Citra Negatif Sultan Demak Versi Novel Arus Balik Pramoedya Ananta Toer
Adipati Unus pulang dari Malaka dengan tubuh terluka parah. Meski pulang dengan tidak membawa kemenangan, tapi Sultan Demak Adipati Unus menegaskan dirinya juga tidak kalah melawan Portugis di Malaka.
Ketika kemudian ia meninggal dan adiknya, Trenggono, menggantikannya sebagai sultan Demak pada 1521, desas-desus pun muncul. Novel Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer yang menonjolkan citra negatif sultan Demak itu menyebut, Trenggono dituduh telah membunuh Adipati Unus.
Trenggono tidak meneruskan perjuangan Adipati Unus melawan Portugis. Yang kecewa tidak hanya sang ibu, Ratu Aisyah, melainkan juga para pemimpin daerah yang telah membantu Adipati Unus.
Senopati Tuban, Wirangggaleng, bahkan tak sudi ke Demak lagi begitu mengetahui Trenggono yang menjadi sultan Demak. Dendam Wiranggaleng menurun ke anaknya, Gelar, yang menjadi mata-mata Trenggono, tetapi kemudian bersekongkol dengan Jafar, juru taman Sultan Trenggono, untuk membunuhnya.
Juru taman bukanlah orang yang bekerja mengurus taman istana. Yang dimaksud juru taman ternyata ya seperti profesi make up artist sekarang, yaitu juru dandan Sultan Demak.
Pramoedya menggambarkan sosok Jafar sebagai pemuda yang cantik. “Lebih cantik dari seorang wanita,” tulis Pramoedya di Arus Balik. Artinya penampilannya lemah gemulai.
Jafar disebut lahir di Trengganu di Semenanjung Malaka. Ia anak dari paman Gelar.
“Jafar, mungkin karena kecantikannya ditarik oleh Sultan Trenggono jadi pengawal pribadi dan pelayan. Karena keistimewaan kedudukannya ia dijuluki Juru Taman, menjurutamani Sultan,” tulis Pramoedya.
Gelar punya paman di Trengganu? Bukankah orang tua gelar adalah petani yang kemudian menjadi senopati Tuban bernama Wiranggaleng?
Wiranggaleng bukan ayah kandung Gelar. Gelar adalah anak Syahbandar Tuba Tholib Sungkar Az-Zubaid dengan Idayu. “Semua orang Portugis di Maluku tahu cerita gila tentang Moro gila bernama Tholib Sungkar Az-Zubaid,” tulis Pramoedya.
Tholib Sungkar Az-Zubaid memiliki adik yang tinggal di Trengganu dan memiliki anak bernama Jafar. Begitulah kisahnya.
Jafar kemudian membunuh Sultan Tenggrono. Alasannya karena dendam terhadap perbuatan Trenggono kepada dirinya yang sudah-sudah.
Pembununuhannya dilakukan di Blambangan, saat Trenggono membawa 40 ribu prajurit hendak menyerbu Panarukan, pusat pemerintahan Blambangan. Trenggono menyerbu Blambangan tak hanya denga kekuatan prajurit Demak, melainkan juga mendapat dukungan prajurit Portugis.
Itulah yang membuat Wiranggaleng tak pernah bisa memaafkan Trenggono. Wiranggaleng sebagai senopati Tuban telah membantu Adipati Unus menyerbu Portugis di Malaka, eh, Trenggono yang menggantikan Adipati Unus sebagai Sultan Demak tak mau melanjutkan melawan Portugis.
Sultan Demak Trenggono lebih memilih menguasai Tanah Jawa. Alasannya, jika Tanah Jawa ia kuasai, dari Jawa ia bisa melawan Portugis sehingga Portugis tidak bisa masuk ke Jawa.