Pitan

Ratu Kalinyamat Disebut Juga Ratu Pajajaran dan Portugis Sebut Kalinyamat Sebagai Cerinhama, Apa Maksudnya?

Di makam Ratu Kalinyamat di Mantingan, Jepara, pada 13 September 1952, Presiden Sukarno berdoa.

Surutnya kekuasaan Demak akibat perebutan kekuasaan, membuat Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto, meneruskan pemerintahan Demak di Kalinyamat, Jepara. Mengapa dia disebut sebagai Ratu Pajajaran?

Armada laut Jepara yang sudah dikenal sejak zaman Dipati Unus membuat negeri-negeri lain sering meminta bantuan ke Jepara. Pada akhir 1512 dan awal 1513 Dipati Unus (disebut juga Patih Unus atau Pati Unus) menyerbu Portugis di Malaka. Ada 100 kapal yang dibawa ke Malaka. Kapal Dipati Unus yang memimpin perang ini, berat 500 ton. Kapalnya berlapis baja.

Namun, penyerbuan ini gagal. Dipati Unus dengan susah payah bisa menyelamatkan diri.
“Kapalnya dipajang di pantai Japara, sebagai kebanggaan dirinya karena telah berperang melawan ‘orang paling berani di dunia’, meskipun ia kalah dalam pertempuran tersebut,” tulis De Locomotief.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Kehebatan Armada Laut Jepara Dorong Belanda Cari Lokasi Istana Ratu Kalinyamat dan Bebaskan Pajak di Mantingan

Demak lantas dikenal sebagai kerajaan yang memiliki tradisi penaklukan dengan tujuan mengislamkan Jawa. Upaya Dipati Unus --anak menantu Raden Patah yang diberi kekuasaan di Jepara-- mengadang Portugis di Malaka agar tidak masuk ke Jawa adalah upaya besar yang mengawali rencana pengislaman Jawa itu.

Penyerangan Dipati Unus ke Malaka tu membuat dirinya menggantikan Raden Patah memerintah Demak pada 1518. Namun ia hanya memerintah selama tiga tahun karena pada 1521 meninggal dunia akibat penyakit yang dideritanya.

Ternggono, adik ipar Dipati Unus, menggantikannya. Trenggono melakukan berbagai penaklukan berbagai negeri di Jawa, hingga pada 1546. Ia meninggal saat melakukan penaklukan di Panarukan di ujung timur Pulau Jawa

Anak Trenggono, Prawoto, menggantikannya. Prawoto juga memiliki ambisi mengislamkan seluruh Jawa.

“Raja berkata, bila usaha ini berhasil, ia akan menjadi segundo turco, maksudnya: menjadi sultan Turki yang kedua, setaraf dengan Suleiman I, Sang Pencinta Kemewahan (1520-1566),” tulis De Graaf dan Pigeaud, mengutip surat Manuel Pinto yang dikirimkan ke uskup besar di Goa, Sulawesi.

Rupanya, Sunan Prawoto mengetahui perkembangan Turki. Pada 1547, Suleiman I telah mengadakan perjanjian dengan Kaisar Hungaria, Karel V.

Pengetahuan Sunan Prawoto mengenai Eropa itu diduga didapat dari Coje Geinal, orang Portugis yang tinggal di Demak dan sudah masuk Islam. Coje Geinal membantu Sultan Demak membuat meriam. De Graaf dan Pigeaud menduga Coje Geinal adalah Khoja Zainal Abidin.

Oohya! Baca juga ya: Pahlawan Nasional Ratu Kalinyamat Dikagumi Penulis Portugis, tetapi Dicitrakan Buruk di Babad Tanah Jawi

Surat Manuel Pinto yang dikirim ke Pastur Vicente Viegas di Goa ditulis pada 7 Desember 1548. Rupanya, sepulang dari kunjungannya ke Goa, Manuel Pinto menemui Sunan Prawoto di Demak.

Manuel Pinto mengirim surat ke Goa, untuk memberi tahu rencana Sunan Prawoto yang akan menyerbu Goa. Portugis sudah masuk Goa.

“Ia mengira akan dapat dengan mudah menjatuhkan Malaka dengan menutup jalur-jalur pengiriman beras di Jawa. Ia berkata juga bahwa sedang mempertimbangkan untuk mengirimkan ekspedisi ke Sulawesi Selatan dengan maksud menaklukkan dan mengislamkan daerah itu,” lanjut De Graaf dan Pigeaud mengutip surat Manuel Pinto.

Pada kesempatan bertemu raja Demak yang merupakan kakak Ratu Kalinyamat, Sunan Prawoto, Manuel Pinto menasihati sultan keempat Demak itu agar tidak mengirim pasukan. Ia khawatir, armada laut Sunan Prawoto akan merugikan Pastur Vicente Viegas yang pada saat itu sedang mengenalkan agama Kristen di Sulawesi Selatan.

Tapi, Sunan Prawoto dibunuh Aryo Penangsang dari Jipang pada 1549, sebelum bisa merealisasikan rencana-rencananya. Aryo Penangsang berambisi menjadi sultan Demak, sehingga ia membunuh Sunan Prawoto dan juga Pangeran Kalinyamat, ipar Sunan Prawoto, yang merupakan suami Ratu Kalinyamat.

Ratu Kalinyamat yang mendapat julukan Ratu Pajajaran, meneruskan tradisi Demak setelah ditinggal suaminya, Pangeran Kalinyamat. Permintaan bantuan dari negeri lain ia penuhi, seperti permintaan untuk mengusir Portugis di Malaka.

