Cerita Diponegoro tentang Amangkurat II yang Batal Naik Haji Setelah Kejatuhan Cahaya dari Langit
Amangkurat II memiliki nama kecil sebagai Raden Mas Rahmat sebelum menjadi raja menggantikan ayahnya, Amangkurat I, yang meninggal di pelarian. Ia begitu sedih ditinggal ayahandanya, sehingga memilih akan pergi naik haji daripada menjadi raja.
Diponegoro juga berkisah mengenai rencana naik haji Raden Mas Rahmat ini di babad yang ia tulis. Raden Mas rahmat yang merupakan putra mahkota itu memanggil Bupati Tegal Mertoloyo agar disiapkan kapal untuk keperluan naik haji.
Namun, suatu malam saat tidur di masjid, cahaya jatuh dari langit menimpa Raden Mas Rahmat. Ia pun batal naik haji.
Oohya! Baca juga ya:
Mertoloyo yang telah menguburkan jenazah Amangkurat I di Tegalarum itu memberi saran kepada putra mahkota agar menjadi raja terlebih dulu baru berangkat ke Makkah. Namun, Raden Mas Rahmat sudah teguh hatinya untuk memilih naik haji daripada menjadi raja dan menyerahkan urusan kerajaan kepada adiknya.
Ketika mengiringi Amangkurat I menjadi pelarian, Raden Mas Rahmat tak mungkin kembali ke Kartosuro. Keraton Mataram di Kartosuro sudah dikuasai oleh Trunojoyo.
Meski Mertoloyo juga sudah berjanji akan menghadapi musuh-musuh Mataram dari wilayah timur, Raden Mas Rahmat tetap tidak bersedia menjadi raja menggantikan ayahandanya. Trunojoyo dari Madura menguasai wilayah timur Jawa, melakan pemberontakan terhadap Mataram.
Puncaknya adalah membuat Amangkurat I kabur dari keraton pada malam hari. Trunojoyo pun menguasai keraton Mataram hingga membuat Raden mas Rahmat putus asa dan memilih untuk naik haji saja daripada harus merebut kembali keraton dan menjadi raja.
Setelah Mertoloyo pulang ke Tegal untuk menyiapkan kapal, Raden Mas Rahmat tidur di masjid bersama dua punakawannya yang mengipasinya hingga tertidur. Raden Mas Rahmat bermimpi melihat atapo masjid jebol dan ia bisa melihat atap langit ketujuh.
Oohya! Baca juga ya:
Desak Anies di Museum Diponegoro Dibatalkan, Ada Tembok Jebol di Lokasi Museum
Dua punakawannya yang sedang terkantuk-kantuk sambil emngayun-ayunkan kipas kaget ketika melihat ada cahaya dari langit menghujam dada Raden Mas Rahmat. Kejadian ini pula yang tergambar dalam mimpi Raden Mas Rahmat saat itu.
Setelah kejatuhan cahaya, putra mahkota itu terbangun, dan berdiri seperti bukan kemauan drinya. “Segera kau panggil Mertoloyo,” kata dia kepada punakawannya.
Ketika Mertoloyo tiba, putra mahkota berkata, “Aku tidak jadi ke Makkah, Mertoloyo, siapkan semua para adipati. Aku akan naik tahta.”
“Mertoloyo sangat senang hatinya,” tulis Diponegoro.
Setelah semua adipati berkumpul, Raden Mas Rahmat menyatakan dirinya sebagai Sultan Mangkurat Tanah Jawa. Dialah yang kemudian dikenal sebagai Amangkurat II, yang naik tahta pada 1677, yang menjalin kerja sama dengan Kompeni untuk menangkap Trunojoyo.
Amangkurat II pun menerima janji yang pernah diucapkan Mertoloyo ketika membujuk dirinya agar mengurungkan naik haji dulu. “Bagaimanapun sudah takdir Allah bagi anak cucuku, gabungkan seluruh pasukan,” perintah Amangkurat II kepada Mertoloyo.
Amangkurat II juga mengirim utusan ke Batavia, untuk meminta bantuan kepada Kompeni. “Kalau diizinkan oleh belanda. Sering orang kafir tidak bersih hatinya,” kata Mertoloyo mengomentari pengiriman utusan ke Batavia.
Oohya! Baca juga ya:
Mertoloyo pun menegaskan janjinya kembali kesiapannya menghadapi msuh dari wilayah timur. Di Batavia, Gubernur Jenderal Kompeni menyetujui permintaan Amangkurat II.
Ia mengirimkan 500 prajurit dari Batavia untuk membantu Amangkurat II. Jika pasukan dari Batavia ini masih kurang, Amangkurat II diperbolehkan mengerahkan prajurit Kompeni yang berada di Jepara.
Mereka menyusuri pesisir utara pasukan Kompeni dan Mataram memerangi pasukan pendukung Trunojoyo yang dipimpin Kraeng Galesong di Surabaya.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Dipanegara karya Diponegoro (2016)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]