Kabinet Presidensial Dibubarkan Menjelang 19 September
Ada 109 ribu orang Barat yang ditahan Jepang di Jawa ketika Jepang menyerah kepada Sekutu. Dari jumlah itu, sebanyak 2.490 adalah orang Inggris, 105.043 orang Belanda, dan 1.467 orang Barat lainnya (Denmark, Jerman, Amerika).
Pada 15 September 1945, rombongan perwira Inggris tiba di Kemayoran, menyusul opsir-opsier merak yang sudah datang terelbih dulu pada 8 September 1945. Pasukan Inggris yang mewakili Sekutu itu bertugas mengurus pemulangan para tawanan perang Sekutu dan para interniran.
Kendati begitu, kepada bangsa Indonesia Jepang masih menyatakan Jepanglah yang diberi hak oleh Sekutu untuk berbagai urusan. Maka, Jepang pun melarang rencana Rapat Raksana di Lapangan Ikada, Jakarta, yang diadakan oleh para mahasiswa dan pemuda. Pada 16 September 1945, Jepang menyebarkan pamphlet larangan aktivitas. Melarang kegiatan dan demonstrasi apa pun. Melarang berkumpul lebih dari lima orang.
Para mahasiswa dan pemuda mengumpulkan pamlfet-pamflet itu lalu memusnahkannya agar tidak dibaca oleh masyarakat umum. Rapat Raksasa di Lapangan Ikada sebenarnya direncakana pada 17 September 1945, tetapi karena ada pamflet larangan itu, para mahasiswa dan pemuda mengundurkan jadwal menjadi 19 September 1945.
Oohya! Baca juga ya: Ada Pasukan Dajal Sebelum Terjadinya Rapat Raksasa di Ikada
Para mahasiswa dan pemuda tak peduli larangan Jepang. Semangat mengadakannya semakin menggebu, karena larangan itu dianggapo menghina bangsa Indonesia. Pada 16 September 1945 itu, tersiar pula kabar pasukan Sekutu akan segera melabuh di Tanjung Priok. Para mahasiswa dan pemuda pun mendesak Sukarno untuk bersedia datang di Rapat Raksana Ikada pada 19 September 1945.
Pada 17 September 1945 kabinet mengadakan rapat. Setiap ada rapat kabinet, biasanya ada jumpa pers pukul 09.00 esok harinya oleh Suakrdjo Wirjopranoto yangditunjuk sebagai juru bicara. Tapi pada 18 September 1945 pagi tak ada jumpa pers. Baru pada pukul 11.00 diadakan jumpa pers, tetapi oleh Menlu Soebardjo. Ia mengatakan, rapat pada 17 September 1945 lima berlangsung hingga pukul 05.00 18 September 1945. Rapat membahas larangan Jepang dan rencana rapat yang diadakan mahasiswa dan pemuda pada 19 September 1945.
Menurut Soebardjo, pemerintah tidak berani mengambil risiko jika terjadi sesuatu saat rapat raksasa diadakan pada 19 September. Sebab, Jepang akan mengambil tindakan kekerasan jika larangan itu dilanggar. Soebardjo meminta agar keputusan rapat kabinet disiarkan di pers hari itu juga.
Oohya! Baca juga ya: Hal-hal yang Terjadi Sebelum dan Sesudah Presiden RIS Sukarno Membacakan Proklamasi Pembentukan NKRI
Mengetahui hal itu, mahasiswa dan pemuda mendesak pemerintah melaukan rapat lagi agar masyarakat yang sudah tahu mengenai rencana rapat raksasa itu tidak kecewa. Maksud dari mahasiswa dan pemuda adalah agar pemerintah menjawab larangan Jepang itu bahwa sebagai bangsa yang sudah berdaulat bangsa Indonesia tidak bisa dilarang-larang lagi oleh pihak asing.
Pada 18 September malam, kabinet mengadakan rapat lagi hingga pukul 24.00. keputusannya, pemerintah tetap idak mau bertanggung jawab jika Jepang melakukan kekerasan. Maka sebagai penegasan dari keputusan itu, Sukarno membubarkan kabinet presidensial.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Kisah-Kisah Jakarta Setelah Proklamasi karya Rosihan Anwar
Mahasiswa ’45 Prapatan-10: Pengabdiannya karya Soejono Martosewojo
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi