Diponegoro Meminta Izin Mati ketika Inggris Menyerbu Keraton Yogyakarta, Apa yang akan Dilakukan Diponegoro?
Sejak kecil Diponegoro tinggal di Tegalrejo, di luar Keraton Yogyakarta. Tapi pada saat pasukan Raffles menyerbu Yogyakarta pada 1812, Diponegoro berada di keraton.
Tentara Sepoy yang membantu Raffles banyak yang kena tombak, tetapi mereka telah memenuhi keraton. Semua benteng telah dikuasai Inggris. Apa yang dilakukan Diponegoro agar penyerbuan disudahi?
Diponegoro yang meminta izin kepada ayahnya untuk memimpin perang sampai mati dikepung prajurit Inggris yang dipimpin Mayor Dalton. Pada saat itulah, Diponegoro menantang Dalton untuk mati bersama jika ayahnya dijadikan bohong-bohongan oleh Inggris akan menggantikan Hamengkubuwono II.
Oohya! Baca juga ya:
Cerita Diponegoro tentang Amangkurat II yang Batal Naik Haji Setelah Kejatuhan Cahaya dari Langit
Sebelum dikepung Dalton, Diponegoro maju bersama adiknya, Suryobrongto. Sementara, ayah Diponegoro ditemani oleh adik Diponegoro yangs atunya lagi, Adinegoro.
“Aku tidak mau tinggal, hidup mati, tidak mau tinggal,” tegas ayah Diponegoro kepada Diponegoro.
Ayah Diponegoro yang diangkat Daendels menjadi sultan, menggantikan Sultan Hamengkubuwono II. Tapi ketika Batavia direbut Inggris, Hamengkubuwono II mengambil alih lagi kekuasaan di Mataram dari ayah Diponegoro, Hamengkubuwono III.
Ayah Diponegoro kemudian mengatakan akan tetap mengikuti Diponegoro ke mana pun bergerak untuk menyelamatkan diri. Gerbang menuju Sri Manganti yang mereka capai telah diututp dengan batu-bau umpak yang besar. Untuk memindahkannya saja memerlukan tenaga 20 orang satu batunya.
Mau maju gerbang ditutup batu, mau mundur penuh pasukan Inggris. Dalam kemarahannya, Diponegoro mengambil tombak Kiai Ronda, lalu ia tusukkan ke pintu gerbang, menyodok batu-batu yang menghalangi pintu gerbang.
Oohya! Baca juga ya:
Pintu gerbang bisa terbuka sedikit. Diponegoro mencoba masuk, tetapi diadang penjaga pintu gerbang.
Maka, ia pun berdalih jika ayahnya, yang merupakan putra mahkota, akan masuk ke Sri Manganti. Hanya ayah Diponegoro yang diperbolehkan masuk, Diponegoro dan kedua adiknya tidak diperbolehkan masuk.
Ketika tentara Sepoy sudah mendekati gerbang, Diponegoro pun meminta diperbolehkan masuk menyusul ayahnya. Di taman, para prajurit keraton sibuk membereskan taman. Di luar, pasukan Sepoy telah melakukan pengepungan.
Meski di alun-alun selatan terjadi peperangan, tetapi Diponegoro mengajak ayahnya menuju ke alun-alun. Pertimbangannya, aln-alun lebih lapang.
Pasukan Sepoy menembaki dan meneriaki mereka. Diponegoro menjadi malu karenanya.
“Saya minta pamit mati, malu diteriaki tidak bisa mendengar,” ujar Diponegoro kepada ayahnya.
Oohya! Baca juga ya:
Desak Anies di Museum Diponegoro Dibatalkan, Ada Tembok Jebol di Lokasi Museum
“Kalau begitu maksudmu, sudahlah. Ayo bersama jihad sebisanya. Bersama mengamuk,” jawab ayah Diponegoro.
Ayah Diponegoro mencoba meneguhkan hati. Ia akan membela Diponegoro, jika Dipoengoro harus mati di jalan Allah. Diponegoro maju ke peperangan, pasukan Inggris terus menembaki.
“Pelurunya bagai gerimis, hanya atas kehendak Allah tidak mengenai Kanjeng Pangeran. Rasanya bagai disiram pasir, gelap asapnya mesiu,” tulis Diponegoro di dalam babad.
Diponegoro menghadapi pasukan Inggris yang dipimpin oleh Kolonel RR Gillespie dan Mayor Dalton. Prajurit-prajurit yang dipimpin Mayor Dalton mengepung Diponegoro.
Diponegoro menantang Dalton untuk mati bersama. “Kalau kau mati melawan aku, kalau Kanjeng Ayah kemudian tudak sungguh-sungguh kejadiannya menggantian Kanjeng Kakek, pasti aku tembak mati. Minta ampun sebesar-besarnya,” kata Diponegoro.
Oohya! Baca juga ya:
KDRT, Pembangkangan, dan Perceraian di Jawa pada Abad ke-19
“Saya sangat khilaf. Dilihat saja nanti, Kanjeng Sultan sesungguhnya saya harapkan masuk loji, sudah disumpah bertahtanya Pangeran Adipati,” jawab Mayor Dalton.
Dalton lalu meminta prajuritnya menghentikan serangan. Dari kejauhan, Pangeran Adipati --ayah Diponegoro-- mengawasi pengepungan Diponegoro. Diponegoro mekinta Suryobrongto memanggil ayahnya, jika situasi sudah terkendali.
Ayah Diponegoro lalu diajak ke loji.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Dipanegara karya Diponegoro (2016)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]