Pahlawan Nasional Ratu Kalinyamat Dikagumi Penulis Portugis, tetapi Dicitrakan Buruk di Babad Tanah Jawi
Sejak zaman Dipatu Unus, penulis Babad Tanah Jawi tidak tertarik menceritakan Jepara dan kekuatan armada lautnya. Ketika Ratu Kalinyamat, yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 2023, memimpin Jepara dan melanjutkan tradisi maritim Dipati Unus, juga tidak dilirik oleh penulis Babad Tanah Jawi.
Mengutip Tome Pires, De Graaf dan Pigeaud menyebut Dipati Unus berasal keluarga kelas buruh di Kalimantan sebelah barat daya. Kakek Dipati Unus dari Kalimantan merantau ke Malaka.
Ayah Dipati Unus lahir di Malaka, kemudian menjadi kaya setelah melakukan perdagangan dengan Jawa. Ia lantas menetap di Jepara.
Oohya! Baca juga ya: Menjadi Pahlawan Nasional, Tabrani Telah Menyuburkan Benih Persatuan Indonesia
Ayah Dipati Unus menyingkirkan Patih Jepara pada 1470. Lalu, menjadi penguasa Jepara yang saat itu hanya berpenduduk 90-100 orang di bawah kekuasaan Demak.
Ayah Dipati Unus berhasil menarik minat banyak orang untuk datang ke Jepara. Ia pun berhasil memperluas wilayah kekuasannya sampai ke Bangka dan wilayah Pantai selatan Kalimantan.
Penulis Portugis menyebut ayah Dipati Unus berhasil memperluas wilayah kekuasan dan meraih kekayaan dengan cara menjadi bajak laut. Dipati Unus pada 1507 menggantikan kedudukan ayahnya pada saat ia berusia 17 tahun.
Selama lima tahun ia mempersiapkan diri untuk menyerang Malaka. Sebelum ia melakukan penyerangan, pada 1511 Malaka dikuasai Alfonso d’ Albuquerque dari Portugis.
Maka, di akhir 1512 di awal 1513, Dipati Unus menyerbu Portugis di Malaka. Tapi ia kalah. Armada lautnya yang merupakan gabungan dai Jawa dan Palembang, hancur.
Ia pulang hanya membawa 10 kapal jung dan 10 kapal barang. Tome Pires tidak menyebut jumlah kapal yang dibawa Dipati Unus ke Malaka.
Sebuah kapal berlapis baja yang besar sengaja didamparkan di laut Jepara. Ia jadikan kapal itu sebagai monumen penyerangan terhadap Portugis.
Oohya! Baca juga ya: Ratu Kalinyamat Jadi Pahlawan Nasional, Ternyata Penguasa Maritim yang Bantu Aceh dan Malaka Melawan Portugis
Ada penulis Portugis yang menyebut Dipati Unus dalam catatan Portugis adalah Pangeran Sabrang Lor dalam Serat Kandha. Jika dikaitkan dengan silsilah Dipati Unus yang memiliki kakek dari Kalimantan, sebutan Sabrang Lor cocok dengan posisi kakek Dipati Unus di seberang utara Pulau Jawa.
Dipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor memiliki adik bernama Trenggono yang kemudian menjadi sultan ketiga Demak. Trenggono memiliki anak bernama Ratu Kalinyamat.
Di tangan Trenggono, Demak terus melakukan perluasan wilayah. Trenggono gugur dalam peperangan merebut Panarukan pada 1546.
Sepeninggal Trenggono, patih-patih yang menjadi penguasa di wilayah kekuasaan Demak mulai berebut pengaruh. Aryo Penangsang, patih Jipang, memiliki ambisi menjadi raja.
Aryo Penangsang kemudian membunuh Sunan Prawoto yang menjadi sultan keempat Demak, menggantikan Trenggono. Aryo Penangsang pun membunuh suami Ratu Kalinyamat, Pangeran Kalinyamat atau Pangeran Hadiri, pada 1549.
Joko Tingkir, adik ipar Ratu Kalinyamat, juga memiliki ambisi meski malu-malu. Ia mengaku kalah sakti dibandingkan dengan Aryo Penangsang.
