Kata-Kata Penggugah Semangat dari Tabrani, Pencetus Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan
Pemuda Madura, yang menjadi motor Jong Java, tidak hanya dikenal sebagai pencetus bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Tabrani, nama pemuda itu, juga dikenal sebagai ketua panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertama yang memiliki kata-kata penggugah semangat.
Selain menggelorakan bahasa persatuan untuk mempercepat proses pergerakan kemerdekaan, ia juga menggelorakan persatuan Indonesia Raya. Ada banyak kata-kata penggugah semangat persatuan Indonesia yang dilontarkan Tabrani pada masa muda:
1. Selagi dalam dunia pemuda-pemuda kita tak ada perasaan kebangsaan Indonesia yaitu perasaan persatuan anak-Indonesia, selamanya tidak akan timbul perasaan itu dalam dunia bangsa kita jang sudah tua, tua dalam makna bukan muda. (Tabrani, Hindia Baroe, 9 Januari 1926).
2. Bahwa haluan Indonesia Raya ini mesti membawa propaganda “lepas dari Nederland” itulah cuma dapat dikemukakan oleh orang yang berotak kepiting semata-mata. Bahwa haluan Indonesia Raya ini boleh menyebabkan “lepas dari Nederland” itulah kita tak akan sangkal (Tabrani, Hindia Baroe, 12 Januari 1926).
Oohya! Baca juga ya: Layak Jadi Pahlawan Nasional, Pemuda Madura Ini Cetuskan Bahasa Indonesia Gara-gara Tersinggung oleh Belanda
3. Maka maksud kita dengan pergerakan penerbitan bahasa Indonesia itu lain tidak supaya pergerakan persatuan anak-Indonesia akan bertambah keras dan cepat (Tabrani, Hindia Baroe, 11 Februari 1926).
4. Kita memajukan buah pena dan buah pikiran kita ini, disebabkan kita berkeyakinan bahwa memang wajib kitalah memberi obor kepada kebanyakan orang dari bangsa kita yang seolah-olah memang disengaja ditinggalkan dalam dunia gelap yang wajib. (Tabrani, Hindia Baroe, 6 Februari 1926).
5. Dari itu pemerintah diwajibkan –yaitoe jika pemerintah sungguh mau mementingkan keperluan kita dan bekerja bersama-sama kita – meuraikan segala berita-beritanya dalam bahasa Indonesia (Melajoe-gampang) dan bahasa Belanda (Tabrani, Hindia Baroe, 6 Februari 1926).
6. Rakyat kita rupanya sudah lupa kepada hikayat yang dikasihnya oleh nenek moyang kita kepada kita yaitu hikayatnya suatu santri yang disuruhnya oleh kiainya mematahkan satu sapu lidi. Dapatkah santri itu mematahkannya? Tentu tidak, bukan?
Begitu juga tentang pergerakan kita ini. Anak-anak Hindia terikat oleh “kemauan satu” mesti merebut kemerdekaan kita dengan jalan yang sempurna (Tabrani, Hindia Baroe, 21 Juli 1925).
Oohya! Baca juga ya: Raffles Bercerita, Belanda Telah Ditipu oleh Bupati Grobogan
7. Tapi sekalian bangsa kita di seluruh Indonesia mestilah menganggap badannya sebagai bangsa Indonesia yang tak merdeka. Dan sebagai bangsa Indonesia itulah kita sekalian diwajibkan senantiasa berusaha dan berikhtiar bagaimana akal supaya tanah air kita Indonesia terperintah oleh bangsa kita Indonesia sendiri. Perasaan anak-Indonesia lambat-laun melekat pada tubuh tiap-tiap bangsa kita (Tabrani, Hindia Baroe, 4 Januari 1926).
8. Bahasa Belanda merajalela terhadap kepada bangsa kita, terikatlah bangsa kita. Begitu juga dengan kita sendiri.
Oleh karena kuping kita biasa mendengarkan bahasa Belanda, berdirilah bulu badan kita, jika kita mendengar lain bahasa, biarpun bahasa yang lain itu, bahasa kita sendiri.
Oleh karena kita biasa menulis dalam bahasa Belanda, sukarlah kita menulis pikiran dan pemandangan kita dalam bahasa kita sendiri.
Oleh karena kita biasa memikir dalam bahasa Belanda, tak gampanglah kita memikirkan tentang apa-apa dalam bahasa kita sendiri (Tabrani, Hindia Baroe, 11 Februari 1926).
9. Dari itu tidak waraslah otak orang yang berhaloean “Groot-Nederland” dalam mana sekalian bangsa kita Indonesia akan dibuatnya bangsa Belanda. Haluan sebagai itu berbahaya dan mesti merusakkan perhubungan antara Indonesia dan Nederland (Tabrani, Hindia Baroe, 12 Januari 1926).
10. Pura-pura tidak mau tahu dengan bahasa Indonesia berarti: mempunyai telinga tetapi tidak mendengar! (Tabrani, Pemandangan, 29 November 1938).
11. Ketika pemerintah kota Batavia lebih mementingkan peerbaikan jalan raya daripada perbaikan kampung-kampung, Tabrani berkomentar: Maka kita terpaksa memperbandingkan beleid Gemeente itu sebagai beleid nyonya rumah, yang lebih suka berpakaian necis (biar menarik perhatian, bukan?), serambi muka kelihatan bersih, sedang bagian dapur, belakang, kamar dibiarkan seperti kandang kerbau! (Tabrani, Pemandangan, 10 November 1938).
Oohya! Baca juga ya: Raffles dan Bule Australia Pernah Membahas Kebaya Janggan yang Dikenakan Dian Sastro di 'Gadis Kretek'
12. Pada waktu kita berbicara dalam bahasa Indonesia selaku anggota Provinciale Raad Jawa Timur (kalau tidak khilaf dalam tahun 1933, jadi sebelum Kongres Bahasa Indonesia di Solo) kita mendapat muka masam bukan saja dari tuan gupernur selaku voorzitter tetapi juga dari sebagian besar anggota Indonesia. (Tabrani, Pemandangan, 14 Desember 1938).
Priyantono Oemar
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com