Gagal Malam Pertama, Bung Karno Dapat Berkah
Saat hendak akad nikah, hal buruk sudah menimpa Bung Karno. Penghulu menolak menikahkannya dengan anak Tjokroaminoto, Siti Utari, karena ia memakai dasi.
Sebagai remaja pemberontak, Bung Karno tak bisa menahan diri. ia persetankan orang tua kolot yang masih menganggap dasi sebagai pakaian orang Kristen yang tak layak dipakai orang Islam.
Pada malam pertama, Bung Karno tertimpa kesialan lagi. Jemarinya terbakar oleh korek api, sehingga ia gagal menjalankan tugas malam pertama sebagai suami, tapi ia kemudian mendapatkan berkah.
Oohya! Baca juga ya:
Bung Karno Pernah Putus Kuliah, Pernah Pula Diusir Calon Mertua
“Ketika lima menit lagi aku akan menghabisi masa jejakaku, terjadilah peristiwa aneh yang kedua. Tepat sebelum aku menginjak ambang pintu aku mengambil rokok untuk melakukan embusan yang terakhir,” kata Bung Karno.
Ia lalu mengeluarkan korek api dari kantong. Ia nyalakan satu batang kotek aapi dengan menggoreskan di sisi kotaknya.
Seketika, seluruh batang korek api terbakar. Jilatan apinya mengenai jari Bung Karno.
“Kuanggap kejadian ini sebagai pertanda buruk dan memberikan kepadaku suatu perasaan ramalan yang gelap,” kata Bung Karno.
Ia kemudian menghabiskan malam-malam bersama sang mertua, Tokroaminoto. “Sekalipun kedudukanku sebagai orang yang baru kawin, waktu di malam hari kupergunakan untuk mempelajari Pak Tjokro,” kata Bung Karno.
Oohya! Baca juga ya:
Sering Bertemu Kai Mojo, Begini Penginjil Belanda Lakukan Kristenisasi di Tondano
Sebagai pimpinan Sarekat Islam, jaadwal Tjokroaminoto cukup padat pada waktu malam hari. maka, Bung Karno ikut ke mana pun Tjokroaminoto pergi.
Tjokroaminoto memiliki pengaruh yang besar terhadap rakyat. Isi pidato-pidatonya daging semua, istilah zaman sekarang.
Tapi, menurut Bung Karno, Tjokroaminoto memiliki kelemahan. “Setelah berkali-kali aku mengikutinya, aku menyadari bahwa dia tak pernah meninggikan atau merendahkan suaranya dalam pidato,” kata Bung Karno.
Intonasinya datar. Tjokroaminoto juga tak pernah menampilkan lelucon dalam pidatonya. “Pidato-pidatonya tidak bergaram,” kata Bung Karno yang tiap malamselalu menyertai Tjokroaminoto pergi setelah Bung Karno gagal malam pertama dengan Siti Utari.
Dari penampilan Tjoroaminoto itu, Bung Karno banyak belajar cara berpidato di muka orang banyak. Ia tak pernah membaca buku cara berpidato, tetapi selama di bangku HBS ia sering tampil di kelas.
Penampilannya membuat orang yang mendengarnya terpaku kepadanya. Ia bisa memainkan anggota tubuhnya saat berpidato. Bung Karno kemduian mendapat berkah.
Oohya! Baca juga ya:
Bidan Bule Sebut Menantu Sultan Keguguran, Dukun Bayi Bersumpah Bayi Masih Sehat
Tjokroaminoto juga selalu menggerakkana tangan saat berpidato. Bung Karno mempelajari cara ini lalu ia pakai untuk melihat respons pendengar.
Suatu malam, ternyata Tjokroaminoto tak bisa menghadiri undangan. Ia meminta Bung Karno remaja mewakilinya.
Hanya rapat kecil, tetapi Bung Karno memanfaatkan pertemuan itu. “Negeri kita, Saudara, adalah tanah yang subur, sehingga kalau orang menanamkan sebuah tongkat ke dalam tanah, maka tongkat itu akan tumbuh dan menjadi sebatang pohon,” kata Bung Karno membuka pembicaraan dengan kalem.
Ia lalu melanjutkan omongannya mengenai rakyat yang kekurangan. Yang selalu menderita karena kemelaratan.
“Puncak gunung menghisap awan di langit, turun ke bumi dan negeri kita diberi rahmat dengan hujan yang melimpah-limpah. Akan tetapi kita kekurangan makan dan perut kita menjerit-jerit kelaparan,” lanjut Bung Karno.
Oohya! Baca juga ya:
Cucu Sultan Hamengkubuwono VII Ini Pernah Dikeroyok 8 Perompak
Yang hadir berdiri mengiyakan. Bung Karno pun meninggikan suara. ”Saudara tahu apa sebabnya, Saudara-saudara?”
Bung Karno lalu mempersoalkan kehadiran penjajah yang menguras kekayaan bumi pertiwi. yang mereka suburkan dengan mayat-mayat.
Kehadiran Bung Karno berbicara mewakili Tjokroaminoto di rapat itu berhasil memikat hadirin. “Setelah mengikuti setiap pidatoku, maka kawan-kawan seperjuangan mulai mengerti lebih banyak tentang pendirianku,” kata Bung Karno.
Bung Karno mengenal persoalan politik dari diskusi-diskusi yang ia simak di rumah Tjokroaminoto. Juga dari rapat-rapat yang dihadiri Tjokroaminoto yang selalu juga dihadiri Bung Karno.
Tiap malam ia habis kan waktu dengan Tjokroaminoto setelah gagal malam pertama. Ia telah menikahi Siti Utari, anak Tjokroaminoto. Suatu saat Bung karno mendapat berkah dari aktivitasnya ini.
“Ikutilah anak ini. Dia diutus oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin besar kita. Aku bangga karena telah memberikan tempat berteduh di rumahku,” kata Tjokroaminoto.
Oohya! Baca juga ya:
Panglima Perang Diponegoro, Kiai Mojo, Disebut Kejam, Bawa Orang untuk Melawan Orang Kristen
“Anak muda ini, akan menjadi juru selamat dari rakyat Indonesia di masa yang akan datang,” kata Douwes Dekker yang mengenal Bung Karno di Bandung.
Bung Karno mendapat berkah setelah gagal malam pertama. Ia habiskan tiap malam bersama Tjokroaminoto membahas persoalan bangsa.
Pada Juni 1921, ia lulus HBS Surabaya. Tak diizinkan kuliah di Belanda, Bung Karno lalu kuliah di Bandung.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Bung Karno penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams (1986)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]