Lincak

Jepang Ancam Lakukan Kekerasan, Paman Prabowo Subianto dan Daan Jahja Kawal Sukarno-Hatta ke Lapangan Ikada

Mobil milik tentara Jeoang yang dirampas para mahasiswa pada 17 Agustus 1945, dipakai untuk mengantar Sukarno-Hatta ke Lapangan Ikada.

Subianto dan Daan Jahja berkali-kali datang di kantor KNIP. Mereka melaporkan situasi di Lapangan Ikada. Dari sebelujm Subuh rakyat sudah berkumpul di Lapangan Ikada untuk mendengarkan pidato Presiden Sukarno di Rapat Raksasa Lapangan Ikada.

Hingga saat hari sudah sore, Subianto menyerahkan surat kepada Hatta, yang isinya mahasiswa menjamin kesemalatan Sukarno-Hatta selama mereka hadir di Rapat Raksana Lapangan Ikada. Mendengar isi surat itu, Sukarno pun memutuskan unduk hadir di Lapangan Ikada.

Subianto adalah paman dari Prabowo Subianto. Ia anak dari Margono Djojohadikoesoemo, gugur di Peristiwa Lengkong pada 25 Januari 1946.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Dari Pagi Rakyat Gelisah Menunggu, Sukarno Putuskan Hadiri Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada Sore Hari

Mobil sudah disiapkan di depan gedung KNIP. Mobil pertama di isi para menteri, baru di mobil kedua diisi Sukarno-Hatta. Mobil ketiga dan seterusnya diisi oleh meteri-menteri juga. Ini taktik untuk mengelabui Jepang sekaligus menjaga keamanan Sukarno-Hatta. Di Lapangan Ikada, Jepang mengerahkan panser dan tank berikut tentara yang yang membawa sangkur terbuka.

Subianto dan Daan Jahja mengawal mobil menggunakan sepeda motor, meninggakan gedung KNIP di Lapangan Banteng. Namun tidak langsung ke Lapangan Ikada. Jalur semula, mobil melaju ke arah Senen Raya lalu ke Pegangsaan Timur 56 agar Sukarno bisa berganti pakaian.

Namun, setibanya di Prapatan Senen, mobil dibelokkan ke arah Prapatan 10, asrama mahasiswa. Sukarno berganti pakaian di sini. Ada yang mengambilkan baju dari Pegangsaan Timur. Pukul 16.00 rombongan baru berangkat ke Lapangan Ikada.

Beberapa mahasiswa ikut gabung di mobil yang ditumpangi Sukarno. Soemarsono dan Imam Abikusno duduk di jok depan, bersama Soejono Joedodiroto. Eri Sudewo dan seorang mahasiswa lagi mengapit Sukarno-Hatta di jok belakang. Soejono Martosewojo dan Pattiasina duduk di atas kap depan. Subianto dan Daan Jahja tetap mengawal menggunakan sepeda motor.

Oohya! Baca juga ya: Ada Pasukan Dajal Sebelum Terjadinya Rapat Raksasa di Ikada

Mobil yang ditumpangi Sukarno-Hatta ini tetap berada di urutan kedua. Ini adalah mobil milik Jepang yang dirampas oleh para mahasiswa pada 17 Agustus 1945. Mobil pertama yang ditumpangi beberapa menteri adalah mobil Presiden Sukarno.

Mobil paling depan yang dikira tentara Jepang berisi Sukarno dilarang masuk. Sementara mobil kedua diperolehkan masuk. Sebelumnya sempat terjadi ketegangan, karena tentara Jepang berulah di depan kantor Jawatan Perjalanan (sekarang kantor Kedubes Amerika Serikat). Tahu mobil mereka dipakai mahasiswa, mereka melakukan pemeriksaan.

Begitu Sukarno dilihat oleh tetara Jepang, para mahasiswa segera membuat barikade perlindungan. Sukarno keluar dari mobil, mengatakan perlu ke Lapangan Ikada untuk menenangkan rakyat. Sedangkan tentara mengaku disuruh untuk menghalangi Sukarno datang di Lapangan Ikada. Sekitar 10 menit berdialog, akhirnya mobil dperbolehkan melaju lagi.

Diberlakukan mulai 1 September 1945, salam pekik merdeka dengan tangan terbuka dipraktikkan Presiden Sukarno pada 19 September 1945 ketika menuju Lapangan Ikada untuk menghadiri rapat raksana yang diadakn oleh para mahasiswa. Lima jari tangan terbuka menyimbolkan lima sila Pancasila (foto: repro buku mahasiswa '45 prapatan 10: pengabdiannya).

Diapit oleh Eri Sudewo dan Imam Abikusno, Sukarno berjalan menuju mimbar. Hatta mengikutinya, diapit oleh Abul Fatah dan M Kamal. Rakyat gegap gempita menyambut. Sukarno menyampaikan salam lima jari, salam kemerdekaan.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Kisah-Kisah Jakarta Setelah Proklamasi karya Rosihan Anwar
Mahasiswa ’45 Prapatan-10: Pengabdiannya karya Soejono Martosewojo

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi

 

Berita Terkait

Image

Sumpah Pemuda dan Asumsi Keliru tentang Tokoh Betawi Rochjani Soeoed

Image

Ini Alasan Kongres Pemuda Diadakan, Ada Orang Tua, dan Bikin Sumpah Pemuda

Image

Sumpah Pemuda, Perempuan, dan Bahasa Indonesia