Egek

Masyarakat Desa Namo di Sulawesi Tengah Menjaga Hutan Desa dengan Hukum Adat

Mengelola hutan desa, masyarakat Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mengatur cara panen rotan secara bergilir. Jika ada yang melanggar akan disidang secara adat untuk diberi sanksi adat. Foto memperlihatkan rotan hasil panen direndam terlebih dulu sebelum diproses lebih lanjut (foto: priyantono oemar).
Mengelola hutan desa, masyarakat Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mengatur cara panen rotan secara bergilir. Jika ada yang melanggar akan disidang secara adat untuk diberi sanksi adat. Foto memperlihatkan rotan hasil panen direndam terlebih dulu sebelum diproses lebih lanjut (foto: priyantono oemar).

Hutan desa di Desa Namo, Kecataman Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, dikelola berdasarkan hukum adat.

Masyarakat Desa Namo mengandalkan rotan dan bambu untuk perekonomian mereka. Rotan dan bambu itu mereka dapatkan dari hutan di desa mereka. Ada hutan seluas 490 hektare di Desa Namo yang telah ditetapkan sebagai hutan desa oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Desa yang berada di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, itu menjaga kelestarian hutan dengan cara panen rotan bergilir. Mereka menetapkan lokasi rotan yang harus dipanen berdasarkan kesepakatan. Jika ada petani yang memanen di lokasi yang belum ditetapkan, akan dikenai sanksi.

Jika yang dipanen ditetapkan lokasi di Kalapini dan Raramanga, misalnya, tetapi ada yang memanen di tempat lain, maka warga pelanggar akan diberi teguran. Jika teguran diabaikan, kasusnya akan dibawa ke lobo (rumah adat) untuk dibahas secara adat. Nilai sanksi bisa mencapai Rp 10 juta, jika pelanggar melakukan penghinaan. Istilahnya nehauru, menghina atau melawan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Hukum adat yang selama ini mereka berlakukan memang tetap dipertahankan dalam pengelolaan hutan desa itu. Bahkan, hukum adat ini juga sudah dituangkan dalam peraturan desa. Tiap minggu dilakukan patroli agar rotan di hutan desa tidak diambil oleh warga desa lain.

Rotan dijual ke pemesan dari Surakarta. Pesannya mencapai 6.000 ton. Selain rotan, bambu juga menjadi andalan dari hutan desa di Namo. Bambu sudah diolah menjadi mebel. Tetapi, pembuatannya masih berdasarkan pemesanan. "Untuk kursi bambu harganya variatif, bergantung pada pesanan desainnya, paling murah Rp 500 ribu, paling mahal Rp 2 juta," ungkap Anwar, perajin mebel bambu.

Priyantono Oemar