Lincak

Tan Malaka Menceletuk Ketika Sukarno Berdebat dengan Tentara Jepang Sebelum Naik Mimbar Rapat Raksasa Ikada

Presien Sukarno menyampaikan salam merdeka di atas mimbar sebelum berpidato di Rapat Raksasa Ikada.

Ketika Sukarno berjalan menuju mimbar di Lapangan Ikada, tentara Jepang menyusul Sukarno. Tadinya ia meloloskan Sukarno ketika mencegatnya di depan kantor Jawatan Perjalanan, tapi rupanya ia ingin mencegah Sukarno naik mimbar.

Terjadi dialog sengit lagi di dekat mimbar. Terdengar celetukan, “Engkau debat ini bertele-tele. Hentikan saja, rakyat sudah gelisah.”

Tan Malaka rupanya, yang melontarkan celetukan itu, karena terasa dialek Minangnya. Celetukan sebenarnya ditujukan kepada Moh Hatta, sesama Minang. Tan Malaka mengenakan topi vilt, berbaju teluk belanga. Berdiri di antara Ali Sastroamidjojo dan M Kamal.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Jepang Ancam Lakukan Kekerasan, Paman Prabowo Subianto dan Daan Jahja Kawal Sukarno-Hatta ke Lapangan Ikada

Celetukan itu membuat rakyat yang tak sabar menunggu Sukarno berpidato, merangsek ke arah tentara Jepang. Jepang pun mempersilakan kepada Sukarno, tetapi waktunya ia batasi.

Suara riuh rendah menyambut Sukarno di mimbar. Rakyat gemuruh berteriak, “Hidup Bung Karno! Hidup Bung Hatta! Merdeka! Merdeka!” Tiba-tiba terlibat banyak bendera Merah Putih dikibar-kibarkan olah banyak orang.

“Tenang, tenang,” teriak Sukarno sebelum memulai pidato singkatnya.

“Saudara, lebih dulu saya sampaikan salam nasional; Merdeka!” kata Sukarno sambil mengangkat tangannya dengan lima jari terbuka. Pekik “Merdeka!” sebagai balasan bergemuruh di Lapangan Ikada.

Oohya! Baca juga ya: Dari Pagi Rakyat Gelisah Menunggu, Sukarno Putuskan Hadiri Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada Sore Hari

Lalu Sukarno pun berpidato. Apa yang dicatat Rosihan Anwar berbeda dengan yang dicatat Soejono Martosewojo.

Catatan Rosihan Anwar sebagai berikut:

“Sebetulnya rapat ini dibatalkan oleh larangan Gunseikanbu. Tapi atas kehendak rakyat rapat ininditeruskan. Percayakan rakyat kepada pemerintaham Republika?” tanya Presiden.

“Percaya,” sahut rakyat serentak.

Presiden menjelaskan: “Kalau begitu kami dari pemerintahan akan tetap menanggung jawab terhadap rakyat walaupun andaikata rakyat nanti akan merobek-robek dada kami.”

“Sekarang saya minta dengan tenang dan tenteram, Saudara-saudara pulang meninggalkan rapat, dengan menunggu perintah dalam keadaan siap sedia.”

Bung Karno hanya berbicara singkat saja. Selesai berpidato ia meninggalkan Lapangan Ikada. Rapat raksasa yang tiada taranya itu bubar dengan tertib. Tidak terjadi hal-hal yang diinginkan, walaupun hati rakyat panas melihat sangkur terhunus Jepang dan sikap Jepang yang masih sombong.

Oohya! Baca juga ya: Kabinet Presidensial Dibubarkan Menjelang 19 September

Catatan Soejono Martosewojo sebagai berikut:

Dalam pidato beliau yang singat dan berwibawa, beliau dapat menyelamatkan suatu situasi yang sangat kritis, amat berbahaya itu.

Beliau berkata sebagai berikut:

“Sebenarnya Pemerintah Republik Indonesia telah memberi perintah untuk membatalkan rapat ini, tapi karena saudara-saudara memaksa, maka saya datang ke sini dengan Menteri-Menteri Pemerintah Republik Indonesia. Sekarang saya berpidato sebagai saudaramu. Saya minta saudara-saudara tinggal tenang dan mengerti akan pimpinan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Percayalah kepada Pemerintah Republik Indonesia yang akan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan ini, walaupun kami akan robek karenanya, maka berikanlah kepercayaan itu kepada kami, dengan tunduk dan disiplin terhadap perintah-perintah kami, Sesudah perintah ini, marilah sekarang kita pulang dengan tenang dan teratur.”

Lalu bagaimana catatan versi Sukarno?

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Kisah-Kisah Jakarta Setelah Proklamasi karya Rosihan Anwar
Mahasiswa ’45 Prapatan-10: Pengabdiannya karya Soejono Martosewojo

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi

Berita Terkait

Image

Sumpah Pemuda dan Asumsi Keliru tentang Tokoh Betawi Rochjani Soeoed

Image

Ini Alasan Kongres Pemuda Diadakan, Ada Orang Tua, dan Bikin Sumpah Pemuda

Image

Sumpah Pemuda, Perempuan, dan Bahasa Indonesia