Grobogan Banjir, Desember 1955 Ada Pemilu, Mengapa Residen Semarang Kirim Perahu Motor?
Wilayah Kabupaten Grobogan diterjang banjir pada Selasa (6/2/2024). Lebih dari 2.000 runah di puluhan desa tergenang, dan jalur Semarang-Grobogan terputus.
Transportasi kereta api jurusan Semarang-Surabaya juga mengalami gangguan. Rel kereta api di wilayah Grobogan ternyata juga tergenang banjir.
Pada 15 Desember 1955 diadakan pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Residen Semarang pun mengirimkan tiga perahu motor ke Grobogan.
Oohya! Baca juga ya:
300 Ribu Murid SMK dari Keluarga Rentan akan Dilatih AI oleh Plan Indonesia dan Microsoft
Grobogan dikenal sebagai wilayah di Jawa Tengah yang sering terkena banjir. Air Kali Serang dan Kali Lusi yang melintasi wilayah ini sering meluap.
Pada musim hujan 1947, Grobogan dilanda banjer pada 10-11 Desember. Ratusan hektare sawah yang baru ditanami terendam banjir. Jalan raya tergenang dengan ketinggian air mencapai 50 sentimeter, sehingga melumpuhkna transportasi.
Perjalanan kereta api dari Semarang juga mengalami gangguan akibat banjir 1947 ini. Banjir pada April 1936 juga rel kereta api setinggi 67 sentimeter yang membuat jadwal kereta api mengalami gangguan.
Pada Januari 1952, banjir di Grobogan menewaskan tiga warga. Salah satunya adalah perempuan warga Desa Wolo, yang baru pulang dari sawah, ketika berada di dekat sungai, air sungai meluap dan menyeret dirinya hingga tenggelam.
Ketinggian banjir pada Februari 1938 tercatat mencapai satu meter di kota Purwodadi dan 1,5 meter di kota-kota lain di Grobogan. Lalu lintas kendaraan Purwodadi-Demak, Purwodadi-Kudus-Pati, Purwodadi-Blora, tentu saja lumpuh total.
Oohya! Baca juga ya:
Sultan Agung tidak Sibuk Kampanye Cari Dukungan untuk Calon Penerus, Ia Sibuk Perang, Perang, Perang
Keinggian banjir di Purwodadi pada 1938 ini hampir menyamai ketinggian banjir pada April 1936. Banjir pada April 1936, ketinggian air di Purwodadi mencapai 1,2 meter.
Pada Juli 1938, ada ulasan koran mengenai drainase yang buruk di kota Purwodadi. Koran itu memuji penerangan jalan di Purwodadi yang sudah cukup bagus.
Setiap 50 meter ada lampu penerang di pinggir jalan. Tapi drainase di sepanjang jalan-jalan yang telah berpenerang itu tidak terawat.
Selokan-selokan di pinggir jalan itu sudah dangkal oleh lumpur dan ditumbuhi rumput. Akibatnya, air hujan yang seharusnya mengalir lewat selokan itu lantas meluap ke jalan dan halaman rumah warga.
Jengglong dan Jagalan menjadi kampung di Purwodadi yang leih dulu kena banjir. Dua kampung ini termasuk rendah wilayahnya. Dua kampung ini juga sering paling menderita karena serangan nyamuk.
Pada 1930-an ternyata beberapa kali terjadi banjir terhitung sejak 1932. Banjir terjadi akibat air meluap dari Kali Serang dan Kali Lusi.
OOhya! Baca juga ya:
Pada Ahad malam, hujan deras mengguyur Grobogan. Senin, 13 Januari 1936, banjir pun sudah menggenangi kota Purwodadi dan beberapa wilayah lain di Grobogan.
Banjir menggenangi jalan setinggi 50 sentimeter sehingga melumpuhkan transportasi. Untungnya, trem masih bisa beroperasi, tetapi sekolah-sekolah harus diliburkan karena jalan-jalan menuju ke sekolah terendam banjir juga.
Kondisi seperti inilah yang dikhawatirkan oleh Residen Semarang pada Desember 1955. Pada 1955, pemerintah mengadakan pemilu dalam dua tahap.
Tahap pertama dilakukan pada September 1955 untuk memilih anggota DPR. Sedangkan anggota Konstituante dipilih pada pemilu 15 Desember 1955.
Desember 1955 sudah musim hujan. Jika terjadi banjir, maka penduduk Grobogan tentu tidak bisa ikut pimilu.
Oohya! Baca juga ya:
Digunjing karena Pinjol, Ternyata ITB Miliki Alumni Presiden dan Musuh Soeharto serta Anggota PMB
Sebagai langkah antisipasi, maka Residen Semarang mengirimkan bantuan tiga motor perahu ke Grobogan. Jika pada hari pelaksanaan pemilu terjadi banjir, perahu-perahu itu bisa digunakan untuk mengangkut warga dari rumah ke tempat pemungutan suara, begitu sebaliknya.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 8 April 1932, 21 Juli 1938
- De Indische Courant, 28 April 1936
- De Locomotief , 14 Januari 1936, 11 Februari 1938, 2 Desember 1955
- De Preangerbode, 30 Januari 1952
- Java Bode, 29 Januari 1952
- Nieuwe Courant, 17 Desember 1947
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]