Sekapur Sirih

Berkaca pada Hilirisasi yang Dibicarakan Selepas Debat Cawapres

Para calon wakil presiden berfoto bersamai seusai Debat Cawapres Pilpres 2024. Pada acara debat ini istilah hilirisasi sering disebut.

Oleh Abdullah Muzi Marpaung, Dosen Teknologi Pangan Swiss German University, pencinta Bahasa dan Sastra Indonesia

Pada kata hilirisasi yang mendadak ramai dipercakapkan selepas debat calon wakil presiden (cawapres) beberapa waktu lalu kita dapat berkaca untuk meninjau kembali ke arah mana bahasa Indonesia hendak kita kembangkan. Meski tak jelas kapan pertama kali diperkenalkan, ia paling tidak telah digunakan oleh Kementerian Perindustrian sejak tahun 2010 (https://kemenperin.go.id/artikel/5118/Hilirisasi-).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ia pun bukanlah kata yang jarang dipercakapkan. Berdasarkan mesin pencari Google, sejak tahun 2010 terdapat lebih dari tujuh juta entri yang memuat kata hilirisasi.

Sebagai pembanding, kata otomatisasi termuat dalam sekitar 4,24 juta entri, dan industrialisasi termuat dalam sekitar 1,4 juta entri. Sementara itu, pada karya ilmiah yang tedokumentasi pada Google Scholar, hilirisasi dijumpai pada 6,240 entri, masih jauh lebih sedikit daripada otomatisasi (43,700 entri) dan industrialisasi (23,900 entri).

Hilirisasi telah tercatat sebagai satu entri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/hilirisasi), sebagai alternatif untuk penghiliran (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/penghiliran), yang dideskripsikan sebagai nomina yang memiliki arti (1) proses, cara, perbuatan menghilirkan atau (2) proses, cara, perbuatan untuk melakukan pengolahan bahan baku menjadi barang siap pakai.

Oohya! Baca juga ya: Setelah Untung Suropati Pawai dan Gending Kemenangan ‘Banyu Banjir’ Berkumandang dari Keraton Amangkurat II, Ini yang Dilakukan Kompeni

Lantas, bagaimana kata hilirisasi dapat terbentuk? Pembahasan mengenai hal ini perlu diawali dengan mengambil satu kata lain, yaitu industrialisasi. Industrialisasi diserap dari bahasa Inggris industrialization, yang tersusun oleh verba industrialize dan sufiks -tion. Penambahan sufiks -tion pada suatu verba merupakan cara dalam bahasa Inggris untuk mengubah verba tersebut menjadi nomina yang berarti tindakan atau proses yang dilakukan oleh verba.

Melalui cara ini kita mengadopsi banyak kata seperti aktualisasi, kolonisasi, nasalisasi, organisasi, politisasi, dan lain-lain. Sejauh yang dapat ditelusuri, tidak dijumpai pembentukan kata dari penambahan sufiks -tion kepada suatu nomina. Memang dijumpai kata americanization dan europeanization, tetapi keduanya tetaplah berasal dari verba americanize dan europeanize.

Fungsi yang serupa dengan -tion, di dalam bahasa Indonesia ada pada konfiks (awalan-akhiran) pe-an yang diimbuhkan kepada suatu verba, sebagaimana dijumpai pada nomina penulisan, penciptaan, pemandian, dan lain-lain. Akan tetapi, pe-an lebih fleksibel ketimbang -tion, karena dapat langsung diimbuhkan kepada nomina seperti pada pembentukan penamaan, perasan dan pembukuan, bahkan kepada ajektiva seperti pada pembentukan pemalsuan dan pemurnian.

Dengan demikian, aktualisasi sesungguhnya dapat diganti menjadi pengaktualan, industrialisasi menjadi pengindustrian, politisasi menjadi pemolitisan, dan seterusnya. Akan tetapi, adaptasi langsung dari kata aslinya tampaknya menjadi cara yang lebih populer dan boleh jadi lebih praktis.

Hal ini, meski kurang ideal, tidaklah menjadi masalah. Adopsi (contohnya plaza, radio, dan internet) dan adaptasi (contohnya kongres, komunikasi, dan prioritas) merupakan di antara cara yang lazim untuk memasukkan kata serapan ke dalam bahasa Indonesia.

Oohya! Baca juga ya: Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi Sidang Umum UNESCO, Bahasa Ini Lahir karena Tabrani Tersinggung oleh Belanda

Agar dapat tetap relevan dengan perubahan zaman, suatu bahasa hendaklah memiliki kelenturan dan keterbukaan untuk dipengaruhi oleh bahasa lain. Meski demikian, ketaatan terhadap kaidah tetaplah perlu dipelihara.

Kelenturan itu di dalam bahasa Indonesia terlihat pada kehadiran imbuhan asing yang diharapkan dapat mengisi ruang makna yang tak dapat dipenuhi oleh imbuhan asli. Demikianlah kemudian dikenal prefiks (awalan) serapan seperti a-, bi-, anti-, de-, ekstra-, hiper-, dan lain-lain, serta sufiks (akhiran) -man, -wan, -wati, -ur, -or, -is, -isme, -isasi, dan lain-lain.

Akhiran -isasi merupakan imbuhan serapan yang banyak digunakan terutama untuk kata-kata teknis. Ia dipandang semakna dengan pe-an yang dapat direkatkan baik kepada verba, nomina, maupun ajektiva. Sehingga, ia sudah berbeda dari asalnya -tion yang eksklusif melekat pada verba.

