Kecewa pada Amangkurat II, Kenapa Kapten Jonker Bakar Rumah Penginjil Leijdecker di Tugu?
Kapten Jonker, Ambon Muslim yang menjadi tentara Kompeni berhasil membujuk Trunojoyo untuk menyerah. Jonker berjanji akan memperlakukan Trunojoyo dengan baik.
Tapi rupanya, Amangkurat II bertindak tidak sebagai kesatria. Ia membunuh Trunojoyo, sehingga Kapten Jonker kecewa kepada Amangkuat II dan Kompeni yang tidak melindungi Trunojoyo sebagai tawanan perang.
Kapten Jonker kemudian keluar dari ketentaraan Kompeni dan memberontak bersama anak buahnya. Ia pergi ke Tugu, dekat Marunda, mengapa ia bakar rumah tempat penginjil Leidecker menyepi untuk menyelesaikan tugas penerjemahan Injil?
Oohya! Baca juga ya:
Keturunan Sultan Agung Dipecat dari Perhimpunan Indonesia, Mengapa?
Milchios Leijdecker membangun rumah dari bambu di tanah yang diberikan kepadanya di Tugu. Di dekat rumah Leijdecker ada gereja kecil tempat ia mengadakan kebaktian.
Sejak 1678 ia mendapat tugas menjadi penginjil di Batavia. Ia tinggal di Tugu, di sini pula ia menerjemahkan Injil ke dalam bahasa Melayu.
Pada 1671, Kompeni secara resmi menugasi Leidecker melakukan penerjemahan. Setelah diterbitkan pada 1733, Injil terjemahan Leijdecker itu dipakai di Ambon dan Minahasa.
Ia menggunakan bahasa Melayu tinggi untuk Injol terjemahannya. Menurut Dr Th van den End, ia banyak menggunakan istilah-istilah Arab yang sudah digunakan oleh masyarakat Melayu di Riau di dalam Injil terjemahannya.
Pada 1689, Tugu dianggap tidak aman oleh pengawal Leijdecker. Itu terjadi karena Tugu kedatangan Kapten Jonker, yang pada 1679 menangkap Trunojoyo.
Oohya! Baca juga ya:
Gagal Malam Pertama, Bung Karno Dapat Berkah
Pada 1689, kapten Jonker dan pengikutnya telah melakukan pemberontakan terhadap Kompeni. Di Tugu, Kapten Jonker mendapat dukungan dari pribumi.
Ada pula pribumi yang bekerja membantu Leijdecker secara diam-diam mendukung Kapten Jonker. Sebelum keluar dari ketentaraan Kompeni, ia juga berselisih dengan atasannya Mayor St Martin.
Suatu malam, Machmud, pembantu Leijdecker yang menjadi pengikut Kapten Jonker menemui Leijdecker. Saat itu sudah larut, para budak Leidecker sudah tidur pulas.
Machmud, pembantu Leijdecker yang merupakan pengikut Kapten Jonker, masuk pintu rumah Leidecker yang belum ditutup. Orang-orang yang ia bawa ia tugasi dengan menyamar sebagai petugas piket jaga.
Rumah Leidecker masih diterangi cahaya lilin, pertanda Leijdecker masih bekerja. “Salam alaikum, Tuan Padri?” sapa Machmud yang beberapa waktu kemudian menyebabkan Kapten Jonker yang kecewa pada Amangkurat II bakar rumah penginjil itu..
Penginjil Leijdecker mendongakkan kepala. Lalu menjawab, “Tabik.”
Oohya! Baca juga ya:
Bung Karno Pernah Putus Kuliah, Pernah Pula Diusir Calon Mertua
Beberapa waktu sebelumnya, ketika pengawalnya menyapanya dari depan pintu untuk mengabarkan kedatangan Kapten Jonker di Tugu sehari sebelumnya, Leijdecker hanya menjawabnya dengan berdehem, pertanda ia tak mau diganggu.
Machmud lalu mengambil kursi, duduk di hadapan Leijdecker. “Tuan Padri masih bekerja sampai larut malam?” tanya Machmud.
Kali ini, Leijdecker menjawabnya dengan berdehem. "Apakah Tuan tahu sekarang jam berapa? Saya juga ingin tahu,” lanjut pengikut Kapten Jonker itu.
Leijdecker lalu mengambil jam saku dan memperlihatkannya kepada Machmud. “Budak Tuan Padri, miskin Tuan. Apakah Tuan memiliki sedekah untuknya,” tanya Machmud mengiba.
Leijdecker kembali berdehem. Mendapat respons seperti itu, Machmud lalu melepas surbannya, lalu mengambil topi pendeta milik Leijdecker dan segera mengenakannya.
Oohya! Baca juga ya:
Sering Bertemu Kai Mojo, Begini Penginjil Belanda Lakukan Kristenisasi di Tondano
Ia lalu menghunus keris yang ia bawa dan menodongkannya ke bawah dau Leijdecker. “Saya minta uang. Uang yang banyak. Tuan Padri dengar?” kata Machmud dengan nada tinggi.
Penginjil Leijdecker yang kaget mencoba menenangkan diri, lalu mengambil buku folio tebal yang ia pakai untuk mencatat terjemahan Injil, dan segera memukulkannya ke kepala Machmud.
Kali ini giliran Machmud, pengikut Kapten Jonker, yang terkejut. Ia tidak bisa menguasai diri setelah menerima pukulan buku itu. Ia terjatuh ke belakang.
Suara Machmud terjatuh membangunkan beberapa budak penginjil Leijdecker yang sudah tidur. Dengan kelewang di tangan, mereka masuk dan menerjang Machmud, yang beberapa waktu kemudian membuat Kapten Jonker bakar rumah Leijdecker.
Penginjil Leijdecker naik ke atas meja lalu berteriak. Pengawal Letnan Heilbers datang menangkap Machmud, pengikut Kapten Jonker. Malu karena kecolongan soal pengamanan, Heilbers lalu membunuh Machmud.
Esok hari, Leijdecker berangkat ke Batavia. Teman-teman Machmud yang malam itu menyelamatkan diri, melapor ke Kapten Jonker yang memusuhi Kompeni setelah kecewa pada Amangkurat II dan Kompeni.
Oohya! Baca juga ya:
Bidan Bule Sebut Menantu Sultan Keguguran, Dukun Bayi Bersumpah Bayi Masih Sehat
Dengan informasi yang terbatas, Kapten Jonker lalu membawa pengikutnya mendatangi rumah Leijdecker. Begitu tahu Mahcmud sudah dibunuh, marahlah Kapten Jonker. Ia lalu mengamuk, lalu ia bakar rumah penginjil Leijdecker.
Tak puas membakar rumah Leijdecker di Tugu, Kapten Jonker juga mengejar ke Batavia. Pada akhirnya, Kapten Jonker yang kecewa pada Amangkurat II dan Kompeni itu ditangkap dan dijatuhi hukuman mati sebagai pemberontak.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Nacht en Morgen uit het Indische Leven, karya WL Ritter (1861)
- Ragi Carita 1, karya Dr Th van den End (2005)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]