Bung Karno Pernah Putus Kuliah, Pernah Pula Diusir Calon Mertua
Baru dua bulan kuliah di Bandung, Bung Karno mendapat kabar Tjokroaminoto ditangkap Belanda. Ia pun memutuskan pulang ke Surabaya, menggantikan bapak mertua sebagai kepala keluarga.
Putus kuliah, ia lalu melamar sebagai juru tulis di perusahaan kereta api dengan gaji 265 gulden per bulan. Ya, Tjokroaminoto adalah mertuanya, karena ia menikahi Siti Utari, anak Tjokroaminoto.
Ia hampir tak jadi nikah gara-gara penghlu menolak menikahkannya hanya karena ia memakai dasi. Sebelum menikah dengan Utari, ia memiliki pacar bule, namanya Mien Hesells, tetapi ketika ia melamarnya, Bung Karno remaja dimaki dan diusir calon mertua.
Oohya! Baca juga ya:
Sering Bertemu Kai Mojo, Begini Penginjil Belanda Lakukan Kristenisasi di Tondano
“Tuan, kalau Tuan tidak berkeberatan, saya ingin minta anak Tuan....” kata Bung Karno remaja, yang menemui ayah Mien Hessels dengan mengenakan pakaian terbaiknya.
“Kamu? Inlander korot seperti kamu? Kenapa kamu berani-beranian mendekati anakku? Keluar kamu binantang korot. Keluar!” teriak ayah Mien Hessels.
Betapa sakit hati Bung Karno remaja dimaki seperti itu. DI sekolah pada mulanya ia sering dipoyok sinyo-sinyo, tetapi ia berani melawannya dengan berkelahi.
Tapi kali ini, menghadapi bule dewasa yang ia harap menjadi mertuanya, hanya sakit hati yang ada pada dirinya. Ia harus melupakan Mien Hessels.
Beruntung ia kemudian menikahi Siti Utari dan pindah ke Bandung untuk melanjutkan sekolah. Tapi, 13 tahun kemudian, pada 1942, ada perempuan yang memanggilnya ketika sedang di toko pakaian.
Oohya! Baca juga ya:
Bidan Bule Sebut Menantu Sultan Keguguran, Dukun Bayi Bersumpah Bayi Masih Sehat
Ketika Bung Karno berpaling kea rah perempuan yang memanggilnya, perempuan itu tertawa cekikikan, sambil bertanya, “Dapat kau menerka siapa saya ini?”
“Kuperhatikan dia dengan seksama. Dia seorang nyonya tua dan gemuk. Jelek, badannya tidak terpelihara,” kata Bung Karno.
Ia tak bisa menebak nama perempuan yang sok akrab dengannya itu. “Siapakah, Nyonya?” tanya dia.
“Mien Hessels,” kata perempuan itu, lalu tertawa lagi. Bung Karno dulu pernah diusir oleh ayah Mien Hessels, calon mertua gagal.
“Huhhhh! Mien Hessels. Putriku yang cantik seperti bidadari sudah berubah menjadi perempuan seperti tukang sihir. Tak pernah aku melihat perempuan yang buruk dan kotor seperti ini,” kata Bung Karno kepada Cindy Adams.
Putus dari Mien Hessels dulu, berat bagi Bung Karno. Ia mengaku tak mungkin bisa melupakan Mien Hessels, tetapi ia harus melupakannya karena ia harus melanjutkan kuliah di Bandung, meskipun sempat putus kuliah.
Oohya! Baca juga ya: Cucu Sultan Hamengkubuwono VII Ini Pernah Dikeroyok 8 Perompak
Mien Hessels ia anggap sebagai bidadari. “Kulitnya lembut bagai kapas, rambutnya aikal, dan pribadiny memenuhi segala-galanya yang kuidamkan,” kata Bung Karno.
Sebelum kenal Mien Hessels, Bung Kanro memiliki pacar bule. Yang pertama Pauline Gobee, dan yang kedua Laura.
Kehadiran Mien Hesells bisa mengobati luka setelah putus dari Pauline dan Laura. Tetapi ia harus melupakan Mien Hessels.
Ia harus menikah dengan Siti Utari, anak Tjokroaminoto, pimpinan Sarekat Islam. Selama sekolah di HBS Surabaya, Bung Karno tinggal di rumah Tjokroaminoto.
Saat hendak akad nikah, ia mengenakan pakaian terbaiknya, dan berdasi. “Anak muda, dasi adalah pakaian orang yang beragama Kristen. Dan tidak sesuai dengan kebiasaan kita dalam agama Islam,” kata penghulu kepada Bung Karno.
Bung Karno membantah penghulu dengan mengatakan sarung adalah pakaian pribumi yang sudah kuno. “Aturannya sekarang sudah diperbarui,” kata Bung Karno.
Oohya! Baca juga ya:
Cucu Sultan Hamengkubuwono VII Ini Dikenal Bisa Jadi Macan, Ia Pendekar Silat
“Ya. Akan tetaapi pembaruan itu hanya untuk pantaloon dan jas buka,” kata penghilu dengan nada tinggi.
Bung Karno tetap bertahan, karena tampil rapi dan berdasi adalah kegemarannya. “Kalau masih terus berkeras kepala untuk berpakaian rapi itu, say amenolak untuk melakukan pernikahan,” kata penghulu.
Bung Karno bangkit dan menjawab tegas. “Barangkali lebih baik tidak kita lanjutkan hal ini sekarang,” kata Bung Karno.
Suasana menjadi gaduh. Beruntung Bung Karno tak diusir.
“Persetan, Tuan-tuan semua. Saya pemberontak, dan saya akan selalu memberontak. Saya tidak mau didikte orang di hari perkawinan saya,” kata Bung Karno. Bung Karno tak peduli pada orang tua dan mertua.
Bung Karno justru melunak karena ada tamu undangan yang juga alim, tapi tak ia sebut namanya. Setelah menikah, Bung Karno berangkat ke Bandung untuk kuliah di Technische Hoogeschool te Bandoeng, tapi kemudian putus kuliah.
Oohya! Baca juga ya:
Presiden Soeharto Masuk Ka’bah, Prabowo Subianto Ikut Naik Haji 1991
Tapi baru dua bulan di Bandung, ia harus putus kuliah karena harus kembali ke Surabaya. Tjokroaminoto ditangkap Belanda, sehingga ia pulang ke Surabaya untuk menggantikan Tjokroaminoto sebagai kepala keluarga.
Ia lalu melamar keraj sebagai juru tulis di perusahaan kereta api. Gajinya lumayan, 265 gulden per bulan, yang ia serahkan kepada ibu mertua.
Enam bulan Bung Karno tinggal di Surabaya. Entah sebab apa, ia berselisih dengan ibu mertua, sehingga ia memutuskan kembali ke Bandung. Ia harus mendaftar lagi ke Technische Hoogeschool te Bandoeng.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Bung Karno penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams (1986)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]