Bung Karno Gembira Pelacur PNI Dipenjara oleh Belanda
Para pelacur jalanan sering terkena razia polisi Belanda. Biasanya mereka memilih membayar denda lima gulden daripada harus dipenjara tujuh hari.
Setelah menjadi anggota Partai Nasional Indonesia (PNI), mereka diminta Bung Karno memilih hukuman penjara. Karena menolak membayar denda, maka mereka harus dipenjara.
"Aku gembira mendengarnya, oleh karena penjara adalah sumber keterangan yang baik," kata Bung Karno.
Ohya! Baca juga ya:
Bung Karno Ternyata Rajin ke Tempat Pelacuran Setelah Mendirikan PNI
Kali ini ada 40 pelacur anggota PNI yang terkena razia "Karena setia dan patuh kepada pemimpinnya, maka ketika hakim meminta denda, mereka menolak," ujar Bung Karno.
Dengan masuk penjara, maka mereka akan mengenal petugas penjara. Hal itu akan berguna di kemudian hari.
Melakukan perjuangan kemerdekaan, Bung Karno merasa perlu melakukan perang urat saraf. Para pelacur yang direkrut menjadi anggota PNI, selain menjadi mata-mata, bisa pula menjalankan perang urat saraf.
Mereka bisa menggoda polisi Belanda dan petugas penjara Belanda. Bung Karno terinspirasi gerakan pelacur di Prancis.
Oohya! Baca juga ya:
Lebaran tak Bisa Beli Petasan 1 Sen, Bung Karno: Mau Mati Aku Rasanya
"Ambillah misalnya Mme Pimpadour, dia seorang pelacur. Lihat betapa masyhurnya dia dalam sejarah," ujar Bung Karno.
Bung Karno juga menyebut Theorigne de Merricourt, pemimpin besar wanita dari Prancis. "Lihatlah barisan roti di Versailles. Siapakah yang memulainya? Perempuan-perempuan lacur," kata Bung Karno.
Perang urat saraf yang melibatkan para pelacur itu dijalankan Bung Karno karena betapa menegangkannya situasi pada 1928. "Kami adalah pelopor-pelopor revolusi. Bersumpah untuk menggulingkan pemerintah," kata Bjng Karno.
Maka segala gerak-gerik Bung Karno selalu diawasi. Selalu saja ada polisi rahasia Belanda yang menguntitnya.
Bung Karno lebih suka mempermainkan polisi-polisi itu daripada harus melawannya. "Kalau aku berhadapan dengan wajah baru yang mengikutiku dari belakang setelah selesai berpidato, sikapku selaku ramah," ujar Bung Karno.
Maka, Bung Karno akan memilih pergi dengan melewati persawahan. Ia memilih perjalanan jauh melalui pematang sawah.
Ohya! Baca juga ya:
Karena Miskin, Bung Karno Pernah tak Bayar Zakat Fitrah Menjelang Lebaran
Ia tahu, polisi Belanda tak mungkin meninggalkan sepeda mereka tanpa penjagaan. Maka, ketika harus menguntit Bung Karno, polisi rahasia itu harus memanggul sepeda mereka.
Tentu akan berjalan terhuyung-huyumg di pematang sawah sambil memanggul sepeda. Bung Karno akan senang melihat penderitaan polisi itu.
Bung Karno harus mencari berbagai siasat untuk mengerjai polisi rahasia yang menguntitnya. Mustahil bagi Bung Karno untuk lolos dari pengawasan polisi.
Maka, salah satu ide gila yang ia lakukan adalah pergi ke tempat pelacuran. "Jadi berapatlah kami di sana, di tempat pelacuran, sekitar jam delapan dan sembilan malam," ujar Bung Karno.
Ada 670 pelacur yang menjadi anggota PNI Cabang Bandung. Maka, ketika ada 40 pelacur jalanan yang dirazia memilih dipenjara, Bung Karno memberikan instruksi lanjutan setelah mereka dibebaskan.
Oohya! Baca juga ya:
Jika ada petugas penjara sedang jalan-jalan bersama istrinya, para pelacur jalanan yang telah mengenalnya diminta untuk menggodanya. Caranya cukup menyapa namanya dengan genit pada saat petugas itu melintas.
Setelah melintasi salah satu pelacur, giliran pelacur lain yang juga menyapa namanya. Maka akan ada banyak pelacur yang menyapa namanya.
Tentu saja mereka tidak sekadar menyapa. Melainkan juga sekaligus merayunya di depan istrinya.
"Istrinya akan gila oleh teguran ini. Muslihat ini termasuk dalam perang urat saraf kami," kata Bung Karno.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1986, cetakan keempat)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com