Setelah Acara Pernikahan, Mengapa Maduretno Tidur Terpisah dari Diponegoro dan tidak Mau Bicara?
Raden Ayu Maduretno adalah istri yang banyak disebut Diponegoro di babad yang ia tulis. Maduretno pula yang selama perang mendampingi Diponegoro dengan membawa cundrik, senjata dari cahaya yang turun dari langit.
Namun, setelah acara pernikahan, Maduretno tidur terpisah dari Diponegoro. Maduretno pun belum mau diajak bicara.
Awalnya, Maduretno hanya duduk di ranjang. Tidak mau tidur. “Duh masmirah ratuku, kenapa tidak mau tidur? Menjadi prihatin diriku,” kata Diponegoro.
Oohya! Baca juga ya:
Desak Anies di Museum Diponegoro Dibatalkan, Ada Tembok Jebol di Lokasi Museum
Maduretno hanya berdiam diri. Diponegoro pun minta dimarahi jika telah mengganggunya, tapi bagaimana pun Diponegoro meminta Maduretno untuk tidur.
Setelah acara pernikahan di keraton, pengantin dibawa ke Tegalrejo. Pengantin naik kereta kuda Kiai Kramadaya, pengiringnya berjalan kaki di belakangnya.
Selama perjalanan, Raden Ayu Maduretno berdiam saja, duduk tenang. Ratu Bendoro duduk paling depan.
Di Tegalrejo sudah penuh orang yang menunggu kedatangan pengantin. Mereka menyambut di luar gedung perjamuan dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi.
Sang pengantin, Diponegoro dan Maduretno, turun dari Kiai Kramadaya yang membawanya dari keraton. Tembang kodhok ngorek mengalun dari gamelan yang dimainkan.
Oohya! Baca juga ya:
Diponegoro Menikahi Maduretno, Bagaikan Dewa Wisnu dan Dewi Sri
Suara tambur dan terompet juga terdengar, sehingga suasana menjadi meriah. Diponegoro membopong Raden Ayu Maduretno.
“Lalu duduk di permadani jenis prang wedana, bagai Kamajaya dan Dewi Ratih, banyak yang senang menyaksikan,” tulis Diponegoro di dalam babad.
“Kanjeng Ratu Bendoro dan para ratu mengiringi di kanan dan kiri bersama para putri. Di luar, Kanjeng Pangeran Mangkubumi menemui semua tamu,” lanjut Diponegoro.
Ketiga adik Diponegoro menyambut para tamu. Ketiganya terlihat senang dengan kemeriahan pesta pernikahan kakaknya itu.
Maduretno telah berganti baju dengan buasa kain sutra bunga-bunga. Warna dasarnya hijau, dengan kain kemben berenda mewah.
Di jarinya ada cincin intan zamrud dan emas berlian. Penampilannya benar-benar membuat Diponegoro kasmaran.
Oohya! Baca juga ya:
“Bagai intan turun dari surge, tidak bisa diibaratkan dengan apa pun. Jelmaan Dewi Sri,” lanjut Diponegoro.
Yang dikenakannya serba pantas. Membuat penampilan Maduretno memesona. Para tamu dihibur dengan tayub.
Setelah makan bersama, acara bubar. Tinggal Ratu Bendoro yang menunggui mereka di Tegalrejo.
“Sudah anakku, silakan istirahat dahulu, aku juga mau tidur,” ujar Ratu Bendoro.
Diponegoro lega hatinya, neneknya sudah meninggalkan mereka. Namun, rupanya bertepuk sebelah tangan.
Oohya! Baca juga ya:
100 Tahun Wafatnya Diponegoro, tidak Omon-Omon Saja seperti Kata Prabowo Subianto
Keinginan Maduretno berbeda dengan keinginan Diponegoro. Ketika Diponegoro membopong Maduretno ke ranjang, Maduretno kemudian hanya duduk saja, tidka mau berbaring.
Prihatin karena melihat Maduretno hanya duduk, membuat Diponegoro serba salah, sehingga minta dimarahi jika telah mengganggunya.
Akhirnya Maduretno mau merebahkan dirinya, namun belum yakin kepada Diponegoro. Akibatnya, mereka tidur berpisah.
Selaam dua hari Ratu Bendoro berada di Tegalrejo, Diponegoro-Maduretno selalu tidur terpisah.
Suatu hari, Hamengkubuwono III mampi di Tegalrejo membawa penari bedoyo. Senang hati Diponegoro.
Diponegoro semakin menyanyangi istrinya. Namun, Maduretno belum juga mau diajak bicara kendati di depan orang banyak selalu menurut.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Dipanegara karya Diponegoro, penerjemah Gunawan dkk (2016)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com