Lincak

Alibi Amangkurat I Ketika 7.000 Ulama-Santri Mataram Jadi Korban Pembantaian

Situs keraton Mataram di Plered. Amangkurat I memanggil Pangeran ALit yang mengawasi pembangunan keraton Plered. Ia lalu menyusun alibi kematian adiknya itu dan alibi pembantaian 7.000 ulama-santri.

Susuhunan Amangkurat I memerintahkan empat pejabat Mataram menyebar anak buahnya untuk mengumpulkan data para ulama di Mataram. Itu ia lakukan setelah ia berhasil menumpas pemberontakan Pangeran Alit, adiknya.

Setelah itu, Amangurat I tidak menampakkan diri di luar keraton. Ia menyibukkan diri dengan di dalam keraton dengan sidang-sidang peradilan. Begitulah alibi dibuat.

Selama ia sibuk di keraton, di luar keraton terjadi peristiwa yang menghebohkan. Sebelum peristiwa itu terjadi, ada bunyi tembakan, dan dalam waktu setengah setelah bunyi tembakan itu, kata utusan Kompeni Van Goens, 6.000 ulama-santri menjadi korban pembantaian dalam kondisi yang mengerikan. Hamka menyebut 7.000 ulama-santri.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Jadi Putra Mahkota Culik Istri Orang, Jadi Raja Calon Istri Diculik Putra Mahkota

Keesokan harinya, Amangkurat I mengadakan pertemuan. Selama satu jam, ia tidak berbicara sepatah kata pun, untuk memperlihatkan bahwa ia sedang geram atas peristiwa pembantaian massal itu.

Suasan pertemuan menjadi mencekam, tak ada yang berani mengangkat kepala, apalagi berbicara. Kepada Pangeran Purboyo, Amangkurat I kemudian berbicara, bahwa para ulama itu menjadi penyebab kematian Pangeran Alit.

Dalam pertemuan itu dihadirkan beberapa ulama yang tidak dibantai. Amangkurat menuduh mereka telah berencana mengangkat Pangeran Alit sebagai raja.

Meledakkan amarah, Amangkurat I lalu menyuruh perugas menyeret 7-8 pejabat Mataram yang ia curigai mendukung Pangeran Alit. Ia bunuh para pejabat itu beserta keluarganya.

Selesai itu, Amangkurat I masuk keraton kembali. Di tempat pertemuan, para pejabat yang sudah tua, yang diangkat pada masa Sultan Agung memerintah larut dalam suasana yang mencekam.

Oohya! Baca juga ya:

Saat Bangun Keraton, Anak Sultan Agung Tarik Pajak Gila-gilaan dan Terapkan Larangan Bepergian

Ketika Pangeran Alit tewas, Amangkurat I juga membuat alibi. Bukan karena perintahnyalah Pangeran Alit terbunuh.

Saat itu, tahun 1648, Pangeram Alit sedang mengawasi pembangunan keraton di Plered. Tayem, pembantu wanita, mendapat tugas dari Amangkurat I untuk memanggilnya.

Begitu tiba di keraton Kerto, dua kepala tumenggung pengasuh Pangeran Alit dilemparkan ke hadapannya oleh Amangkurat I. Amangkurat I menuduh adiknya berada di belakang para tumenggung yang akan memberontak itu.

Penyelidikan dilakukan, para pengikut Pangeran Alit ditangkap, diinterogasi, dan disiksa. Dengan tujuan menyelamatkan diri, mereka menyebut beberapa ulama, tetapi usaha mereka sia-sia. Mereka dibunuh.

Pangeran Alit terbakar emosinya. Bersama 50-60 pengikutnya yang tersisa, dari 300 orang, menyatakan perang. Saat Amangkurat I mengadakan pertemuan di alun-alun, Pangeran Alit datang.

Para pengawal raja segera bertindak menyerang pengikut Pangeran Alit. Sebanyak 20 pengawal raja menjadi korban tombak Pangeran Alit.

Oohya! Baca juga ya:

Bicara Simbol, Beda Jokowi dengan Sunan Kudus dalam Membangun Kota

Pangeran Alit terus berusaha mencapai tempat Amangkurat I. Tetapi para pengawal terus mencegahnya.

Seorang raden yang sudah tua, kesayangan Amangkurat I, terbunuh oleh tombaknya. Amangkurat I pun memerintahkan para pejabat untuk menyadarkan Pangeran Alit. Begitulah alibi dibuat.

“Tangan saya bersih dari darah adik saya,” kata Amangkurat I.

Sebelum masuk ke keraton, Amangkurat menyerahkan urusan Pangeran Alit kepada Pangeran Purboyo. Amangkurat I memberi kesempatan kepada pengawalnya untuk membela diri.

Aksi membela diri inilah yang dianggap oleh Amangkurat I menjadi penyebab kematian Pangeran Alit. Jadi, terkesan tak ada perintah untuk membunuh Pangeran Alit.

Oohya! Baca juga ya:

Ikut Garebek (Grebeg) Besar di Demak Disebut Setara dengan Naik Haji, Lho Lho Lho Bagaimana Urusannya?

Seperti halnya kasus pembantaian 7.000 ulama-santri, tindakan Amangkurat I juga dikesankan tak ada perintah darinya untuk membantai ulama-santri Mataram itu.

Padahal, empat pejabat yang mengerahkan anak buah untuk mendata para ulama-santri atas perintah Amangkurat I. Kemudian melakukan pembanaian secara serempak juga atas perintah Amangkurat I.

Begitulah alibi yang disusun dengan rapi oleh Amangkurat I, yang pada tiga tahun pertama pemerintahannya bertindak cukup keras. Beberapa pejabat yang sudah tua juga ia bunuh demi memuluskan pengangkatan pejabat-pejabat baru yang muda-muda.

Sebelum terjadi pembantaian ulama-santri, Tumenggung Wiroguno yang pada 1637 melaporkan penculikan istrinya kepada Pangeran Alit, juga disingkirkan oleh Amangkurat I dengan cara halus. Ia kirim maju ke medan perang di Blambangan.

Ini juga alibi, karena Wiroguno mati bukan karena perang. Ia mati dibunuh oleh Ngabei Wirapatra, tapi dikesankan mati di medan perang.

Wirapatra kemudian naik jabatan setelah Wiroguno disingkirkan. Wirapatra termasuk salah satu dari empat pejabat yang disuruh Amangkurat I mengerahkan anak buahnya untuk mendata para ulama sebelum dibantai.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
- Dari Perbendaharaan Lama, karya Prof Dr Hamka (1994)
- Disitegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I, karya Dr HJ de Graaf (1987)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]