Sekapur Sirih

Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi Sidang Umum UNESCO, Bahasa Ini Lahir karena Tabrani Tersinggung oleh Belanda

Diskusi membahas Tabrani sebagai pencetus bahasa Indonesia, bahasa yang dianggap kasar dan kacau oleh Belanda.

Usulan Indonesia agar bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa resmi di Sidang Umum UNESCO disetujui. Persetujuan itu secara bulat diberikan pada Sidang Umum UNESCO pada Senin (20/11/2023).

Laman kemlu.go.id dan kemdikbud.go.id pada Selasa (21/11/2023) menginformasikan hal itu. Duta Besar Mohamad Oemar sebagai delegasi tetap Indonesia di UNESCO mengatakan, bahasa Indonesia telah digunakan oleh 150 ribu penutur asing di 52 negara.

Dengan persetujuan itu, maka bahasa Indonesia menjadi bahasa ke-10 yang diakui sebagai bahasa resmi Sidang Umum UNESCO. Tapi, bagaimana asal usul bahasa Indonesia bisa ada di Indonesia? Padahal dulu bahasa ini belum ada.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Kalau belum ada harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini,” kata M Tabrani, pencetus bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ketika berdebat dengan Muh Yamin pada pembahasan rancangan Ikrar Pemuda yang akan dibacakan pada Kongres Pemuda Indonesia Pertama, 2 Mei 1926.

Oohya! Baca juga ya: Menyambut Kongres Bahasa Indonesia (KBI) XII, Mengingat Kembali Protes 1.000 Guru di Aceh

Namun, Tabrani sudah mencetuskan nama bahasa Indonesia sebelum pelaksanaan Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Di kongres ini, Tabrani bertindak sebagai ketua panitia.

Pada 16 Januari 1926, Tabrani menulis soal seruan koran Belanda yang meminta kalangan Indo di Indonesia untuk merapatkan barisan sebagai “Indo cap Eropa yang teguh”. Tabrani menyebut, jika orang-orang Indo meneguhkan hal itu, maka akan cepat musnah dari bumi Indonesia.

Tabrani mempersoalkan hal itu dengan mengutip seruan yang dimuat oleh koran Bataviasch Nieuwsblad edisi 14 Januari 1926. “Seorang Belanda totok telah memajukan seruan kepada semua kaum Indo di sini. Seruan itu berkepala “S(ave) O(ur) S(ouls)” atau dalam bahasa Indonesia “Tolonglah Jiwa Kita”.

Tabrani menyebut bahasa Indonesia di alinea pertama tulisannya itu. Di bagian tengah tulisannya, Tabrani mengulang menyebut bahasa Indonesia, yaitu ketika ia mengutip syair berbahasa Belanda, lalu ia menerjemahkannya dengan menulis “Atau dalam bahasa Indonesia:”.

Tak ada penjelasan mengenai yang ia maksud dengan bahasa Indonesia, sebab yang dikenal saat itu adalah bahasa Melayu. Volksraad sejak 1918 sudah menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa yang boleh digunakan di sidang-sidang Volksraad.

Oohya! Baca juga ya: Menjadi Pahlawan Nasional, Tabrani Telah Menyuburkan Benih Persatuan Indonesia

Pada 6 Februari 1926 ia juga menyebut lagi bahasa Indonesia. Juga tidak ada penjelasan selain memberi sedikit keterangan di belakangnya, termasuk keterangan dalam tanda kurung setelah penyebutan bahasa Indonesia.

“Dari itu pemerintah diwajibkan –yaitu jika pemerintah sungguh mau mementingkan keperluan kita dan bekerja bersama-sama kita – meuraikan segala berita-beritanya dalam bahasa Indonesia (Melayu-gampang) dan bahasa Belanda,” tulis Tabrani.

Di tulisan inilah Tabrani menyatakan rasa jengkelnya pada Volksraad. “Sudah lebih dari bosen kita membicarakan tentang badan-badan-perwakilan-yang-bukan-badan-perwakilan di sini,” kata Tabrani.

Sikap orang-orang Belanda yang memimpin Volksraad membuatnya tersinggung. “Suara-nyaring, teriak-tangis, dan keluh-kesah kita diterimanya dengan ayem-ayeman saja,” kata Tabrani.

Menurut Tabrani, Volksraad dan badan perwakilan lainnya di daerah dibentuk karena untuk kepentingan bangsa Indonesia. “Tapi, sungguhkah badan-badan-perwakilan-yang-bukan-badan-perwakilan itu dalam praktiknya sudah menyatakan mau ‘ambil-perduli’ kepada bangsa yang bukan bangsa ‘si pertuan’ istimewa bangsa kita?” tanya Tabrani.

Ketidakpedulian itu termasuk juga tidak pernah mengundang pers Indonesia meliput sidang-sidang Volksraad. Tabrani tersinggung karena Volksraad tidak pernah mengundang pers Indonesia.

Menurut Tabrani, memang tidak ada kewajiban bagi Volksraad mengundang pers Indonesia. Tetapi ia mempertanyakan sikap Volksraad yang mengundang pers “si pertuan”.

“Kita tak dapat tinggal diam-diam saja melihat pemerintah mengundang pers bangsa ‘si pertuan’ tapi tak mengundangnya pers bangsa kita,” kata Tabrani.

Oohya! Baca juga ya: Inilah Kronologi Munculnya Nama Bahasa Indonesia pada 1926. Tabrani Pencetusnya

Tabrani juga tersinggung karena Volksraad mengirimkan laporan sidang kepada pers Indonesia dalam bahasa Belanda. Ia pun mempersoalkan niat baik pemerintah kolonial membentuk Volksraad dan badan perwakilan lainnya di daerah.

Tabrani melihat betapa pemerintah kolonial tidak berupaya agar bangsa Indonesia yang tidak memahami bahasa Belanda itu mengetahui segala hal yang dilakukan oleh Volksraad. Dalam sidang-sidangnya, badan-badan perwakilan itu menggunakan bahasa Belanda.

“Benar, kita sebagai anggota pers Indoneia senantiasa menerima verslag dan kabar-kabar penting tentang Volksraad,” kata Tabrani.

Tapi, pemberian laporan (verslag) itu belum bisa dijadikan bukti bahwa pemerintah kolonial peduli kepada bangsa Indonesia. “Karena selagi berita-berita itu ditulisnya dalam bahasa Belanda saja, selamanya orang tak dapat menerangkan bahwa pemerintah dengan Volksraad itu bermaksud mementingkan keperluan bangsa kita,” kata Tabrani.

Oohya! Baca juga ya: 2 Mei 1926, Muh Yamin Marah karena Tabrani Menolak Usulan Bahasa Melayu sebagai Bahasa Persatuan

Ia menyebut pers Indonesi cukup banyak jumlahnya. Demikian juga pers Cina-Melayu. “Jadi apakah tak sepantasnya berita-berita Volksraad itu disiarkan juga dalam bahasa Indonesia? Yaitu bahasa yang sehari-hari disebutnya bahasa Melayu-gampang?” lanjut Tabrani.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Hindia Baroe, 16 Januari 1926, 6 Februari 1926
Anak Nakal Banyak Akal karya M Tabrani (1979)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Ratu Belanda Kecewa Jepang Rebut Indonesia, Kenapa?

Image

Tae Bikin Farhat Abbas dan Denny Sumargo Berseteru, Parada Harahap dan Tabrani Dulu Berseteru karena Kongkalikong

Image

Minta Dukungan Pengusaha Gula, Anggota Volksraad Jadi Musuh Bersama Kaum Nasionalis