Di tahun 1984, De Vries (Adaptation of Polymorphic Loanwords; The case of words ending in -asi in Indonesian) menyebutkan beberapa contoh kata berakhiran -isasi, yaitu belandanisasi, betonisasi, jetisasi, kaderisasi, komporisasi, kondomisasi, pinusisasi, spiralisasi, pompanisasi, dan traktornisasi. Hanya kata yang dicetak tebal yang kemudian tercantum sebagai entri pada KBBI VI. Selain itu, pada KBBI ditemukan istilah-istilah unik berakhirah -isasi seperti iudisasi (dari kata IUD), lamtoronisasi (dari kata lamtoro), swastanisasi (dari kata swasta), turinisasi (dari kata turi), dan banyak lagi.

Belumlah jelas bila gelombang -isasi ini bermula. Selain kata yang disebutkan De Vries (1984), di antara kata berakhiran -isasi yang awal dijumpai ialah bandarisasi (1978). Pada masa Orde Baru, terutama pada tahun 90-an, marak istilah kuningisasi. Ketika rezim berganti, muncul istilah birunisasi yang kadang-kadang disebut biruisasi, lalu merahisasi. Ada pula hijaunisasi, putihisasi, dan hitamisasi.

Gelombang itu kian membesar dan semestinya merisaukan. Lamtoronisasi dan turinisasi yang sukses tercatat pada KBBI boleh jadi telah menginspirasi orang untuk menyambungkan -isasi pada tanaman lain. Maka muncullah jagungisasi, berasinasi, sawitisasi, kopinisasi, coklatisasi, sorgumisasi, dan kedelainisasi. Hewan ternak pun tak ketinggalan. Ada sapinisasi, kerbaunisasi, kudanisasi, dombanisasi, kambingisasi, juga ikanisasi.

Oohya! Baca juga ya: Laut Indonesia Banyak Ikan, Mengapa Penduduk Pesisir Relatif Lebih Miskin?

Kerisauan itu sepatutnyalah kian menebal, sebab para akademisi turut pula menderaskan pembentukan kata berakhiran -isasi ini. Selain istilah-istilah yang tadi disebutkan, kata-kata berikut dijumpai pula dalam karya ilmiah para akademisi: aspalisasi, desanisasi, pagarisasi, gotisasi, helmisasi, jambanisasi, jembatanisasi, kampungisasi, kotanisasi, maskerisasi, pipanisasi, dan lain-lain.

Apa yang berada pada puncak kerisauan, hemat saya, ialah hilirasi. Selain merupakan anggota keluarga -isasi yang paling populer sekarang, kata itu pun sudah naik derajat sebab telah menjadi entri pada KBBI. Sehingga, sangat boleh jadi ia menjadi rujukan bagi para pengguna bahasa Indonesia untuk meng-‘-isasi’-kan nomina sesuka hati.

Perlu untuk diketahui bahwa kata huluisasi atau hulunisasi telah digunakan dalam artikel yang dimuat di jurnal ilmiah. Bahkan pavingisasi pun digunakan oleh akademisi, sementara kata paving tidak dikenal di dalam bahasa Indonesia.

Selain itu ada pula kata gratisisasi, listrikisasi, dan fokusisasi. Tak ketinggalan, mengikuti iudisasi pada KBBI yang berasal dari sebuah akronim yaitu IUD (intrauterine device), akademisi menggunakan kata MFO-nisasi sebagai istilah mudah untuk penggunaan marine fuel oil (MFO).

Popularitas hilirisasi tampaknya telah membuat sebagian akademisi percaya diri untuk menggunakan istilah yang menggelikan yaitu hilirization atau hilirisation dalam publikasi ilmiah mereka yang berbahasa Inggris. Bagaimana tak menggelikan, kita meminjam sufiks -tion itu dari bahasa Inggris untuk diimbuhkan pada kata hilir menjadi hilirisasi yang merupakan istilah Indonesia untuk downstreaming, kemudian kita ekspor kata hilirization seolah-olah hilir dan hilirize merupakan kata yang dikenal dalam bahasa Inggris. Bagaimana tak menggelikan, kerancuan istilah itu dapat lolos dari penelaahan editor jurnal ilmiah.

Oohya! Baca juga ya: Cerita Andi Sahrandi tentang Pelajaran dari Kampung Menjelang Pilpres

Pada kata hilirisasi kita dapat berkaca, bahwa sebagian kita boleh jadi tengah mengalami kemalasan atau kelembaman intelektual untuk menjelajah jauh bagi menemukan istilah-istilah, khususnya istilah-istilah keteknikan, yang anggun dan menggambarkan muruah kita sebagai pemilik bahasa Indonesia. Pada kata hilirisasi boleh jadi kita dapat melihat wajah keruh kita yang condong untuk mencari yang mudah dan instan dengan meng-‘-isasi’-kan kata secara semena-mena.

Sementara, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melalui Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia telah menyarankan untuk mengubah betonisasi menjadi pembetonan. Bahkan lebih jauh, Asmah Haji Omar dalam The Role of Language Standardizationin the Coining of Technical Terms in Bahasa Malaysia (1978) telah mendorong Bangsa Malaysia dan Indonesia untuk mengutamakan penggunaan konfiks pe-an, seperti pengindustrian dan pengaktualan.

Sejalan dengan itu, penghiliran sepatutnya merupakan istilah yang lebih dipilih ketimbang hilirisasi. Sampai saat artikel ini selesai ditulis, mesin pencari Google hanya mencatat 3.970 entri yang memuat kata penghiliran, sejak tahun 2010. Pada Google Scholar ia hanya termuat pada 68 artikel ilmiah.