Egek

Pemimpin Koreri Ini Orang Asli Papua tetapi Bernama Bin Damai, Mengapa Belanda Tangkap Dia?

Perisai yang digunakan oleh pengikut gerakan Koreri di Papua untuk melawan kekuatan asing, Belanda. Foto ini dimuat di buku 'Koreri' karya Freerk Ch Kamma, edisi bahasa Inggris (1972)

Manarmakeri memberinya nama Bin Damai pada 1938. Lalu Bin Damai diperintah untuk memimpin gerakan Koreri karena Nieuw Guinea tidak lama lagi akan memasuki masa perang.

Namun, Manarmakeri mengingatkan agar Bin Damai tidak menumpahkah darah. Untuk menjaga perdamaian di Nieuw Guiena itu, Bin Damai juga diminta membuat bendera berwarna biru, putih, merah.

Itu adalah bendera yang disebut Manarmakeri akan berkibar di seluruh Nieuw Guinea. Menurut Manarmakeri, biru, putih, dan merah itu artinya “kesetiaan, perdamaian, dan keberanian” atau “perdamaian atau perang turun dari atas”.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Siapa Manarmakeri? Dalam legenda masyarakat Biak, Manarmakeri adalah orang tua kurus kudisan, tetapi suci dan memiliki kekuatan.

Oohya! Baca juga ya: Alumni ITB tidak Ada yang Jadi Bacapres, Anies Baswedan Salahkan Bunyi Spanduk Saat Sambut Mahasiswa Baru

Ia disimbolkan sebagai ratu adil. Ia dicita-citakan suatu saat akan datang lagi untuk memberikan kehidupan yang damai di Papua.

Legenda ini sudah ada sebelum orang Eropa datang di Papua. Pada 1954, Freerk Ch Kamma menulis detail mengenai legenda ini.

Ia berkesempatan bergaul dengan masyarakat Biak, bersoalisasi dalam bahasa Biak, ketika ia bertugas di Biak pada 1932-1942. Penelitian disertasinya ia kembangkan dari pergaulan 11 tahun itu.

Dianggap sebagai ratu adil, maka, seperti halnya yang terjadi Jawa, ada orang-orang yang mengambil keuntungan dengan mengaku sebagai titisan dari ratu adil itu. Manarmakeri dikenal juga sebagai Kayan Sanau, Kayan Biak, dan Manseren Mangundi.

Oohya! Baca juga ya: Papua Selatan, Mengapa tidak Memakai Nama Irian Selatan yang Memiliki Makna Bagus dalam Bahasa Marind?

“Berkali-kali bermunculan penipu yang mengaku: ‘Saya Manseren Mangundi’,” tulis FJF van Hasselt pada 1910. Lalu, orang-orang puan akan berduyun-duyun mendatanginya.

Kepada setiap orang yang mendatanginya, orang itu akan menjanjikan berbagai keajaiban yang bisa ia lakukan. Ia mengaku bisa menyulap kapas menjadi gelang emas. Bahkan termasuk menghidupkan orang yang sudah meninggal.

Namun, sebelum ia membuktikan janjinya, ia meminta bayaran terlebih dulu. Karena tak ada bukti, orang-orang pun meninggalkannya setelah merasa tertipu.

Munculnya Manamakeri atau Manseren Mangundi memang selalu ditunggu-tunggu. Sebab, datangnya orang-orang asing di Biak menguatkan pandangan mereka bahwa Koreri memang perlu segera disiapkan.

Gerakan perlawanan terhadap kekuatan asing itu memerlukan ratu adil yang menjadi pemimpinnya. Itu menjadi kesempatan bagi orang-orang yang bermaksud mengambil keuntungan pribadi.

Pada 1925 muncul Manseren Mangundi di Yapen untuk memimpin gerakan melawan kekuatan asing. Pemerintah Hindia-Belanda harus menghentikan gerakan Koreri itu karena dianggap menganggu stabilitas sosial politik.

Adalah Sumera yang mengaku sebagai Manseren Mangundi. Saat mengambil tuak, ia didatangi awan lalu dibawa ke surga bertemu dengan Manarmakeri selama tiga hari. Ia kemudian diminta pulang ke bumi.

Di bumi ia harus meminta masyarakat segera menyiapkan segala makanan yang diperlukan dan membuang semua barang dari orang asing. Masyarakat pun mematuhinya, sehingga membuat pemerintah tutun tangan.

Pada mulanya, orang-orang Serui mematuhinya, tetapi kemudian kecewa dan mengejeknya. Ia bersembunyi di hutan ketika pemerintah hendak memeriksanya.

