Jawa, Bagaimana Nasib Pendiri Mataram Cucu Ki Ageng Selo Itu Selanjutnya?

“Sisanya amat ketakutan. Perlengkapan rusak dan makanan hampir habis. Namun tinja tetap dipakai sebagai peluru dan telah bertekad bulat tidak berniat mundur,” tulis Babad Tanah Jawi.

Di Mataram, Panebahan Puruboyo melapor kepada Sultan Agung. Ia mengatakan telah membuat huru-hara di Batavia, sehingga membuat takut pasukan Kompeni.

Ia juga melaporkan banyak prajurit Mataram yang tewas. Baurekso ia laporkan mengalami luka, Manduro ia laporkan telah turun memimpin pasukan meski harus kehilangan kerabat dan prajurit.

“Ia menyerang benteng, tetapi mundur karena peluru tinja,” kata Panembahan Puruboyo yang menyarankan agar Sultan Agung berdamai dengan Kompeni.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Jilid II, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
oohya.republika@gmail.com

Berita Terkait

Image

Siapa Budak yang Jadi Pahlawan Nasional di Indonesia?

Image

Banjarmasin Dua Abad Tolak Monopoli Kompeni, Dihapus Belanda pada 1860

Image

Mataram Tutup Pelabuhan, Banjarmasin Punya Benteng Terapung, Apa Gunanya?