Pitan

Awal Kisah Cucu Sultan Agung Ini Memilih Melarikan Diri ke Semarang Menjadi Pakubuwono I

Setelah Amangkurat II dimakamkan di Giriloyo, Imogiri, cucu Sultan Agung menobatkan anak Amangkurat II sebagai Amangkurat III. Mengapa kemudian ia melarikan diri ke Semarang dan menjadi Pakubuwono I?

Sebelum Amangkurat II meninggal, ia telah berpesan kepada anaknya, Pangeran Adipati Anom. Ia meminta jangan terburu-buru menjadi raja jika belum ada pesertujuan dari Pangeran Puger, pamannya.

Pangeran Puger --cucu Sultan Agung yang dicopot dari posisinya sebagai putra mahkota oleh Amangkurat I-- sedang memimpin pasukan ke Ponorogo. Ia dipanggil pulang karena Amangkurat II sedang sakit.

Bagaimana ceritanya, ia memilih melarikan diri dari keraton Kartosuro dan menobatkan dirinya sebagai Pakubuwoni I di Semarang? Padahal, Pangeran Pugerlah yang menobatkan Pangeran Adipati Anom menjadi Amangkurat III.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Menolak Celana Panjang, Dasi, dan Negara Khilafah, Keturunan Sunan Kudus Ini Diajukan Jadi Pahlawan Nasional Penggerak Nasionalisme

Setahun Amangkurat II menderita sakit lumpuh. Sempat sembuh, tetapi setahun kemudian sakit lagi hingga akhirnya meninggal dunia. Pangeran Adipati Anom pun bersegera menjadi raja sebagai Amangkurat III, setelah mendapat izin dari Pangeran Puger.

“Hai segenap orang Kartosuro dan mancanegara, serta prajurit pesisir. Kalian jadilah saksi. Kini putraku, aku nobatan sebagai raja di Kartosuro menggantikan kakanda yang telah almarhum,” kata Pangeran Puger.

Para adipati pesisir dan mancanegara tidak ada yang menentang. Namun, tiba-tiba, Patih Sumobroto membuat keributan. Menurutnya, penobatan yang dilakukan oleh Pangeran Puger hanya mengulang pekerjaan saja, sebab setelah Amangkurat II meninggal, Pangeran Adipati Anom menjadi raja dengan sendirinya.

Pernyataan patih itu tentu saja membuat malu Pangeran Puger, yang merupakan paman dari Pangeran Adipati Anom. Pangeran Puger menahan amarahnya.

Tapi tidak bagi Adipati Surabaya. “Hai Patih Sumobroto, ucapanmu itu seperti bukan ucapan seorang patih, tetapi seperti ucapan anak gembala,” ujar Adipati Surabaya.

Oohya! Baca juga ya:

Adipati Pati Tinggalkan Cucu dari Cicit Sultan Agung Setelah Bupati Grobogan Berhasil Merebut Keraton

Adipati Sampang juga kesal dengan pernyataan Sumobroto. “Sudah menjadi adat di Mataram jika Sang Raja mangkat, putranya menggantikan sebagai raja dan kerabat raja yang terrua yang melantiknya sebagai raja. Saya tahu sejarahnya,” kata Adipati Sampang.

Sumobroto tersinggung oleh bantahan dua adipati yang membela Pangeran Puger itu. Tapi Sumobroto membalasnya dengan segera menyembah kaki Amangkurat III, yang kemudian diikuti oleh para adipati dan tumenggung mancanegara.

Amangkurat III memilih selir-selir muda ayahandanya, untuk ia jadikan selir. Tumenggung Wiroguno mengingatkannya agar tidak bertindak demikian, karena bisa celaka di kemudian hari jika mengambil selir Amangkurat II.

Amangkurat III lantas menghardik Wiroguno yang telah mengganggu kesenangannya. Amangkurat III kemudian menulis surat untuk dikirimkan kepada Gubernur Jenderal Kompeni di Batavia, memberi tahu jika Amangkurat II telah meninggal dan ia telah menjadi raja.

Amangkurat III juga menceraikan istrinya yang berasal dari Kapugeran. Ia menceraikannya karena Sumobroto memberi tahu bahwa Pangeran Puger menjadi satu-satunya pihak yang keberatan dirinya menjadi raja.

Di keraton Mataram Lama, Kotagede, Raden Surtokusumo tidak mau pulang ke Kartosuro setelah mengantarkan jenazah Amangkurat II ke Giriloyo, Imogiri. Ia menyusun kekuatan.

Oohya! Baca juga ya:

Bupati Grobogan Berantem dengan Adipati Pati, Mengapa Adipati Pati Tinggalkan Amangkurat V?

Mendapat dukungan dari prajurit di keraton Kodagede dan dari orang Kedu dan Bagelen, Suryokusumo menobakan dirinya sebagai raja. Amangkurat III kaget ketika Suryokusumo menggelar pasukan.

Kepada Amangkurat III, Patih Sumobroto menyatakan, tak mungkin Suryokusumo berani menobatkan diri sebagai raja jika tidak ada orang tua di belakangnya.Maka, Amangkurat III pun memanggil Pangeran Puger yang disebut Sumobroto menentang dirinya sebagai raja.

Cucu Sultan Agung itu pun ditahan oleh cicit Sultan Agung, Amangkurat III. Di depan Pangeran Puger, Sumobroto sesumbar akan segera mengganggam Tanah Jawa, karena dirinya telah dijadikan oleh anak angkat Amangkurat I sebelum Amangkurat I meninggal dunia.

Rupanya hal itulah yang membuat Sumobroto berani menentang Pangeran Puger ketika Pangeran Puger menobatkan Pangeran Adipati Anom sebagai Amangkurat III. Pangeran Puger lalu berdoa agar mendapat cara bisa segera keluar dari kurungan.

Oohya! Baca juga ya:

Food Estate, Bung Karno: Petani Harus Punya 10 Hektare Lahan, Bagaimana Food Estate Prabowo?

Begitulah, ceritanya, hingga akhirnya cucu Sultan Agung itu memilih pergi ke Semarang lalu menjadi Pakubuwono I di Semarang atas bantuan Kompeni.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Babad Tanah Jawi Jilid IV, penerjemah Amir Rokhyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]