Pitan

Bukan ke Mataram Sultan Agung, Orang India Pasok Emas dari Barus ke Jawa kepada Mataram Siapa?

Cincin dengan tulisan Sanskerta dipakai orang India di Barus yang menambang emas. Mereka mengolah emas di Barus, lalu di kirim ke Mataram, tetapi bukan ke Mataram Sultan Agung. Lalu Mataram siapa?

Keperluan emas Kerajaam Mataram Kuno ternyata dipasok dari tambang emas di Sumatra. Pekerja tambang emasnya adalah orang-orang India.

Cincin yang diduga berasal dari abad ke-9 ditemukan di situs Lobu Tua, Barus, di pesisir barat Sumtara Utara. Cincin yang digunakan pekerja tambang itu bertuliskan: Tamasi wara kuru. Artinya: Dalam kegelapan saya memilih bekerja.

Berarti Mataram yang mendapat pasokan emas dari Sumatra bukan Mataram zaman Sultan Agung lho ya. Tapi Mataran Kuno yang didirikan oleh Sanjaya pada abad ke-8.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Panglima Perang Diponegoro Meracuni Penginjil Belanda di Tondano, Benarkah?

Orang India sudah ada di Barus pada pertengahan abad ke-9. Saat itu, Barus sudah menjadi kota modern untuk ukuran masa itu.

Penemuan prasasti berbahasa Jawa kuno di Lobu Tua memunculkan dugaan bahwa Jawa, diwakili Mataram Kuno, memiliki peran penting di Barus. Mataram Kuno telah menggunakan koin emas dan emasnya dipasok dari Barus.

“Orang India Selatan --kita sudah mengetahui bahwa masyarakat yang berasal dari India selatan tinggal di Lobu Tua-- telah lama menguasai teknik-teknik penambangan di wilayah mereka sendiri,” kata Claude Guillot.

Orang Jawa, menurut Claude Guillot, memerlukan orang India di Barus untuk menjalankan tambang emas. Tambang emas di Sumatra ada di Rejang Lebong, Bengkulu.

Tak heran jika pada masa lalu Sumatra dikenal denan nama Swarnabhumi atau Swarnadwipa. Artinya Bumu Emas atau Pulau Emas.

Oohya! Baca juga ya:

Panglima Perang Padri Menikah, Imam Bonjol Beli Tanah untuk Mahar di Manado

Orang Jawa memerlukan emas untuk uang koin. Orang-orang India di Barus memerlukan untuk perhiasan.

“Di Jawa muncul mata uang pertama di Nusantara dan mata uang dari Barus jelas diilhami oleh mata uang perak Jawa: hiasan bunga cendana yang sama di sisi a dan aksara di sisi b,” kata Claude Guillot.

Koin emas itu dicetak di Lobu Tua. Di situs Lobu Tua ditemukan tembikar-tembikar yang dijadikan cetakan koin emas itu. Dengan demikian, Barus tidak hanya dikenal dengan kapur barusnya, melainkan juga emas.

Bagaimana orang-orang India penambang emas itu bisa tinggal di Barus? Kerajaan Cola di India telah memperluas wilayahnya sejak abad ke-9 hingga ke seberang laut.

Di Lobu Tua ditemukan artefak yang memperlihatkan keberadaan orang-orang India. Patung Bodhisatwa yang ditemukan di Lobu Tua memperlihatkan adanya masyarakat Hindu di Barus.

Cincin berhias aksara Sanskerta yang berbunyi kegelapan saya memilih bekerja juga menjadi bukti. Tapi, ternyata tak hanya orang India dan Jawa yang ada di Barus --karena masih pada masa Hindu, berarti orangJawa itu tidak berasal dari Kerajaan Mataram yang jaya pada masa Sultan Agung.

Oohya! Baca juga ya:

Nama Presiden Soeharto Ditulis di Keset, OPM Injak-Injak Setiap Hari, Ini Kata Kontras Soal Penyebutan OPM oleh TNI

Ada juga orang Persia, Cina, dan Arab. Ada empat bahasa yang digunakan di Barus, yaitu Tamil, Arab, Jawa, dan Sanskerta. Ada cincin stempel yang bertuliskan huruf Arab: Allah, Muhammad.

Orang Arab juga datang di Barus sebagai pedagang. Tapi pada abad ke-12 datang serangan dari Garagasi setelah proses penguslaman di sana, sehingga Lobu Tua ditinggalkan penduduknya.

Jadi, orang Jawa yang menikamti emas dan kamfer (kapur barus) adalah orang Jawa pada masa Mataram Kuno. Ketika Majapahit berdiri, masih bergantung emas dari Sumatra, tapi pasokananya tidak lagi dikirim dari Barus, melainkan dari Kerajaan Darmasraya.

Jadi, Mataram Sultan Agung tak lagi menikmati pasokan emas dari orang-orang India di Barus.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Barus, Seribu Tahun yang Lalu, karya Claude Guillot dkk (2008)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]