Penginjil di Tondano Gagal Bujuk Kiai Mojo Masuk Kristen, Mengapa?
Pada abad ke-17, orang Minahasa berhasil mengusir Spanyol dengan bantuan Belanda. Imbalannya, Kompeni kemudian menempatkan seorang residen di Manado.
Orang Tondano tidak setuju dengan kesepakatan ini, sehingga menentang keberadaan residen di Manado. Tapi ada beberapa kepala negeri yang menjalin hubungan dengan Kompeni dan menyatakan niatnya masuk Kristen pada 1780-an.
Tapi Kompeni kemudian bangkrut, dan 10 tahun kemudian Belanda menaklukkan orang-orang Tondano. Kristenisasi terus berlanjut, tetapi mengapa penginjil di Tondano gagal membujuk Kiai Mojo dan pengikutnya masuk Kristen?
Kiai Mojo, panglima perang Pangeran Diponegoro, dibuang ke Tondano pada 1828. Pada 1831, Pendeta Joseph Kamp di Maluku mengirim penginjil Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz ke Minahasa.
Pendeta Kamp mewakili gereja yang ada di Maluku memiliki tugas memelihara jemaat-jemaat Kristen di Minahasa peninggalan Kompeni. Sedangkan Riedel dan Schwarz mendapat tugas mengkristenkan orang-orang yang masih menganut agama lokal.
Riedel ditugaskan di Tondano, sekarang menjadi ibu kota Kabupaten Minahasa, harus menghadapi kepala-kepala negeri yang masih membenci Belanda. Baru pada 1834, ia berhasil membaptis beberapa orang Tondano.
Pada 1839 ia sudah mendapatkan 800 orang Tondano yang masuk Kristen. Ia pun membangun gereja di Tondano.
Selain harus menguasai bahasa Melayu, Riedel juga belajar bahasa Tondano selama ia tinggal di Tondano. Selain ia sampaikan dalam bahasa Melayu, ajaran Kristen juga ia ajarkan dalam bahasa Tondano.
Ia sudah menguasai bahasa Melayu sejak bertugas di Ambon. Ia mempelajari bahasa Tondano setelah ia tinggal di Tondano.
Saat ia datang di Tondano pada 1831, sudah ada orang Tondano yang masuk Kristen pada zaman Kompeni berkuasa. Pemahaman mereka tentang Kristen yang diterima oleh penginjil-penginjil dari Maluku pada masa Kompeni, berbeda dengan pemahaman Riedel.
“Pokoknya, yang diingini oleh orang-orang Tondano, apalagi oleh orang-orang Minahasa lainnya, bukanlah agama Kristen ala Riedel,” tulis Dr Th van den End di buku Ragi Carita 1.
Setelah sering mengunjungi orang-orang Tondano, Riedel ganti mengundang mereka ke rumah. “Di kemudian hari ia mengundang orang agar datang ke rumahnya pada sore hari, supaya bersama-sama mengadakan penelaahan Alkitab berdoa dan bernyanyi,” tulis Van den End.
Riedel pun perlu bersikap ramah terhadap orang-orang Tondano. Ia menyambut orang-orang yang berkunjung ke rumahnya dengan cara yang memuaskan.
Menurut N Graafland di buku Minahasa, istri Riedel menyuguhkan kopi dan kue kepada para tamunya. Dalam pertemuan itu ia bicara tentang kebun dan tanaman sambil menyelipkan pesan-pesan untuk menghormati Kristus.