Pitan

Etnolog Belanda PJ Veth Heran Ratu Kalinyamat Bisa Menjadi Pemimpin di Negeri Islam dan Bertapa Telanjang

Kirab Buka Luwur Ratu Kalinyamat diadakan setiap tahun di Jepara. Ratu Kalinyamat dimakamkan di Mantingan, Jepara, berdampingan dengan makam suaminya, Pangeran Kalinyamat.

Hari ini Ratu Kalinyamat mendapat gelar pahlawan nasional. Pada 1931 ada tulisan di De Locomotief, mengutip rasa heran etnolog Belanda PJ Veth mengenai Ratu Kalinyamat yang bisa menjadi pemimpin di negeri Islam.

Referensi mengenai Islam yang dibaca Veth menyebutkan perempuan tidak dibolehkan menjadi pemimpin. Sumber-sumber tertulis Portugis dan babad-babad di Jawa menyebutkan hal itu.

Hal itu bisa terjadi dimungkinkan karena masih adanya pengaruh pra-Islam. Pengaruh peradaban pra-Islam itu memungkinkan Ratu Kalinyamat bisa memerintah di Jepara setelah kekuasaan Demak surut.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya: Ratu Kalinyamat Jadi Pahlawan Nasional, Ternyata Penguasa Maritim yang Bantu Aceh dan Malaka Melawan Portugis

Hal yang aneh lainnya adalah, Ratu Kalinyamat bertapa dengan bertelanjang. Hanya rambut panjang lebatnya yang menutupi tubuhnya.

Tidak diceritakan desain tempat ratu Kalinyamat bertapa telanjang. Tapi Babad Tanah Jawi memberitakan Ki Ageng Pemanahan bersama Joko Tingkir bisa bercakap-cakap dengan Ratu Kalinyamat di tempat bertapa.

Joko Tingkir yang sudah menjadi Adipati Pajang menasihati Ratu Kalinyamat agar tidak bertapa telanjang. Ratu Kalinyamat pun berterima kasih atas kepedulian Joko Tingkir.

Tapi ia menjelaskan bahwa sudah telanjur bernazar, selama Aryo Penangsang masih hidup, ia akan bertapa telanjang. Karenanya, agar ia bisa menyudahi tapa telanjangnya, ia meminta bantuan Joko Tingkir untuk membalas dendam atas kematian suaminya.

Suami Ratu Kalinyamat, Pangeran Kalinyamat, telah dibunuh oleh Aryo Penangsang yang dikenal sakti. Joko Tingkir pun menyatakan tak sanggup melawan kesaktian Aryo Penangsang.

Ratu Kalinyamat lalu menyindir adik iparnya itu. Percupa punya saudara laki-laki tetapi tidak bisa membantu balas dendam atas kematian Pangeran Kalinyamat.

Ki Ageng Pemanahan pun segera menengahi perdebatan kakak-adik ini. Ia menyarankan agar Joko Tingkir memikirkan dulu permintaan Ratu Kalinyamat.

Oohya! Baca juga ya: Jadi Pahlawan Nasional, Tabrani Pernah Jengkel dengan Penggunaan Bahasa Belanda di Negara Indonesia Timur

Karenanya, Ki Ageng pemanahan meminta Joko Tingkir pulang dulu ke Pajang. Jika sudah mendapatkan jawaban, segera kembali ke Gunung Danaraja, tempat Ratu Kalinyamat bertapa.

Setelah Joko Tingkir pergi, Ki Ageng Pemanahan memberi saran kepada Ratu Kalinyamat. Ia menjelaskan Joko Tingkir terlihat ada minat pada perempuan-perempuan yang menyertai Ratu Kalinyamat.

Karenanya, ia meminta agar mereka disuruh dandan pada saat Joko Tingkir kembali berkunjung. Ratu Kalinyamat mengatakan, perempuan-perempuan yang menyertainya adalah selir-selir suaminya.

Ia pun menyanggupi menyerahkan kepada Joko Tingkir jika Joko Tingkir bersedia membalaskan dendam. Singkat cerita, Joko Tingkir berhasil membalasan dendam.

Ratu Kalinyamat kemudian menyerahkan selir-selir suaminya kepada Joko Tingkir Bahasa Jawa alusnya dipun danani. Peristiwa ini kemudian memunculkan pemberian nama mata air di tempat pertapaan itu: mata air danarasa.

Ratu Kalinyamat pun menyudahi tapa, lalu melajutkan pemerintahan Jepara yang beribu kota di Kalinyamat. Memimpin negeri maritim ia bisa menggalang kekuatan untuk mengumpulkan armada laut dari negeri-negeri lain di pesisir utara Jawa.

Oohya! Baca juga ya: Bupati Grobogan Gunakan Senjata Bantuan Belanda untuk Serang Loji Belanda di Semarang

Ia mengirim armada lut itu ke Malaka dan Aceh, untuk membantu kedua negeri itu melawan Portugis. Babad Tanah Jawi tidak menyebutkan berhasil tidaknya Jepara melawan Portugis.

De Graaf dan Pigeaud menyebut, pada pengiriman armada laut ke Malaka pada 1551, Jepara kalah dari Portugis. Pengiriman armada laut pada 1574 untuk membantu Aceh mengusir Portugis, Jepara juga kalah.

Selama di Aceh, Jepara mengepung Portugis selama tiga bulan. Tapi, mereka harus pulang ke Jepara tanpa membawa kemenangan.

Oohya! Baca juga ya: Kata-Kata Penggugah Semangat dari Tabrani, Pencetus Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan

Meski begitu, permintaan bantuan masih datang ke Jepara.Persekutuan Hitu di Ambon beberapa kali memnta bantuan ke Jepara. Di Ambon pasukan Jepara ikut mengusir Portugis dan orang-orang Hative yang masih seketurunan dengan orang-orang Hitu.

De Graaf dan Pigeaud tidak menyebut berhasil tidaknya tugas di Ambon. Tapi pasukan Jepara disebut bertindak keras selama di Ambon.

“Tetapi hanya terbatas sampai perempat ketiga abad ke-16, yakni semasa pemerintahan Ratu Kalinyamat,” tulis De Graaf dan Pigeaud.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
- Babad Tanah Jawi I penerjemah AmirRochyatmo, penyunting Sapardi Djoko Damono dan Sonya Sondakh
- De Locomotief, 5 Maret 1931
- Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa karya HJ de Graaf dan G Th Pigeaud (1985)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]