Lincak

Tertohok Ucapan Mahasiswa, Sukarno Pergi ke Lapangan Ikada: Tak Ada Pengamanan Bersepeda Motor

Suasana Lapangan Ikada ketika Sukarno berjalan menuju mimbar Rapat Raksasa Lapangan Ikada.

Sukarno memiliki versi sendiri seputar Rapat Raksasa Lapangan Ikada. Ia tidak menceritakan soal pembubaran kabinet.

Ia bahkan menyebut saat persiapan Rapat Raksasa itu, meski Jepang melarang pelaksanaannya, petugas-petugas dikirim ke Lapangan Ikada untuk “memeriksa lapangan kalau-kalau ada ranjau”. Berkali-kali mahasiswa membujuk, bahkan acara rapat diundur dari 17 September menjadi 19 September, Sukarno tetap menyatakan tidak akan datang.

Bahkan Sukarno sempat berteriak ketika pagi-pagi empat mahasiswa mendatangi rumahnya. “Aku tidak menerima pemuda.”

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Tak diterima disebut pemuda, para mahasiswa menegaskan, “Kami para mahasiswa.”

Oohya! Baca juga ya: Tan Malaka Menceletuk Ketika Sukarno Berdebat dengan Tentara Jepang Sebelum Naik Mimbar Rapat Raksasa Ikada

Barulah Sukarno mempersilakan mereka masuk. Kegelisahan Sukarno tak bisa disembunyikan. Ia berjalan mondar-mandir sambil menatap keluar jendela, ketika menanyakan maksud diadakannya Rapat Raksasa Lapangan Ikada.

“Saya tak mau bertanggung jawab jika untuk itu terjadi banjir darah rakyat,” ujar Sukarno seperti dikutip Soejono Martosewojo. “Carilah presiden yang lain. Carilah pemimpin yang lain menggantikan Bung Karno,” lanjut Sukarno.

Para mahasiswa tertegun. Diam mendapat hardikan Sukarno.

M Kamal keluar usilnya. Ia meminta Sukarno mengulang pernyataannya agar ia bisa menulisnya untuk kemudian diberitahukan kepada rakyat. Ia terlihat serius, karena segera mengambil pulpen dan kertas dari tasnya.

Oohya! Baca juga ya: Jepang Ancam Lakukan Kekerasan, Paman Prabowo Subianto dan Daan Jahja Kawal Sukarno-Hatta ke Lapangan Ikada

Sukarno memandangi Kamal. “Siapa dia ini?”
Eri Sudewo, pimpinan mahasiswa, menjawab, “O, ia kepala bagian penerangan kami di Prapatan 10.”

“Apa maksud Saudara?” tanya Sukarno kepada Kamal. Tapi sebelum Kamal sempat menjawab, Eri mengajukan pertanyaan kepada Sukarno soal pembubaran kabinet.
“Kalau rapat diteruskan, kabinet bubar,” jawab Sukarno.

Eri segera menjawab, meski kabinet bubar, masih ada Sukarno sebagai presiden yang bisa membentuk kabinet lagi. Sukarno lalu bertanya kepada Eri, “Apakah kamu berani bertanggung jawab kalau rapat diteruskan dan terjadi pertumpahan darah?” Eri dan kawan-kawan menjawab sanggup.

“Kamu sekalian berani menerima alih tugas pemerintah?” tanya Sukarno. Dijawab, “Berani.”
“Edan kamu,” kata Sukarno.

Oohya! Baca juga ya: Dari Pagi Rakyat Gelisah Menunggu, Sukarno Putuskan Hadiri Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada Sore Hari

Kamal lalu menyatakan rakyat telah lama menunggu penjelasan dari pemerintah. Sukarno kembali menegaskan tak akan datang di Lapangan Ikada.

“Apakah Bung Karno tega rakyat menjadi korban kebuasan kempeitai Jepang? Bukan saja pemimpin berhak atas pembelaan rakyat, sebaliknya rakyat pun berhak atas bimbingan pemimpinnya, apalagi dalam keadaan genting seperti sekarang ini,” jawab Kamal.

