Setelah 45 Tahun, Dua Ketua Panitia Kongres Pemuda Ini Masih Harus Membantah Hoaks tentang Kongres Pemuda
Kongres Pemuda Indonesia Pertama dan Kedua sudah lama berlalu. Hoaks mengenai keduanya masih terus beredar.
Hoaks yang berkaitan dengan Kongres Pemuda Indonesia Pertama adalah tidak adanya keputusan kongres karena kongres didominasi oleh kubu pemuda teosofi. Sedangkan hoaks yang berkaitan dengan Kongres Pemuda Indonesia Kedua adalah adanya Dewan Pemikir (braintrust) di kepanitiaan, adanya gadis yang memimpin peserta kongres menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Hoaks mengenai kubu teosofi itu, menurut Tabrani, ditulis oleh Mardanus Safwan di buku Peranan Gedung Kramat Raya No 106 dalam Melahirkan Sumpah Pemuda. Buku ini terbit pada 1973.
Oohya! Baca juga ya: Ini Dia Pemuda Istimewa, Satu-satunya Pemuda yang Berpidato di Dua Kongres Pemuda Indonesia
Mardanus menyebut, kongres tidak bisa mengambil kesepakatan mengenai fusi organisasi pemuda karena tiga sebab. Pertama, masih ada keraguan terhadap kegunaan persatuan.
Kedua, masih ada kesalahpahaman mengenai perlunya fusi. Ketiga, adanya pandangan yang berbeda yang pemuda teosofi (Dienaren van Indie) mengenai persatuan Indonesia.
Pemuda teosofi ini, kata Mardanus, peranannya sangat dominan di kongres. Maka, Tabrani selaku ketua panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertama, perlu membantahnya.
Penyebab pertama dan kedua, tak ada yang perlu dibantahTabrani. Namun, penyebab ketiga, kata Tabrani, “Sama sekali tidak benar.”
Oohya! Baca juga ya: Ada Orang Grobogan yang Menjadi Orang Penting di Kereta Api Cepat dan Tranpsortasi Jakarta
Dari mulai persiapan hingga pelaksaan, para pemuda tidak pernah menyinggung nama Dienaren van Indie. “Sebabnya tidak lain karena Orde der Dienaren van Indie (begitu nama lengkapnya) tidak ikut dalam Kongres Pemuda Indonesia Pertama,” kata Tabrani.
Tabrani mengakui, dia adalah anggota Dieanern van India. Demikian juga halnya Yamin, Suwarso, Djamaludin Adinegoro, Hamami, yang juga anggota Dienaren van Indie.
“Tetapi kelima pemuda tersebut duduk dalam panitia kongres dan ikut berbicara dalam kongres semata-mata sebagai eksponen (pemuda-pemuda terkemuka) darpada Jong Java (Suwarso dan M Tabrani), Jong Sumatranen Bond (M Yamin dan Djamaludin), dan Sekar Rukun (Hamami),” jelas Tabrani.
Oohya! Baca juga ya: Ketika Penduduk Grobogan Tuntut Irigasi Malah Dicekoki Singkong, Penduduk Cilegon dan Gedangan Sudah Berontak
Tabrani juga membantah tuduhan bahwa Dienaren van Indie adalah organisasi teosofi. Anggota Dienaren van Indie ada lebih dari 50 anggota, hanya dua yang menjadi anggota Perhimpunan Teosofi, yaitu P Fournier dan AJH van Leeuwen.
“Orde Dienaren van Indie bukan bagian atau onderbouw daripada Perhimpunan Teosofi atau lain-lain perhimpunan. Ia berdiri sendiri, zelfstandig, bebas,” jelas Tabrani.
Di bagian lain di bukunya, Mardanus juga menyebut pemuda dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) berpidato di Kongres Pemuda Indonesia Pertama membawakan tema "Indonesia Bersatu". Baik Tabrani dan Sugondo Joyopuspito (ketua panitia Kongres Pemuda Indonesia Kedua) membantah tulisan ini.
Pidato "Indonesia Bersatu", menurut Tabrani, dibawakan oleh Sumarto, sekretaris panitia kongres yang berasal dari Jong Java. Pada saat kongres diadakan, PPPI belum ada. PPPI baru berdiri pada September 1926, empat bulan setelah Kongres Pemuda Indonesia Pertama.
Oohya! Baca juga ya: Pejabat Berdebat Soal Irigasi di Grobogan, Apakah Penduduk Puas dengan Makan Singkong?
Dalam hal hoaks mengenai adanya gadis yang memimpin peserta kongres menyanyikan lagu “Indonesia Raya”, hal itu juga tidak benar. WR Supratman selaku pencipta lagunya, membawakannya dengan biola. Liriknya tidak dinyanyikan.
Menurut Sugondo, para peserta kongres baru menyanyikan lagu "Indonesia Raya" pada saat acara penutupan kegiatan kongres. Penutupan itu dilakukan pada 28 Desember 1928, dua bulan setelah Kongres Pemuda Indonesia Kedua.
“Pada rapat penutupan itu, ‘Indonesia Raya’ dinyanyikan bersama-sama oleh hadirin. Para penyanyi kelihatan sedikit tersenyum, oleh karena seorang utusan dari Solo terdengar terang suaranya dengan nada ‘pelok’,” kata Sugondo.
Oohya! Baca juga ya: Bencana Kelaparan Membuat Penduduk Grobogan Tinggal 9.000 Jiwa, Ini yang Dilakukan Gubernur Jenderal
Hoaks mengenai braintrust (dewan pemikir/dewan otak) juag disebut oleh Mardanus di bukunya. Mardanus menyebut dewan pemikir itu ada sembilan orang. Antara lain Dr Mr Muh Nazif, A Manonutu, Mr Sartono, Mr Sunario, Amir Syarifuddin, Sunarko, Muh Yamin, Sigit.
Sugondo bingung mengenai hoaks dewan pemikir ini. Untuk apa? Untuk merancang taktik dan strategi Sumpah Pemuda?
“Saya kira pekerjaan ini tidak memerlukan perencanaan yang rumit yang harus disusun oleh ‘Dewan Otak’, yang terdiri dari Sembilan orang sarjana dan calon sarjana,” kata Sugondo.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
45 Tahun Sumpah Pemuda karya Subagijo Reksodiputo dan Soebagijo IN (1974)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]