Pitan

Asmara Diponegoro-Maduretno Bersatu Beberapa Hari Setelah Pernikahan, Bagaimana Diponegoro Meluluhkan Hati Sang Istri?

Beberapa hari setelah pernikahan, Diponegoro-Maduretno tidur terpisah. Apa yang dilakukan Diponegoro agar asmara mereka bersatu?

Sudah berhari-hari Maduretno belum mau bicara dengan Diponegoro dan juga belu m mau tidur bersama. Namun, bukan berarti Diponegoro berhenti untuk berusaha meluluhkan hati Maduretno.

Ketika Maduretno suatu hari berdiri di tepi kolam di bawah pohon kemuning, Diponegoro datang menggodanya. Di kesempatan inilah pada akhirnya asmara Diponegoro-Maduretno bersatu.

Mulanya Diponegoro hanya mengintip dari belakang Maduretno. Memperhatikan Maduretno yang mengenakan jubah sutra bunga-bunga, kain batik motif parang rusak, dan kemben hijau muda, berdiri memegang bunga cempaka.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Desak Anies di Museum Diponegoro Dibatalkan, Ada Tembok Jebol di Lokasi Museum

Sagimun MD menyebut Maduretno merupakan putri dari Raden Ronggo, bupati Madiun yang melawan Daendels pada 1809. Diponegoro sangat mengaggumi Raden Ronggo.

Mereka dinikahkan setelah Hamengkubuwono III memerintah selama tiga tahun. Hamengkubuwono III dijadikan sultan oleh Raffles pada 1812, jika pernikahan dilakukan tiga tahun kemudian berarti pada 1815.

Maduretno tak menyadari kehadiran Diponegoro di belakangnya. Ketika ada yang menyentuhnya, Maduretno menoleh ke belakang. Saat itu, seperti dalam adegan film-film remaja, Diponegoro secara spontan mencium istrinya.

“Sangat malu hatinya gemetar, terduduk di bawah pohon kemuning,” tulis Diponegoro mengenai istrinya.

Diponegoro lalu membopongnya mengitari taman. Maduretno tetap malu-malu dan meneteskan air mata.

Oohya! Baca juga ya:

Setelah Acara Pernikahan, Mengapa Maduretno Tidur Terpisah dari Diponegoro dan tidak Mau Bicara?

Diponegoro terus mengeluarkan kata-kata pujian. Ia menyebut Maduretno bagai intan.

Sewaktu pertama kali melihat Maduretno di keputren, Diponegoro mengaku merasa kosong jiwanya, seperti orang mati. Setelah menikahinya, Diponegoro mengaku merasakan kehidupan kembali.

Pujian-pujian ini membuat Maduretno semakin malu. Mengair air mata dari matanya.
Diponegoro pun menanyakan ha yang menyebabkan Maduretno menangis. Apakah menyesal menjadi istri Diponegoro?

Maduretno tetap tidak mau bicara. Hal itu membuat Diponegoro mengutarakan niatnya: pilih mati saja. Akhirnya Maduretno mau bicara, ia hanya takut tak sanggup menjalani pernikahannya.

Tapi mendengar perkataan Diponegoro, Maduretno mengaku akan sepenuhnya mengadi kepada Diponegoro, suaminya. Diponegoro pun mencium Maduretno, lalu membopongnya kembali.

Maduretno bersedia memberi keturunan untuk Diponegoro. “Siapa yang bisa mengasihi wnaita, harus memiliki tujuan yang berasal dari Allah,” ujar Diponegoro.

Oohya! Baca juga ya:

Diponegoro Menikahi Maduretno, Bagaikan Dewa Wisnu dan Dewi Sri

Diponegoro mengaku senang mendapat jodoh dunia akherat. Ia lalu menatap Maduretno, bersatu asmara mereka.

“Sudah takdir Allah, sudah jodohnya dan saling menyayangi, tidak bisa berpisah barang sedetik pun, bagai Dewi Ratih dan Kamajaya, siapa saja yang melihat senang hatinya,” tulis Diponegoro di dalam babad.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
- Babad Dipanegara karya Diponegoro, penerjemah Gunawan dkk (2016)
- Pahlawan Dipanegara Berdjuang karya Sagimun MD (1965)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Siapa Pakualam, Pangeran Yogyakarta yang Mendapat Hadiah Tanah di Grobogan dari Raffles?

Image

Di Grobogan Ada Tanah yang oleh Raffles Dihadiahkan kepada Pakualam