Takut Kelabang, Kakek Sultan Agung Gamang Jadi Penguasa Tanah Jawa, Bagaimana Nasib Pendiri Mataram Cucu Ki Ageng Selo Itu Selanjutnya?
Pati dan Pajang sudah menjadi daerah yang makmur. Hal ini membuat pendiri Mataram, kakek dari Sultan Agung, ciut hatinya menjadi penguasa Tanah Jawa.
Untuk menundukkan penguasa Pajang saja, Cucu Ki Ageng Selo itu gamang. Penguasa Pajang, Hadiwijoyo, dikenal cukup sakti.
Ki Juru Mertani, kakak sepupu Senopati pendiri Mataram, memberi nasihat untuk membesarkan hati Senopati dengan menanyakan tanda keberanian yang dimiliki Senopati. Senopati menjawab, pernah melihat kelabang di baju Ratu Kalinyamat dan ia bergeser karena kaget. “Itulah keberanian saya,” kata Senopati.
Oohya! Baca juga ya: Diponegoro Meminta Izin Mati ketika Inggris Menyerbu Keraton Yogyakarta, Apa yang akan Dilakukan Diponegoro?
Kakek Sultan Agung itu bernama Danang Sutuwijoyo. Setelah mendirikan atas bantuan Ki Juru Mertani, ia dikenal sebagai Panembahan Senopati.
Danang Sutuwijoyo adalah anak dari Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan merupakan anak dari Ki Ageng Ngenis.
Ki Ageng Ngenis adalah anak bungsu Ki Ageng Selo. Anak kedua Ki Ageng Selo bernama Ki Ageng Sobo, Ki Ageng Sobo inilah ayah dari Ki Juru Mertani.
Kepada Senopati, Ki Juru Mertani yang diangkat menjadi patih Mataram, mengingatkan cerita utusan Adipati Jipang Aryo Penangsang yang gagal membunuh penguasa Pajang. Saat itu, Hadiwijoyo sedang tidur, utusan Arto Penangsang menusukkan kerisnya.
“Hanya bagai lalat hinggap saja,” kata Ki Juru Mertani yang sejak menjadi patih Mataram dikenal sebagai Ki Mandaraka, mengenai tusukan keris utusan Aryo Penangsang ke tubuh penguasa Pajang.
Ki Mandaraka juga berharap Senopati memiliki kesaktian seperti yang dimiliki Hadiwijoyo, yang semula bernama Joko Tingkir, santri dari Ki Ageng Selo. Maka, Senopati pun menceritakan pengalamannya bersama Ratu Kalinyamat, anak Sultan Demak yang bertapa telanjang.
Ratu Kalinyamat melakukan hal itu sebagai sumpah setelah suami dan kakaknya dibunuh oleh Aryo Panangsang. Suaminya, Pangeran Kalinyamat, merupakan penguasa Jepara, sedangkan kakaknya adalah Sunan Prawoto yang menjadi sultan Demak menggantikan Sultan Trenggono yang meninggal.
Oohya! Baca juga ya: Cerita Diponegoro tentang Amangkurat II yang Batal Naik Haji Setelah Kejatuhan Cahaya dari Langit
Aryo Penangsang yang merupakan keponakan Sultan Trenggono, membunuh mereka karena merasa dialah yang berhak menjadi sultan. Tak cukup dengan membunuh Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto, Aryo Penangsang juga harus membunuh Hadiwijoyo yang merupakan adik ipar dari Ratu Kalinyamat.
Setelah Ki Juru Mertani bercerita mengenai kegagalan utusan Aryo Penangsang membunuh Hadiwijoyo, ia meminta Senopati untuk bersabar. “Kalau memang sudah takdirnya engkau diinginkan Hyang Illahi, masa akan gagal? Tetapi pelan-pelan saja. Kalau perlu disamarkan,” kata Ki Mandaraka.
Ia pun mengingatkan Senopati akan keberadaan seorang pertama di Gunung Kidul bernama Ki Ageng Giring. Jika Senopati salah langkah, keberadaan Ki Ageng Giring bisa mengganggu perjalanan Senopati menjadi penguasa Tanah Jawa.
“Yang menjadi maksudku, lebih baik sabar saja. Tidak akan gagal anakku. Tetapi jangan terlihat {...] Barat anakku, Tanah Jawa itu. Banyak orang yang disayangi oleh Allah,” kata Ki Mandaraka.
Selama Hadiwijoyo di Pajang masih hidup, Senopati harus bersabar. Ia pun menceritakan kebaradaan ayah Senopai, Ki Ageng Pemanahan, yang menjadi pertapa tiada tanding.
Tetapi kemudian Tuhan menghadirkan Ki Ageng Giring sebagai pertapa yang bisa menandingi Ki Ageng Pemanahan. “Ki Ageng Giring yang mendapat wahyunya Tanah Jawa, tetapi takdir Allah berpindah ke ayahmu. Karena dahulu ayahmu diminta keturunannya yang berganti menguasai Tanah Jawa,” kata Ki Mandaraka.
Oohya! Baca juga ya: Asmara Diponegoro-Maduretno Bersatu Beberapa Hari Setelah Pernikahan, Bagaimana Diponegoro Meluluhkan Hati Sang Istri?
Maka, Ki Mandaraka menyarankan Senopati agar menikahi anak perempuan Ki Ageng Giring. Ki Ageng Giring juga masih keturunan dari Prabu Brawijaya, raja terakhir Majapahit.
Ki Mandaraka pun mengantarkan pendiri Mataram berkunjung ke tempat Ki Ageng Giring untuk bisa melihat anak penermpuan pertapa sakti itu.
Ki Mandaraka sudah mengenal Ki Ageng Giring, sebab ia sering mendamping Ki Ageng Pemanahan. Termasuk ketika Ki Ageng Pemanahan meminum air kelapa muda di rumah Ki Ageng Giring yang merupakan wahyu Tanah Jawa. Seharusnya, air kelapa itu diminum oleh Ki Ageng Giring sepulang kerja.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Dipanegara karya Diponegoro, penerjemah Gunawan dkk (2016)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]