Ditugasi Bangun Mataram, Kakek Sultan Agung tidak Dapat Proyek dari Pajang, Mengapa Sultan Hadiwijoyo tidak Mengistimewakan Anak Angkatnya Itu?
Danang Sutowijoyo, cucu Ki Ageng Selo, diangkat anak oleh Sultan Pajang Hadiwijoyo yang pernah nyantri kepada Ki Ageng Selo. Sultan Pajang yang memberinya nama Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama lalu menugasi Sutowijoyo membangun Mataram.
Tugas yang diberikan itu merupakan hukuman dari Sultan Pajang Hadiwijoyo karena kakek SUltan Agung itu telah menjalin hubungan asmara yang gadis di Kalinyamat yang dipingit Hadiwijoyo. Tugas membangun Mataram diberikan setelah Ki Ageng Pemanahan, ayah Senopati, meninggal dunia.
Agar pembangunan Mataram berjalan sukses, bukan gelontoran proyek dari Pajang yang diberikan Hadiwijoyo kepada Senopati, melainkan hanya sebuah pesan tidak boleh menghadap ke Pajang selama setahun. Sultan Pajang tidak mengistimewakan Senopati, meski ia adalah anak angkatnya.
Oohya! Baca juga ya:
“Suruhlah ia mengatur dan membangun negara dan merasakan hidup sejahtera di Mataram. Apabila telah lewat satu tahun, segeralah datang menghadap ke Pajang. Jangan sampai terlambat,” kata Hadiwijoyo kepada Ki Juru Mertani, kakak sepupu Senopati, yang datang menghadap ke Pajang setelah Ki Ageng Pemanahan meninggal dunia.
Ki Ageng Pemanahan merupakan anak Ki Ageng Selo yang tinggal di Desa Selo, Grobogan. Sewaktu Joko Tingkir belajar agama kepadanya, ia mengangkat Joko Tingkir sebagai anak. Joko Tingkir kemudian ia suruh mengabdi ke Demak.
Ki Ageng Pemanahan telah menafsirkan mimpi Joko Tingkir jika kelak anak ini akan menjadi penguasa Jawa. Ketika mengabdi kepada Demak, Joko Tingkir ditugasi menjadi adipati Pajang, dan kemudian menjadi sultan Pajang dengan nama Hadiwijoyo ketika Pajang menjadi kerajaan baru menggantikan Demak.
Sebelum emua itu terjadi, Ki Ageng Pemanahan pernah berkunjung ke rumah Ki Ageng Giring, pertapa di Gunung Kidul. Saat ia datang, Ki Ageng Giring tidak ada di rumah, tapi di meja tersedia kelapa muda yang sudah siap diminum.
Karena haus setelah menenpuh perjalanan, Ki Ageng Pemanahan pun meminum air kelapa muda itu hingga habis. Kecewalah Ki Ageng Giring, ketika pulanag ke rumah ia tidak bisa meminum air kelapa muda yang telah ia persiapkan sebelum ia pergi ke kebun.
Oohya! Baca juga ya:
Cerita Diponegoro tentang Amangkurat II yang Batal Naik Haji Setelah Kejatuhan Cahaya dari Langit
Ki Ageng Giring menceritakan suara yang ia dengar sewaktu ia mengambil kelapa muda itu. Bahwa yang meminymnya akan memiliki keturunan yang menjadi penguasa Tanah Jawa, karenanya ia meminta kepada Ki Ageng Pemanahan agar kelak keturunan masing-masing bisa bergantian berbagi kekuasaan.
Kelak Ki Ageng Pemanahan memiliki anak bernama Sutowijoyo yang kemudian diangkat anak oleh Sultan Pajang dan diberi nama Senopati. Senopati kemudian dinikahkan dengan anak perempuan Ki Ageng Giring.
Meski sebagai anak angkat Sultan Pajang, Senopati tidak diistimewakan oleh Sultan Pajang dengan memberian proyek-proyek. Tanpa bantuan proyek-proyek dari Pajang, pembangunan di Mataram tetap berjalan dengan baik.
Sawah-sawah baru dibuat, batu bata juga diproduksi. Pertanian berjalan dengan baik, pembangunan kota juga dilakukan. Perdagangan tumbuh dengan sendirinya.
“Seluruh rakyat kecil di Mataram dapat merasakan kebahagiaan karena daerahnitu telah tumbuh menjadi negeri. Di desa Mataram itu segala yang ditanam tumbuh subur, segala yang dibeli serbamurah,” tulis Babad Tanah Jawi.
Maka, orang-orang dari daerah lain berbondong-bondong datang di Mataram. Orang-orang Pajang pun banyak yang berdagang di Mataram. Tidak ada kehidupan yang tercela di Mataram.
Oohya! Baca juga ya:
Desak Anies di Museum Diponegoro Dibatalkan, Ada Tembok Jebol di Lokasi Museum
Namun, meski sudah setahun lewat, Senopati tetap belum menghadap ke Pajang. Ki Juru Mertani mengingatkanya agar segera menghadap kepada Sultan Pajang. Tapi Senopati menyatakan baru akan pergi ke Pajang jika ada utusan Pajang yang dikirim ke Mataram.
Ki Juru Mertani pun mengingatkan lagi agar Senopati tidka melakukan hal itu, sebab menghadap ke Pajang sudah merupakan perintah Sultan Pajang pada saat memberikan tugas kepada Senopati dulu. Ia pun meminta agar Senopati tidak menyulitkan posisi Ki Juru Mertani sebagai pengasuhnya sepeninggal Ki Ageng Pemanahan.
Di Pajang, Sultan Hadiwijoyo pun gusar karena sudah setahun lebih Senopati belum juga menghadap kepada dirinya. Hadiwijoyo sudah mendengar keberhasilan Senopati membangun Kotagede di Mataram.
Ia kemudian mengirim utusan ke Mataram pada saat Senopati sedang menyepi di Lipuro. Di Lipuro, dua utusan dari Pajang menemui Senopai yang sedang menunggang kuda.
“Hai, Ngabei Wilamarta dan Ki Wuragil, kalian diutus?” tanya Senopati, yang kelak menjadi kakek Sultan Agung itu.
Oohya! Baca juga ya:
Mendampingi Diponegoro yang Jadi Tawanan Belanda, Mengapa Punakawan Roto Menangis di Ungaran?
Mereka mengiyakannya, datang untuk menyampaikan pesan agar Senopati menghentikan makan-minum dan segera menghadap ke Pajang. Tetapi sebelum menghadap, hendaknya memotong rambut terlebih dulu.
“Segera sampaikan kepada Sultan, kelak aku akan menghadap jika Sultan berhenti mengambil anak dan istri,” kata Senopati. Namun, ia menegaskan, ia tidak akan mematuhi perintah lainnya.
“Aku tidak mau diperintahkan untuk menghentikan makan dan minum-minum; aku boleh dan masih suka minum-minum dan makan. Aku disuruh bercukur oleh Sultan, mengapa harus dicukur, rambutku tumbuh sendiri. Apakah aku salah bersikap begini? Sampaikanlah kepada Sang Raja bahwa begitulah jawabanku,” jawab Senopati.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Jilid 1, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com