Oohya! Baca juga ya: Jadi Pahlawan Nasional, Tabrani Diteriaki Negro oleh Anak Kecil di Belanda
Ketika Ratu Kalinyamat meminta untuk menyingkirkan Aryo Penangsang sebagai aksi balas dendam atas kematian Pangeran Kalinyamat, Joko Tingkir menolaknya. Tapi ia diminta pamannya, Ki Ageng Pemanahan, untuk memikirkannya terlebih dulu.
Babad Tanah Jawi menggambarkan Ratu Kalinyamat dengan citra pendendam dan seenaknya sendiri. Sampai-sampai, ia berani bertapa telanjang, meski ia muslimah dan anak Sultan Demak.
Joko Tingkir kemudian menyanggupi permintaan kakak iparnya itu, tapi Babad Tanah Jawi juga menggambarkan Joko Tingkir tidak ksatria. Ia menyanggupi permintaan kakaknya setelah diiming-imingi akan diberi selir Pangeran Kalinyamat.
Setelah Joko Tingkir berhasil menyingkirkan Aryo Penangsang, Ratu Kalinyamat menyudahi tapa telanjang. Ia lalu memerintah Jepara di Kalinyamat.
Ia melanjutkan tradisi maritim yang telah dirintis oleh Dipati Unus. Suaminya, Pangeran Kalinyamat, meninggal dengan warisan kapal-kapal. De Graaf dan Pigeaud menyebut Pangeran Kalinyamat sebagai juragan kapal.
Pada 1551 Ratu Kalinyamat menyerang Malaka, tetapi juga mengalami nasib seperti Dipati Unus, gagal. Pada 1574 Jepara mengirim armadanya lagi, kini lebih kuat, ke Malaka, tetapi lagi-lagi gagal.
Ketika melakukan penyerangan tentu ia tidak sendirian. Ia menggalang kekuatan dari negeri-negeri lainnya.
Oohya! Baca juga ya: Etnolog Belanda PJ Veth Heran Ratu Kalinyamat Bisa Menjadi Pemimpin di Negeri Islam dan Bertapa Telanjang
Perang-perang laut yang dilakukan Ratu Kalinyamat, menurut De Graaf dan Pigeaud, dicatat oleh penulis-penulis Portugis. De Couto mengumpulkann tulisan-tulisan itu di Da Asia jilid VI dan jilid VIII. Tiele juga mengumpulkannya di Europeers bagian III.
Penulis-penulis Portugis itu juga mencatat pertempuran armada laut Ratu Kalinyamat di Maluku. Ia membantu Persekutuan Hite yang telah meminta bantuan kepadanya untuk mengusir Portugis dari Ambon.
“Laksamana armada Jepara oleh orang-orang Portugis diberi nama Quilidamao. Mungkin nama ini merupakan blasteran untuk Kiai Demang, gelar Jawa. Di Jepara, gelar Kiai Demang Laksamana diberikan kepada pemimpin armada dan pemimpin laskar perang,” tulis De Graaf dan Pigeaud.
De Graaf dan Pigeaud tidak menyebutkan berhasil tidaknya pertempuran Ratu Kalinyamat di Maluku. Tapi, kehadirannya di Ambon disebut telah bertindak keras.
Oohya! Baca juga ya: Ke Belanda Tempati Kabin Kapal Kelas Empat yang Sumpek, Tabrani Bisa Menyantap Makanan Penumpang Kelas Satu
“Zaman para pelaut Jepara banyak berpengaruh dan bertindak keras di Ambon itu tetapi hanya terbatas sampai perempat ketiga abad ke-16, yakni semasa pemerintahan Ratu Kalinyamat. Sesudah itu orang Jawa yang bertindak terhadap orang Portugis di Ambon adalah pengikut Sunan Giri,” tulis De Graaf dan Pigeaud merujuk catatan De Cauto.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
- Babad Tanah Jawi I penerjemah Amir Rochyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh (2004)
- Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa karya HJ De Graaf dan Th G Th Pigeaud (1985)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]