Anak dari Cucu Sultan Agung Berselingkuh dengan Istri Carik, Pakubuwono I Menawarkan Selir kepada Carik
Setelah dinobatkan sebagai raja Mataram berkedudukan di Semarang, Pakubuwono I mengadakan pesta. Cucu Sultan Agung ini, yang merupakan putra Amangkurat I, dinobatkan menjadi raja oleh Kompeni pada 1704 saat berusia 56 tahun.
Pada adipati pesisir beserta istri, para punggawa, para prajurit menghadiri pesta itu. Adipati Suroadimenggolo memiliki menantu yang cantik yang juga hadir di pesta itu dan terpana pada ketampanan Pangeran Adipati Anom.
Keduanya lalu berselingkuh. Pakubuwono I, ayah dari Pangeran Adipati Anom, mengetahui perselingkuhan itu, lalu menawarkan selirnya kepada Carik Martoyudo sebagai pengganti istri.
Oohya! Baca juga ya:
Pangeran Diponegoro dan Tebusan Surga yang Indah dari Perang Melawan Kompeni
Martoyudo, anak Adipati Suroadimenggolo, mengetahui perselingkuhan istrinya dengan Pangeran Adipati Anom. Saat Pangeran Adipati Anom selesai berkasih-kasihan, Martoyudo tiba di pelataran rumah lalu mengintip melihat istrinya sedang berduaan dengan seorang pria tampan.
Martoyudo adalah keponakan Pangeran Adipati Anom. Ia ditunjuk oleh cucu Sultan Agung, Pakubuwono I, menjadi carik.
Saat itu pukul empat pagi, Martoyudo pulang dengan perasaan gelisah. Ia merasa seperti ada maling di dlaam rumahnya, itulah sebabnya iatidak langsung masuk, melainkan mengintip terlebih dulu.
Mengetahui yang berduaan dengan istrinya adalah Pangeran Adipati Anom, ia tidak jadi berteriak. Takut banyak orang menjadi tahu.
Ia pun berpura-pura batuk-batuk. Dari dalam rumah, Pangeran Adipati Anom mendengar ada suara batuk-batuk di luar rumah.
Oohya! Baca juga ya:
Awal Kisah Cucu Sultan Agung Ini Memilih Melarikan Diri ke Semarang Menjadi Pakubuwono I
Pangeran Adipati Anom bersegera keluar, menerobos pintu belakang. Martoyudo pun masuk ke dalam rumah denha memendam amarah kepada istrinya.
Martoyudo meraih rambut istrinya, memilinnya, lalu ditarik hingga membuat istrinya terjerembab. Ia lalu menginjak istrinya,memukulinya, menamparnya meninjunya, lalau menyeretnya.
Istri Martoyudo menjerit-jerit. “Bunuhlah aku, jangan diseret-seret,” teriak istri Martoyudo.
Istri Martoyudo mengaku telah berselingkuh, karenanya layak dibunuh oleh suaminya. Martoyudo menegaskan sudah pasti akan menbunuh istrinya, tetapi terlebih dulu akan menyakitinya.
Ketika istrinya tak berdaya di lantai akibat diseret dengan menjambak rambut, Martoyudo menjadi iba hatinya. Ia menyudahi penyiksaannya, lalu pergi tidur.
Ketika Martoyudo masih tidur, istri Martoyudo bangun dari pingsannya. Ia lalu memaki-maki Pangeran Adipati Anom yang meninggalkannya begitu saja ketika suaminya pulang.
Oohya! Baca juga ya:
Istri Martoyudo pun mengutuk Pangeran Adipati Anom dimakan hantu, seperti yang diucapkan Pangeran Adipati Anom saat datang diam-diam. Saat muncul, istri Martoyudo bertanya soal kedatangannya yang tidak diketahui oleh istri Martoyudo, seperti datangnya hantu.
“Ketika aku didoakan supaya dimakan hantu,” jawab Pangeran Adipati Anom.
Istri Martoyudo tertawa senang, lalu mencubit manja Pangeran Adipati Anom. Saat mengutuk Pangeran Adipati Anom, ia meninggalkan rumah menuju istana.
Di istana, istri Martoyudo memberi tahu permaisuri bahwa dirinya telah berselingkuh dengan Pangeran Adipati Anom. Sang Permaisuri pun melaporkan hal itu kepada Pakubuwoni I bahwa istri Martoyudo telah melarikan diri dari rumah, berlindung di istana.
Pakubuwono I pun memerintahkan pembantunya untuk memanggil Martoyudo. Utusan tiba di rumah Martoyudo melihat Martoyudo masih tidur nyenyak.
Oohya! Baca juga ya:
Utusan Raja membangunkan Martoyudo. Martoyudo pun pergi menghadap Pakubuwono I.
“Aku dengar istrimu meninggalkan kamu mengungsi ke sini,” ujar Pakubuwono I kepada Martoyudo.
Pakubuwono I lalu menyebut istri Martoyudo mengaku telah berselingkuh dengan Pangeran Adipai Anom. Martoyudo diminta memaafkan istrinya.
“Istrimu akan saya ganti. Pilihlah perempuan di istana ini sesuka hatimu. Aku berikan kepadamu semua selir dan abdi perempuanku tetapi jangan memasalahkan perbuatan adikmu Ki Dipati Mangkunegoro,”’ ujar Pakubuwono I.
Tapi Martoyudo menolak tawaran cucu Sultan Agung itu. Ia meminta kembali istrinya.
Anak Amangkurat I itu pun menyerahkannya, tapi berpesan agar Martoyudo tidak menyakitinya lagi.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Jilid IV, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]