Pitan

Benarkah Bung Karno Anak tidak Sah dari Tuan Kebun Kopi dan Buruh Pribumi, seperti yang Ditulis Majalah Belanda?

Bung Karno memiliki sifat keras dan lembut. Majalah Belanda menyebutnya sebagai anak tidak sah dari tuan kebun kopi dan buruh perempuan pribumi. Apa kata Bung Karno?

Ketika Bung Karno Lahir, Gunung Kelud meletus. Orang-orang Jawa pun menyebutnya itu sambutan terhadap Bung Karno.

Tetapi orang-orang Bali lain penafsirannya. “Gunung Kelud malah menyatakan kemarahannya, karena anak yang begitu jahat lahir ke muka bumi ini,” ujar Bung Karno.

Sukarno, yang kemudian akrab dipanggil Bung Karno, memiliki ayah Jawa dan ibu Bali. Ia baru paham terhadap tafsiran orang-orang Bali itu pada tahun 1949, ketika majalah Belanda menulisnya sebagai anak tidak sah tuan kebun kopi dan buruh pribumi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Perang Diponegoro, Krisis Akhlak, Kemakmuran Rakyat, dan Pelajaran yang Dapat Dipetik Darinya

Pada 1949 itu, ketika Indonesia masih berkonflik dengan Belanda. Belanda membenci Sukarno.

Tapi, ada majalah Belanda yang memuji-muji Sukarno selangit. “Sukarno adalah seorang yang bersemangat, dinamis, dan berlainan sama sekali dengan orang Jawa yang lamban dan lambat berpikir,” ujar Sukarno menirukan isi pujian majalah itu.

Majalah itu juga memuji kemampuan Sukarno yang menguasai tujuh bahasa. “Kita hendaknya bisa melihat kenyataan ini bahwa Sukarno sesungguhnya seorang pemimpin,” lanjut majalah itu.

Bung Karno lahir pada 6 Juni 1901 saat menyingsir fajar. “Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal enam bulan enam,” ujar Sukarno.

Bintangnya Gemini, lambang kekembaran. “Dan memang itulah aku sesungguhnya. Dua sifat yang berlawanan,” ujar Sukarno.

Oohya! Baca juga ya:

MUI dan Organisasi Masyarakat Sipil Luncurkan Fatwa tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global

Menurut Sukarno, ia bisa lunak dan bisa cerewet. Ia juga bisa keras laksana baja dan bisa lembut berirama.

“Pembawaanku adalah paduan daripada pikiran sehat dan getaran perasaan. Aku seorang yang suka memaafkan, akan tetapi aku pun seorang yang keras kepala,” lanjut Bung Karno.

Ia mengaku bisa menjebloskan musuh-musuh negara ke belakang jeruji besi. Namun, ia tidak sampai hati membiarkan burung terkurung di dalam sangkar.

Saat lahir, kelahirannya dibantu oleh seorang kawan dari keluarga Sukarno. “Bapak tidak mampu memanggil dukun untuk menolong anak yang akan lahir,” kata Bung Karno.

Sukarno mengaku masih keturunan Raja Singaraja. “Aku adalah anak dari seorang ibu kelahiran Bali dari kasta Brajmana. Ibuku, Idayu, asalnya dari keturunan bangsawan. Raja Singaraja yang terakhir adalah paman ibu,” ujar Bung karno.

Ia memiliki leluhur yang gugur di Perang Puputan di Kerajaan Singaraja di pantai utara Bali. Moyang Bung Karno bersama sisa orang Bali, mengenakan pakaian serba putih, kata Bung Karno, “Mereka menaiki kudanya, masing-masing menghunus keris, lalu menyerbu musuh. Mereka dihancurkan.”

Oohya! Baca juga ya:

AHY Demokrat tak Dapat Menteri Pertanian, Menteri Pertanahan pun Jadi, Setelah SBY Kritik Cawe-Cawe Lalu Dukung Prabowo

Sedangkan dari leluhur Jawa. Bapaknya bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo, keturunan Sultan Kediri.

“Lagi-lagi, merupakan suatu kebetulan ataupun suatu takdir padaku bahwa aku dilahirkan dalam lingkungan kelas yang berkuasa. Namun, betapapun asal kelahiranku ataupun nasibku, pengabdianku untuk kemerdekaan rakyatku bukanlah suatu keputusan yang tiba-tiba. AKu mewarisinya,” ujar Bung Karno.

Kendati begitu, fitnah terhadap Sukarno itu muncul pada 1949. Pujian malahaj belanda itu bukan tanpa sebab. Setelah ia memuji-muji Bung Karno, majalah itu memberikan keterangan yang berisi fitnah.

“Pembaca yang budiman, tahukah pembaca mengapa Sukarno memiliki sifat-sifat yang luar biasa itu? Karena Sukarno bukanlah orang Indonesia asli,” ujar Sukarno mengutip majalah itu.

Oohya! Baca juga ya:

Anak dari Cucu Sultan Agung Berselingkuh dengan Istri Carik, Pakubuwono I Menawarkan Selir kepada Carik

Majalah itu menyebut Bung karno anak tidak sah dari tuan kebun kopi. Tuan kebun kopi itu mengadakan hubungan gelap dengan buruh perempuan pribumi.

Begini penjelasan Bung Karno. Ia masih mengutip tulisan majalah belanda itu.

“Dia adalah anak yang tidak sah dari seorang tuan kebun dari perkebunan kopi yang mengadakan hubungan gelap dengan seorang buruh perempuan Bumiputra, kemudian menyerahkan anak itu kepada orang lain sebagai anak angkat.”

Bagaimana pembuktiannya? Begini kata Bung Karno:

“Sayang! Satu-satunya saksi untuk bersumpah kepada bapakku yang sesungguhnya dan untuk menjadi saksi bahwa aku dilahirkan oleh ibuku yang sebenarnya –bukan oleh pekerja di perkebunan kopi—sudah sejak lama meninggal.”

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams (1986, cetakan keempat)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Ratu Belanda Kecewa Jepang Rebut Indonesia, Kenapa?

Image

Anggota Dewan Kabupaten Grobogan 9 Orang, Adakah Kakek Buyut Anda?

Image

Melawan Belanda dengan Bahasa