Oohya! Baca juga ya: Menjadi Pahlawan Nasional, Tabrani Telah Menyuburkan Benih Persatuan Indonesia

Semangat penaklukan Demak itu rupanya tidak hanya rencana. Semangat itu telah menjadi cita-cita besar yang harus diraih, karenanya, nama-nama daerah yang akan ditaklukkan disematkan kepada anak-anak keluarga raja.

Ratu Kalinyamat dapat julukan juga sebagai Ratu Pajajaran, dengan harapan Demak kelak bisa melaklukkan Pajajaran. Ada pula yang dijuluki Pangeran Kediri dengan harapan kelak Demak bisa menaklukkan Kediri.

Pangeran Kediri ini –yang merupakan kemenakan Sunan Prawoto dan Ratu Kalinyamat-- yang kemudian menggantikan kedudukan Sunan Prawoto di Demak. Tapi, kekuasaannya disebut De Graaf dan Pigeaud sebagai “kekuasaan sekadarnya”.

Disebut sekadarnya karena negeri-negeri lain yang tadinya berada di bawah kekuasaan Demak, seperti telah menjadi negeri mandiri. Maka, setelah Sultan Pajang Hadiwijoyo (Joko Tingkir) meninggal pada 1582, Pangeran Kediri ini mendatangi Pajang pada 1587, menuntut hak atas kekuasaan tertinggi sebagai raja.

Usaha Pangeran Kediri gagal. Panembahan Senopati yang memimpin Mataram berhasil mengacaukan kekuatan pasukan Pangeran Kediri yang menyerbu Pajang itu.

Keinginan menjadi raja tertinggi di Jawa inilah rupanya yang membuat Pangeran Kediri menolak permintaan bantuan dari Aceh untuk menyerbu Malaka. Ia takut Aceh akan menguasai Jawa jika Aceh atas bantuannya berhasil menaklukkan Portugis di Malaka.

“Kejadian ini tentu dilihat oleh orang-orang Portugis sebagai ‘uluran tangan surga’ (obra divina); karena itulah De Couto menyajikan berita ini secara panjang lebar,” tulis De Graaf dan Pigeaud.

Oohya! Baca juga ya: Jadi Pahlawan Nasional, Tabrani Diteriaki Negro oleh Anak Kecil di Belanda

Penulis Portugis De Coute mencatat, pada 1564 Sultan Aladin Shah yang akan menyerbu Malaka meminta bantuan ke Demak. Namun, utusan Sultan Aceh itu malah dibunuh oleh Pangeran Kediri, karena tidak rela Aceh menang atas Portugis.

Maka, Portugis senang. Hal itu menunjukkan tertutupnya peluang bagi Aceh bersekutu dengan Demak untuk menyerbu Postugis.

Tersingkir oleh Mataram, pada 1587 Pangeran Kediri meminta bantuan ke Malaka untuk mengusir Maratam. Pada saat itu, Aceh sedang membuat perjanjian damai dengan Portugis di Malaka.

Setelah Demak benar-benar runtuh, Ratu Kalinyamat di Jepara sudah mengambil peran penting. Ia menjadi sosok yang dituakan di keluarga kerajaan Demak yang tersebar.

Penulis-penulis Portugis juga menyebut peran Ratu Kalinyamat --juga dikenal sebagai Ratu Papajaran-- yang memerintah Jepara di Cerinhama. Posisi Cerinhama disebut berada dua pal di sebelah selatan dari Krasak, di sebelah barat jalan utama Kudus-Jepara.

Krasak berada di 10 pal dari Jepara. Satu pal setara dengan 1,5 kilometer.

Oohya! Baca juga ya: Ratu Kalinyamat Jadi Pahlawan Nasional, Ternyata Penguasa Maritim yang Bantu Aceh dan Malaka Melawan Portugis

“Perlu diingat bahwa huruf nh Portugis mempunyai bunyi konsonan yang sama dengan nj Belanda atau nja Jawa,” tulis De Locomotief.

Ceri dalam bahasa Portugis disebut sama dengan kali. Itu sebabnya, etnolog Belanda PJ Veth menyebut, yang dimaksud Portugis Cerinhama itu adalah Kalinyamat.

Namun, ketika Belanda melakukan penelitian arkeologi pada 1910 dan 1930, pejabat Jepara dan penduduk Jepara tidak tahu-menahu lokasi keraton Ratu Kalinyamat. Padahal mereka fasih bercerita mengenai legenda Ratu Kalinyamat.

Oohya! Baca juga ya: Jadi Pahlawan Nasional, Tabrani Pernah Jadi Juara Lomba Betis di Pesta Dansa Atas Nama Nona Rini

“Reruntuhan keraton Kalinyamat (untuk sementara) telah dilukiskan oleh Dr Bosch berdasarkan keterangan Th C Leeuwendaal bahwa di daerah itu terdapat tempat-tempat yang bernama Kriyan, Pacinan, Kauman, dan Sitinggil,” tulis De Graaf dan Pigeaud.

Lalu De Graaf dan Pigeaud menyebut ekspidisi yang dilakukan oleh Antonio Hurdt pada 1678. Pada tahun itu, Hurdt melakukan ekspedisi Jepara-Kediri.

“Waktu ia mengadakan ekspedisi dari Jepara ke Kediri, melihat kolam dengan banyak kura-kura jinak di dalamnya, di dekat Kalinyamat. Sejak zaman dahulu kolam dengan kura-kura itu merupakan bagian dari taman istana kerajaan Jawa,” tulis De Graaf dan Pigeaud.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- De Locomotief, 4 Maret 1931, 5 Maret 1931
- Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa karya HJ De Graaf dan Th G Th Pigeaud (1985)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]