Roman muka Sukarno pun berubah mendengar pernyataan itu, lalu bertanya, “Bagaimana dengan Bung Hatta?”

“Bung Hatta setuju pergi ke Lapangan Ikada.” Serentak empat mahasiswa itu menjawab dengan kalimat yang sama, padahal mereka belum bertemu dengan Hatta. Bung Karno pun menyatakan kesiapannya untuk berangkat, tapi ia harus mengumpulkan kembali kabinetnya untuk rapat pukul 09.00 di gedung KNIP.

Oohya! Baca juga ya: Kabinet Presidensial Dibubarkan Menjelang 19 September

Dari rumah Sukarno, mereka baru pergi ke rumah Hatta, memberi tahu jika Sukarno bersedia hadir di Lapangan Ikada. Hatta pun menyatakan hal serupa.

Tapi rapat di gedung KNIP alot. Ada yang setuju ada yang tidak. Sukarno baru sore hari menyatakan keputusannya untuk pergi ke Lapangan Ikada setelah mahasiswa dan pemuda menjamin keamanan dirinya.

“Berjam-jam lamanya rakyat berdiri dengan tenang hingga Presiden datang. Tidak pakai pengiring bersepeda motor. Hanya akulah di atas mobil dipagar oleh para pemuda yang duduk di atas atap dan kap mobil. Ketika aku melangkah ke mimbar, aku dipagar dengan tubuh mereka yang merupakan perisai dari darah dan daging. Jika ada orang yang hendak menangkapku, terlebih dulu harus menembus beberapa lapisan manusia,” kata Sukarno, seperti ditulis Cindy Adams.

Oohya! Baca juga ya: Ada Pasukan Dajal Sebelum Terjadinya Rapat Raksasa di Ikada

Lebih lanjut, Cindy Adams menulis:

“Saudara-saudara,” kataku, “Kita akan tetap mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan kita. Kita tidak mundur satu patah kata pun.”

Itulah seluruh pidato resmiku. Setiap orang gelisah. Saat ini bukanlah waktunya untuk mengadakan pidato berjam-jam. Satu gerakan yang salah dari satu orang akan berakibat pembunuhan besar-besaran.

Aku menyatakan dengan ringkas:

“Saya mengetahui, bahwa Saudara-saudara berkumpul di sini untuk melihat Presiden saudara-saudara dan untuk menengarkan perintahnya. Nah, apabila Saudara-saudara masih setia kepada Presidenmu, ikutilah perintahnya pertama. Pulanglah dengan tenang. Tinggalkan rapat ini sekarang ini juga dengan tertib dan teratur, dan tunggulah berita dari para pemimpin di tempatmu masing-masing. Sekarang... bubarlah... pulanglah Saudara-saudara... dengan tenang.”

Hanya itu yang kuucapkan dan cuma itu pula yang perlu. Sejuta manusia kemudian segera tersebar menurut petunjuk dari kepala negaranya.

Sukarno seperti hendak membangga-banggakan dirinya. Ia sebut tentara Jepang kagum melihat kejadian di Lapangan Ikada. Ia juga membesar-besarkan jumlah rakyat yang memadati Lapangan Ikada. Ia menyebut “satu juta manusia berkumpul di lapangan ini”. Rosihan Anwar hanya menyebut 20 ribu saja.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams (1986)
Kisah-Kisah Jakarta Setelah Proklamasi karya Rosihan Anwar (1977)
Mahasiswa ’45 Prapatan-10: Pengabdiannya karya Soejono Martosewojo (1984)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi

 

Berita Terkait

Image

Mahasiswa Beri Honor Kecil ke Pembicara, Sekaleng Biskuit Pernah Saya Dapat

Image

Pilih Kekerasan di Papua, Sukarno Abaikan Surat Kennedy

Image

Sukarno, G30S/PKI, Kopi, dan Endokterinasi