Cucu Sultan Hamengkubuwono VII Ini Dikenal Bisa Jadi Macan, Ia Pendekar Silat
Salah satu cucu Sri Sultan Hamengkubuwono VII dikenal sebagai sosok yang bisa berubah menjadi macan. Ia merupakan pendekar silat yang berkawan akrab dengan dokter Soetomo pendiri Budi Utomo dan Ki Hajar Dewantara pendiri Taman Siswa.
Mengetahui kemampuan cucu Sultan Yogyakarta itu, dokter Sutomo memberitahukan kepada koleganya, dokter Wignyosudomo, kakak ipar cucu Sri Sultan Hamengkubuwono VII itu. Dokter Wignyosudomo tinggal di Jember, saat menengok mertuanya di Yogyakarta, ia menemui adik iparnya.
Karena ditanya soal kemampuan bisa berubah menjadi macan, cucu Sri Sultan Hamengkubuwono VII yang sedang menopangkan kedua tangannya di meja itu segera berubah menjadi macan. Dokter Wingyosudomo gemetaran melihat macan yang menopangkan kaki depannya di atas meja, lidah menjulur, dan mata menatapnya.
Oohya! Baca juga ya:
Panglima Perang Diponegoro, Kiai Mojo, Disebut Kejam, Bawa Orang untuk Melawan Orang Kristen
Sri Sultan Hamengkubuwono VII memerintah pada 1877 sampai 1921. Ia memiliki 78 anak, kalah sedikit dibandingkan dengan Sri Sultan Hamengkubuwono II yang memiliki 80 anak.
Anak ke-23, yaitu Gusti Raden Mas Sujadi –putra mahkota dari permaisuri Ratu Hemas, menggantikannya menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Anak ke-27, yaitu GPH Tejokusumo –putra dari permaisuri Ratu Kencono, memiliki anak bernama Raden Mas Harimurti, yang lahir pada 1907.
Raden Mas (RM) Harimurti inilah yang dikenal bisa berubah wujud menjadi macan. Menurut dokter Soetomo, RM Harimurti memiliki pandangan politik yang mendukung perjuangan kemerdekaan, tetapi tidak ingin menonjolkan diri di dunia politik.
“Kalau ada apa-apa dengan kita, RM Harimurti pasti di belakang kita,” kata dokter Soetomo kepada dokter Wignyosudomo.
Mula pertama RM Harimurti memunculkan diri dalam bentuk macan terjadi pada 19 Juli 1927. Saat itu, seorang abdi dalem Tejokusuman melapor telah melihat seekor macan kumbang hitam melompati tembok barat, masuk ke halaman rumah.
Oohya! Baca juga ya:
Bung Karno Ngaku Pelagak, Kok Maunya Naik Kuda Tua dan Jinak Saat Pawai Hari Angkatan Perang?
Laporan ini tentu menggegerkan penghuni Tejokusuman yang berada di sebelah barat benteng Keraton Yogyakarta. Pemerikaan dilakukan, ditemukan jejak kaki macan.
GPH Tejokusumo segera memerintahkan untuk menutup semua pintu dan jendela untuk mempermudah perburuan macan itu. Diperintahkan pula seorang abdi untuk melapor ke kantor polisi yang ada di alun-alun utara.
Macan itu ditemukan sedang mendekam di pedaringan (ruang tengah). Dengan membawa tombak pusaka, putra sulung GPH Tejokusumo mendekati macan itu untuk menombaknya.
Tiga polisi yang sudah datang membawa senjata api juga bersiap melumpuhkannya. Satu polisi bersiap di ruangan, dua polisi bersiap di atap rumah kediaman anak ke-27 Sri Sultan Hamengkubuwono VII itu.
Polisi yang diatap menembakkan pistolnya ke arah macan. Tembakan tiga kali mengenai macan itu, tetapi macan itu hanya menggeram dan mengibaskan ekor. Paidon yang terkena kibasan ekornya, jatuh.
“Sang macan menggeram dan ekornya dikibaskan. Sebuah paidon (tempat ludah) besar jatuh menimbulkan suara berdentang. Putra Pangeran itu ketakutan dan mundur,” kata Lumintu yang menulis biografi RM Harimurti.
Oohya! Baca juga ya:
Presiden Soeharto Masuk Ka’bah, Prabowo Subianto Ikut Naik Haji 1991
Polisi yang di ruangan lalu menembakkan senjatanya tiga kali. Barulah macan itu mati.
“Memang benar kata Kiai Ngawi Lor itu. Macannya mati, orangnya tidak mati,” kata RM Harimurti.
RM Harimurti mendapatkan ilmu berubah menjadi macan dari Ngawi Lor. “Pusaka itu benar-benar hebat. Ujungnya menyala. Kalau kena badanku pasti fatal akibatnya,” kata Harimurti mengenai tombak pusaka yang diarahkan kepadanya oleh kakak sulungnya saat ia masih berwujud macan.
Kabar RM Harimurti bisa berubah menjadi macan sampai juga di telinga dokter Soetomo, sahabat Harimurti. Ia pun mengonfirmasi hal itu dan mendapatkan bukti nyata bahwa cucu Sri Sultan Hamengkubuwono VII itu bisa berubah rupa menjadi macan.
RM Harimurti bias abertapa di hutan. Ia bernah menjelejaha alas (hutan) Purwo di Banyuwangi selama tiga bulan, menjelajah hutan di Gunung Merapi selama sebulan.
Ketika mendengar di Ngawi ada dua kiai yanag bisa mengajakan ilmu berubahmenjadi binatang atau ilmu mendatangkan binatang hutan, ia mendatanginya. Kiai itu ialah Kiai Nyawi Lord an Kiai Ngawi Kidul.
Kiai Ngawi Kidul mengajarkan ilmu berubah menjadi macan yang suka daging. Kiai Ngawi Lor mengajarkan ilmu berubah menjadi macan yang tidak suka daging.
Oohya! Baca juga ya:
Bung Karno Memeluk, Kenapa Jenderal Sudirman Enggan Membalas?
Berubah macan yang suka daging memungkinkan orang yang berubah itu tidak lagi menyadari dirinya. Ia juga tak bisa membedakan orang-orang yang dihadapinya.
Sedangkan berubah menjadi macan yang tidka suka daging memungkinan ia tetap menyadari diri. “Seandainya macannya dibunuh, pelakunya tidak ikut mati,” kata Lumintu, penulis biografi RM Harimurti.
Maka, RM Harimurti --cucu Sultan Hamengkubuwono VII-- memilih berguru kepada Kiai Ngawi Lor. Ia diminta bertapa telanjang selama 40 hari.
Setelah itu, cucu Sultan Hamengmukubuwono VII itu dimasukkan ke dalam lumpur. Selama di dalam lumpur itu, Kiai Ngawi Lor memberikan petuah mengenaii ilmu berubah rupa menjadi macan.
Cucu Sultan Hamengkubuwono VII, RM Harimurti, menjalaninya dengan tekun. Dalam petuahnya, Kiai Ngawi Lor mengatakan, bahkan jika diperlukan, jika sudah mengasai ilmu ia bisa berubah rupa menjadi 6-7 ekor macan dalam sekali waktu.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
- RM Harimurti, Pendekar Pencak Silat Mataram, karya Lumintu (1981)
- Serat Raja Putra Nyayogyakarta Hadiningrat, karya KPH Mandoyokusumo (1988)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]