Oohya! Baca juga ya: Masyarakat Desa Namo di Sulawesi Tengah Menjaga Hutan Desa dengan Hukum Adat

Tahun-tahun berikutnya masih juga ada. Dan pada 1938, muncullah Bin Damai. Orang asli Papua yang memiliki nama asli Inserensowek. Ketika masuk Kristen diganti nama menjadi Angganita.

Oleh Manarmakeri diganti menjadi Bin Damai. Bin Damai mendapat bisikan panjang dari Manarmakeri saat ia sedang sakit dan tak sembuh-sembuh.

“Saya telah melihat kesengsaraanmu, dan semua yang harus kamu tanggung, penderitaan dan penganiayaan dan semua penindasan yang dilakukan oleh orang asing,” kata Manarmakeri.

Kemudian Manarmakeri menjanjikan kerajaan untuknya dengan kedamaian selama-lamanya. “Karena itu namamu adalah: Bin Damai atau Nona Mas ro Judea (Wanita Damai atau Gadis Emas Yudea),” ujar Manarmakeri.

Bin Damai sewaktu kecil tinggal di pulau kecil bernama Insumbabi. Pulau ini kemudian ia ganti dengan nama Yudea.

Oohya! Baca juga ya: Menonton Wayang, Ruslan Abdulgani Bertanya kepada Sukarno: Mengapa Penjahat di Kiri dan Pahlawan di Kanan?

Karena masyarakat Papua suka perang, maka Manarmakeri meminta Bin Damai memimpin gerakan Koreri untuk melawan kekuatan asing. Tapi ia melarang terjadinya pertumpahan darah.

Disuruh berperang tapi harus menghindari pertumbahan darah, bagaimana bisa? Menurut Manermakeri, pertumpahan darah akan menggalangi mereka menuju Koreri.

Karena Kamma menceritakannya dalam bahasa Belanda, maka perintah mengibarkan bendera biru, putih, merah pun disebut:

En dit zal het teken zijn voor u allen: de vlag, die over geheel Nieuw Guinea zal waaien n.l. blauw, wit en rood: trouw, vrede en moed, of: van boven daalt vrede of oorlog neer.

(Dan inilah tandanya bagi kalian semua: bendera yang akan berkibar di seluruh Nieuw Guinea, yaitu biru, putih dan merah: kesetiaan, perdamaian dan keberanian, atau: perdamaian atau perang turun dari atas.)

Saat itu, orang-orang Belanda mengenal Papua sebagai Nieuw Guinea. Mereka mengenalnya sebagai Irian.

Penduduk Papua berkulit hitam dan berambut keriting, seperti penduduk Guinea di Afrika. Oleh karena itu, orang Belanda menyebutnya sebagai Nieuw Guinea. Guenia Baru.

Oohya! Baca juga ya: Tak Mengindahkan Saran Istri AH Nasution Setelah G30S/PKI, Dewi Sukarno Malah Terbuai Bujukan Subandrio

Namun, kata Kamma, orang Papua tidak menyebut tanah mereka sebagai Papua ataupun Nieuw Guinea. Manarmakeri menulis lagu yang menyebut bahwa Nieuw Guinea dikenal penduduk Papua sebagai Irian. 

Bapa Kayan Sanau (Manarmakeri) bangkitlah, Engkau suci.
Engkau menutupi sinar matahari di Gunung Yamnaibori, gunung para gadis (putri) Biak.
Agar kita bisa membawa berkahnya dan berangkat ke Pulau Irian.
Sebab mataku telah melihat munculnya bintang kejora (Makben = bintang babi), yang tidak muncul di Kumamba di sebelah timur.

Oohya! Baca juga ya: Mengapa Putri Ariani dan 9 Finalis Lainnya Kalah Suara dari Anjing Bernama Hurricane?

Polisi Belanda pada Mei 1942 menangkap Bin Damai. Ia dianggap mengganggu ketertiban umum. Pengikut Koreri yang dipimpin Bin Damai pernah bentrok dengan polisi Belanda.

Ada polisi yang meninggal akibat bentrokan itu. Polisi Belanda kemudian membakar rumah-rumah pendukung Koreri di Pulau Insumbabi.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- De Messianse Koreri-Bewegingen in het Biaks-Noemfoors Cultuurgebied karya Freerk Christiaans Kamma (disertasi, 1954)
- Petrus Kafiar, De Biaksche Evangelist karya FJF van Hasselt (1910)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]