Kendeng

Keturunan Raja Majapahit Itu Harus Masuk Hutan Jati Dekat Grobogan untuk Bangun Taman Mini Indonesia Indah

Salah satu kayu jati yang dipilih oleh keturunan Raja Majapahit Brawijaya V di hutan jati di Randublatung, dekat Grobogan, Jawa Tengah. Kayu ini akan digunakan untk tiang utama pendopo agung di TMII.

Wilayah Grobogan dan Blora di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, memiliki kawasan hutan jati yang bagus kualitasnya. Pada abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda bahkan memonopoli bisnis kayu jati dari daerah ini.

Pada saat pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dilakukan, dibutuhkan kayu jati yang berkualitas bagus. Yang diperlukan adalah kayu yang berdiameter besar, batangnya lurus, dan pohonnya tinggi.

Untuk mendapatkan kayu jati sebagus itu, pilihannya harus mencari ke hutan jati di wilayah Grobogan dan Blora. Untuk apa kayu-kayu jati itu?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Proyek Taman Mini Indonesia Indah adalah proyek menghadirkan Indonesia yang besar dalam sebuah miniatur. Ada miniatur kepulauan Indonesia yang dibangun di lahan seluas 8,5 hektare.

Oohya! Baca juga ya: Soal 'Putra-Putri Terbaik Bangsa' ITB yang Banyak Menganggur, Anies Baswedan Singgung Institusi Talent Pool

Luas keseluruhan kompleks TMII yang disiapkan sekitar 100 hektare. Di dalamnya dibangun Museum Indonesia, Gedung Pusat Percontohan Niaga, rumah ibadah dari agama yang ada di Indonesia.

Taman buah, taman bunga, taman burung juga disiapkan. Restoran, warung, tempat pameran tentu tak ketinggalan.

Kereta gantung yang bisa digunakan untuk melihat minatur kepualauan Indonesia juga ada. Alat-alat transportasi tradisional menjadi pelengkap. Ada andong, dokar, kereta api bumel. Di miniatur kepulauan Indonesia disediakan sepeda air.

Empat tiang utama di Pendopo Agung Ssono Utomo TMII. Empat tiang itu berukir epos wayang Ramayana.

Yang utama di TMII untuk menggambarkan kebinekaan Indonesia adalah rumah-rumah adat yang mewakili setiap provinsi. Saat proyek ini dikerjakan, Indonesi abaru memiliki 26 provinsi.

Rumah-rumah adat dibangun di atas garis lurus menghadap ke Tugu Api Pancasila dan Gerbang TMII. Tugu Api Pancasila dibangun setunggi 45 meter dengan puncak berupa lidah api abadi.

Pusat dari seluruh rumah adat yang ada di TMII adalah Pendopo Agung Sasoso Utomo dan Sasono Langen Budoyo.

Oohya! Baca juga ya: Membahas Usulan Nama Lokal untuk Nederlandsch Nieuw Guinea, Belanda Tolak Nama Irian

Pendopo agung ini memerlukan tiang utama. Ada empat tiang utama.

Pemahat terkenal, Pak Agung panggilannya, mengukir empat tiang utama itu. Menggunakan gaya ukir Jepara, tiang-tiang itu dihiasi epos cerita pewayangan. Cerita Mahabarata apa Ramayana ya yang diukir?

Yang dipilih ternyata cerita Ramayana. Masing-masing tiang lantas diberi nama sesuai isi cerita yang diukir di permukaannya.

Tiang Utama Pertama disebut “Pengabdian Seorang Putra tehadap Orang Tuanya”. Tiang Utama Kedua diberi nama “Keselarasan Abadi dan Kesetiaan Seorang Adik terhadap Kakaknya”.

Oohya! Baca juga ya:

Alumni ITB tidak Ada yang Jadi Bacapres, Anies Baswedan Salahkan Bunyi Spanduk Saat Sambut Mahasiswa Baru

Sedangkan Tiang Utama Ketiga diberi nama “Tugas Secara Ksatria membebaskan Dunia yang tidak Tenang Demi Keadilan dan Kebenaran”. Untuk Tiang Utama Keempat diberi nama “pengabdian Suci, Kesetiaan, dan Kasih Sayang Seorang Istri kepada Suaminya dan Tanggung Jawab, Kasih Sayang Tumpuan Cinta Sejati Seorang Laki-Laki kepada Istrinya”
Panjang-panjang ya, namanya. Jika tiang-tiang itu diberi KTP, pasti tidak muat namanya ditulis di KTP.

Oohya! Baca juga ya:

Pemimpin Koreri Ini Orang Asli Papua tetapi Bernama Bin Damai, Mengapa Belanda Tangkap Dia?

Presiden Asosiasi Pariwisata Asia Pasifik bersama Ibu Tien Soeharto berdiri di dekat salah satu tiang utama Pendopo AGung Sasoso Utomo pada 1987. Ibu Tien menerima penghargaan untuk TMII.

Tiang-tiang itu berdiri di balairung pendopo. Lampu kristal bohemian bergantung di langit-langit pendopo. Tiang-tiang yang menjulang tinggi dan berukir indah itu lantas menjadi pusat perhatian.

Dari mana kayu jati untuk tiang utama itu? Dalam perencanaan, Ibu Tien Soeharto menetapkan kayu jati yang diperlukan. Kayunya harus lebar, lurus, dan pohonny aharus tinggi.

Oohya! Baca juga ya:

Naik Kereta Api... Whoosh Whoosh Whoosh... Siapa Hendak Turut? Hus....

Maka panitia pergi ke Randublatung, wilayah di Kabupaten Blora yang terletak di perbatasan sebelah timur Kabupaten Grobogan. Kesatuan Pemangkuan Hutan Randublatung mencakup hutan di wilayah Blora dan Groroban.

Grobogan adalah tanah leluhur Ibu Tien Soeharto. Ibu Tien merupakan keturunan ke-17 dari Ki Ageng Selo. Guru mengaji Joko Tingkir ini merupakan cucu dari Bondan Kejawan.

Sedangkan Bondan Kejawan merupakan anak Raja Majapahit Brawijaya V. Bondan Kejawan dibuang ke Grobogan. Menjadi menantu Joko Tingkir, Bondan Kejawan memiliki cucu bernama Ki Ageng Selo.

Berarti, Ibu Tien bukan hanya keturunan ke-17 dari Ki AgengSelo. Ibu Tien Soeharto juga keturunan ke-20 dari Brawijaya V.

Oohya! Baca juga ya: Mengapa Putri Ariani dan 9 Finalis Lainnya Kalah Suara dari Anjing Bernama Hurricane?

Saat ke Randublatung untuk mencari kayu jati itu, Ibu Tien Soeharto naik Jeep. Ratusan pohon jati yang telah berumur ratusan tahun telah ditebang.

Dengan syarat yang telah ia tetapkan, Ibu Tien Soeharto memilih empat batang kayu jati untuk tiang utama pendopo. Itulah kisahnya.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
- Ki Ageng Selo karya T Wedy Utomo (1981)
- Siti Hartinah Soeharto Ibu Utama Indonesia karya Abdul Gafur (1992)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Di Grobogan Ada Tanah yang oleh Raffles Dihadiahkan kepada Pakualam