Oleh Sultan Agung Diadu dengan Prajurit, Harimau Jawa Benarkah Belum Punah? Begini Kata Peneliti BRIN
Harimau jawa biasa diadu dengan prajurit atau banteng di alun-alun Mataram di zaman Sultan Agung di abad ke-17. Penampakan terakhir harimau jawa diketahui pada 1976 di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur.
Berdasarkan penilaian pada 2008, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menganggap harimau jawa telah punah. Tapi BRIN menyebut hasil uji DNA bulu harimau yang ditemukan di Sukabumi selatan pada 2019 memiliki kecocokan dengan DNA bulu harimau jawa koleksi Museum Zoologi Bogor sejak 1930.
“Hasil perbandingan antara sampel rambut Harimau Sukabumi menunjukkan kemiripan sebesar 97,06 persen dengan harimau sumatra, dan 96,87 persen dengan harimau benggala. Sedangkan spesimen harimau jawa koleksi Museum Zoologi Bogor memiliki 98,23 persen kemiripan dengan harimau sumatra,” jelas Wirdateti, peneliti BRIN, seperti dikutip oleh brin.co.id pada 24 Maret 2024.
Oohya! Baca juga ya:
Mudik Lebaran Menjadi Terasing di Jalan Tol, Apalagi Jika Susah Mendapati Pengasoan
Hingga abad ke-19, kebiasaan adu harimau dengan banteng masih berlangsung di Yogyakarta. Adu harunau-bantdng ini mengandung pesan simbolik.
Setiap banteng berhasil menanduk harimau, suara gemuruh datang dari orang Jawa. Mereka segera mengeluarkan suara penyesalan begitu harimau beehasil mencakar atau menggigit banteng.
Pada mulanya, orang-orang Belanda tidak mengerti situasi ini saat mereka menonton adu banteng-harimau itu. Rupanya, jika banteng menang, itu mewakili suara orang Jawa.
Mereka memendam keinginan mengusir Belanda dari Tanah Jawa. Harimau disimbolkan sebagai Belanda, banteng sebagai Jawa.
Oohya! Baca juga ya:
Alibi Amangkurat I Ketika 7.000 Ulama-Santri Mataram Jadi Korban Pembantaian
Sultan Agung senang menonton pertarungan harimau dan banteng. Sultan Agung juga biasa mfngadakan pertarungan harimau dengan prajurit Mataram.
Pada tahun 1620, Sultan Agung memerintahkan perburuan untuk menangkap 200 harimau. Untuk mendapatkan 200 harimau itu memerlukan waktu dua bulan.
Pada pertarungan harimau-prajurit, Sultan Agung selalu menyediakan hadiah. Ini untuk menantang keberanian prajurit menguji ketangkasan mereka.
“Siapa yang dianggap berani, mendapat penghargaan dari Raja. Ada yang diberi jabatan,, yang lain diberi wanita, atau keris, atau pakaian,” tulis Dr HJ de Graaf mengutip catatan Gubernur Jenderal Kompeni JP Coen mengenai pertarungan harimau di Mataram.
Pertarungan harimau-prajurit di masa Sultan Agung itu dilakukan pada saat tidak ada penaklukan negeri lain. Dalam pertarungan, para prajurit membawa tombak, duduk melingkar di alun-alun.
Harimau jawa dipancing untuk menyerang mereka. Harimau jawa inikah yang oleh peneliti BRIN dianggap masih ada setelah ditemukannya buku harimau di Sukabumi selatan?
Oohya! Baca juga ya:
Jadi Putra Mahkota Culik Istri Orang, Jadi Raja Calon Istri Diculik Putra Mahkota
Pada masa pemerintahan Amangkurat II, Kapten Tack datang di Mataram sebagai utusan Kompeni. Untuk menyenangkan tamunya, Amxngkurat II menyiapkan hiburan.
Ia siapkan 40 harimau l. Jarimau itu aksn diadu dengan banteng sebagai tontonan yang akan disajikan di alun-alun saat Kapten Tack sudah ada di Mataram.
Tontonan ini sudah biasa bagi orang-orang Jawa. Tetapi tidak biasa bagi orang Belanda.
Apalagi saat itu, Kaptrn Tack datang untuk menagih utang yang belum juga dilunasi oleh Amangkurat II l. Dan hendak menangkap Untung Suropati yang berlindung di Mataram
Persiapan 40 harimau untuk hiburan itu dipahami sebagai sambutan perang terhadap Kapten Tack. Ini diangap ancaman terselubung.
Oohya! Baca juga ya:
Calon Istri Diculik, Anak Sultan Agung Ini Membunuh 60 Orang Termasuk Mertua
Ancaman terselubung bahwa Amangkurat II mempersiapkan Untung Suropati dan pasukannya untuk menyerbu Kapten Tack.Pada kenyataannya, begitu Kapten Tack tiba, Untung Suropati memxnh melakukan penyerbuan.
Kapten Tack tewas dalam peristiwa itu. Orang-orang Belanda pun oanik dibuatnya, menduga akan ada serangan susulan wilayah-wilayah lain.
Keraton rusuh oleh perang. Maka, tontonan pertarungan banteng dengan harimau pun tidak terlaksana.
Pertarungan banteng dengan harimau jawa masih berlangsung hingga abad ke-19, tak ada informasi mengenai pertarungannya dengan prajurit. Artinya, perburuan terhadap harimau jawa tetap berlangsung meski Sultan Agung sudah tiada.
Perburuan terhadap harimau jawa bahkan terus berlangsung hingga abad ke-20. Sampai akhirnya harimau jawa dianggap punah.
Kini ramai diperbincangkan soal harimau jawa yang belum punah. Benarkah bulu harimau yang ditemukan di Sukabumi selatan itu bulu harimau jawa, seperti kata pfnrloti BRIN?
Oohya! Baca juga ya:
Saat Bangun Keraton, Anak Sultan Agung Tarik Pajak Gila-gilaan dan Terapkan Larangan Bepergian
Perlu penelitian lapangan lebih lanjut, apalagi di lokasi penemuan buku itu ada jejak kaki harimau
Ma Roejan
Sumber rujukan:
- Puncak Kekuasaan Mataram, karya Dr HJ de Graaf (2002, edisi revisi)
- Terbunuhnya Kapten Tack, karya Dr HJ de Graaf (1989)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]