Pitan

Bung Karno Ternyata Rajin ke Tempat Pelacuran Setelah Mendirikan PNI

Bung Karno saat menghadiri Kongres Indonesia Raya yang diadakan di Surabaya pada Januari 1932. Pada 1928 Bung Karno rajin ke tempat pelacuran. Untuk apa?

Suatu hari Bung Karno diperiksa polisi Belanda. Komisaris besar polisi  yang memeriksanya, Albrechts, menyatakan telah melihat Bung Karno ada di tempat pelacuran.

Pada 1928, polisi Belanda selalu mengawasi gerak-gerik Bung Karno. Komisaris besar polisi itu lalu meminta Bung Karno berterus terang mengenai hal yang ia lakukan di tempat pelacuran pada malam hari.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Dugaan Tuan untuk apa saya ke sana?" tanya Bung Karno.

Oohya! Baca juga ya:

Bung Karno Dicambuk Rotan karena Sarang Burung dan Sepulang dari Sungai

Komisaris besar polisi itu pun menyatakan akan membuat laporan atas tindakan Bung Karno itu. "Untuk siapa? Istri saya?" tanya Bung Karno.

"Tidak. Untuk pemerintah!" kata Albrechts membentak.

Ya. Untuk apa sebenarnya Bung Karno ke tempat pelacuran?

Setelah mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), Bung Karno sering berkeliling. Tahun 1928, kata Bung Karno, adalah tahun propaganda dan pidato.

Oohya! Baca juga ya:

Bung Karno pun Pernah Jadi Korban Bullying

Pagi, siang, dan sore ia rajin berpidato di hadapan pengikutnya. Ada yang di gedung bioskop untuk pertemuan pagi dan ada yang di tanah lapang untuk pertemuan sore.

Menggunakan gedung bioskop pada pagi hari murah harga sewanya. Malam hari, menghindari kejaran polisi Belanda, Bung Karno berlindung di tempat pelacuran.

Bung Karno tidak sendirian. Ada beberapa orang PNI yang juga datang di tempat pelacuran. Datang sendiri-sendiri dari pintu masuk yang berbeda, rapat, lalu pulang sendiri-sendiri dari pintu keluar yang berbeda pula.

Ketika Bung Karno mengutarakan telah merekrut pelacur sebagai anggota PNI, Ali Sastroamidjojo menentangnya keras. Ali menjadi ketua cabang PNI.

"Sangat memalukan," kata Ali. "Kita merendahkan nama dan tujuan kita dengan memakai perempuan sundal --kalau Bung Karno dapat memaafkan saya memakai nama itu. Ini sangat memalukan," lanjut Ali.

Bung Karno meminta alasan Ali. Sebab, menurut Bung Karno, mereka menjadi revolusioner terbaik.

Oohya! Baca juga ya:

Karena Miskin, Bung Karno Pernah tak Bayar Zakat Fitrah Menjelang Lebaran

"Saya tidak mengerti pendirian Bung Ali yang sempit," kata Bung Karno.

"Ini melanggar susila," kata Ali menyerang.

Bung Karno pun balik menyerang Ali karena tak pernah meminta penjelasan mengenai alasan merekrut 670 pelacur menjadi anggota PNI. Tujuan Bjng Karno merekrut pelacur tentu tak diketahui Ali.

Sama halnya komisaris besar polisi yang tidak mengetahui alasan Bung Karno berkunjung ke tempat pelacuran. "Untuk bercintaan dengan seorang perempuan, itulah alasannya," kata Bung Karno kepada komisaris besar polisi yang memeriksanya.

Tentu saja Bung Karno menutupi tujuan aslinya. Di tempat pelacuran itu, ia bertemu dengan aktivis lainnya membahas pergerakan perjuangan kemerdekaan.

Oohya! Baca juga ya:

Perang Diponegoro, Krisis Akhlak, Kemakmuran Rakyat, dan Pelajaran yang Dapat Dipetik Darinya

Ia juga meminta kepada para pelacur untuk selalu membuka mata dan telinga. Jika mendapatkan informasi dari orang-orang Belanda yang menyewa jasa mereka, mereka perlu melaporkannya ke Bung Karno.

"Saya memerlukan tenaga manusia, sekalipun perempuan. Bagi saya persoalannya bukan bermoral atau tidak bermoral. Tenaga yang ampuh, itulah satu-satunya yang aku perlukan," kata Bung Karno kepada Ali.

Ali belum puas dengan jawaban Bung Karno. Sebab, dari sekian banyak cabang PNI, hanya cabang Bandung yang merekrut pelacur sebagai anggota.

Bung Karno menganggap para pelacur itu memiliki posisi penting dalam perjuangan. "Anggota lain dapat kulepaskan, akan tetapi melepaskan perempuan lacur, tunggu dulu," jawab Bung Karno mempertahankan diri.

Dari para pelacur itu, Bung Karno mendapat informasi-informasi penting dari orang-orang Belanda yang menyewa mereka. Bung Karno tak menyebut jenis informasi penting mengenai Belanda yang ia dapat dari para pelacur yang ia jadikan mata-mata itu.

Tapi ia bisa membasmi cecunguk-cecunguk partai berkat informasi dari para pelacur itu. Cecunguk partai adalah anggota partai yang ternyata memata-matai partai karena mendaoat bayaran.

Oohya! Baca juga ya:

MUI dan Organisasi Masyarakat Sipil Luncurkan Fatwa tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global

Ternyata ada juga anggota partai yang menyewa jasa mereka dan tidak bisa menyimpan rahasia. Atau malah, pelacur itu sendiri yang membocorkan rahasia.

Karenanya, kehadiran mereka pun melalui tahapan uji. Mereka menjadi calon anggota selama enam bulan dan selalu diawasi. Jika sudah bisa dipercaya penuh, baru dijadikan mata-mata.

Bung Karno juga menyebut telah mendapat sokongan dana yang besar dari oara pelacur. "Anggota-anggotaku ini bukan saja penyumbang yang bersemangat, bahkan menjadi penyumbang yang besar," kata Bung Karno.

Selain itu, keberadaan mereka juga berguna untuk mendatangkan banyak orang. Kursus politik tiap hari Rabu pun didatangi banyak laki-laki dengan kehadiran para pelacur itu.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1986, cetakan keempat)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]