Kendeng

Bupati Grobogan Gunakan Senjata Bantuan Belanda untuk Serang Loji Belanda di Semarang

Bupati Grobogan yang pertama di zaman Keraton Kartosuro, Tumenggung Martopuro, menyusun kekuatan melawan Belanda dengan cara, kata Raffles, menipu Belanda.

Belanda, kata Letnan Gubernur di Jawa, Raffles, tidak tahu jika pasukan Bupati Grobogan Martopuro berpura-pura berperang melawan orang-orang Cina. Bupati Grobogan justru menggunakan senjata bantuan Belanda untuk membantu orang-orang Cina menyerang loji Belanda di Semarang.

Dengan alasan akan menyerang orang-orang Cina, Bupati Grobogan meminta bantuan senjata kepada Belanda. Belapa pun mengirimkan 20 meriam, delapan senapan laras panjang otomatis, delapan pistol, dan bubuk mesiu.

Dengan trik pura-pura berperang melawan orang-orang Cina, Bupati Grobogan bisa menggiring orang-orang Cina bergabung di Tanjung Welahan, dekat Semarang, tanpa perlu dicurigai oleh Belanda. Secara diam-diam, Bupati Grobogan lalu memimpin orang-orang Cina di Tanjung Welahan ini bergerak ke Semarang untuk menyerang loji Belanda.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Kata-Kata Penggugah Semangat dari Tabrani, Pencetus Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan

Menembak tiga kuda sehingga kuda-kuda itu terluka juga dijadikan trik oleh Bupati Grobogan. Tiga kuda yang terluka itu, kata Raffles, dijadikan bukti oleh Bupati Grobogan bahwa orang-orang Cina yang telah melarikan diri itu berhasil melukai kuda-kuda pasukan Grobogan.

Belanda pun kemudian meminta bantuan kepada Pakubuwono II agara mengerahkan pasukan untuk membantu Bupati Grobogan mengejar orang-orang Cina. Pabubuwono II pun menyanggupi permintaan itu, tetapi ia telah berpesan kepada pasukan keraton agar tidak meyaakiti orang-orang Cina.

Mereka harus berpura-pura menyerang orang-orang Cina, seperti yang dilakukan oleh Bupati Grobogan. Pertempuran pura-pura itu tak hanya dilakukan oleh Mataram di Grobogan, melainkan juga di wilayah Kedu dan Ambarawa.

Para bupati di Pati dan Demak juga diminta melakukan penyerangan pura-pura kepada orang-orang Cina. Tujuannya agar orang-orang Cina di pantai utara itu bisa berkumpul dengan orang-orang Cina yang sudah menyusun kekuatan di Tanjung Welahan.

Setelah pura-pura menang perang, pasukan mataram ditarik kembali ke Semarang. Trik selanjutnya dilakukan di Semarang, yaitu pimpinan orang-orang Cina ditangkap Belanda, lalu sisanya melarikan diri bergabung di Tanjung Welahan juga.

Oohya! Baca juga ya:

Layak Jadi Pahlawan Nasional, Pemuda Madura Ini Cetuskan Bahasa Indonesia Gara-gara Tersinggung oleh Belanda

Pada hari yang telah ditentukan, Bupati Grobogan meimpin orang-orang Cina menyerbu loji Belanda di Semarang. Bupati Grobogan tentu saja melakaukannya secara sembunyi-sembunyi.

Ia tak ingin Belanda mengetahui bahwa dia yang memimpin penyerbuan. Yang tampak oleh Belanda, Bupati Grobogan berada pada posisi menyerang orang-orang Cina.

Insiden penyerangan di Ambarawa sempat membuat orang-orang Cina yang menyeru Semarang marah. Pasukan Mataram yang dikirim ke Ambarawa atas permintaan Belanda, sebenarnya sudah diperintahkan untuk tidak menyakiti orang-orang Cina di Ambarawa.

Namun, pemimpin pasukan Mataram itu, Aryo Pringgoloyo telah membuat 10 orang Cina meninggal, lalu mengirimkan buktinya kepada pasukan Belanda di ibu kota Mataram, Kartosuro. Atas insiden ini, perlu pendekatan kepada orang-orang Cina agar mereka tidak marah.

Insiden Ambarawa ini muncul karena ada persekongkolan. Teposono telah bekerja sama dengan Belanda, sehingga membuat 10 orang Cina meninggal di Ambarawa.
Mengetahui hal itu, Pakubuwono II pun memasukkan Teposono ke penjara. Dua anak Teposono kemudian melarikan diri dari Kartosuro.

Pakubuwono II pun kemudian memerintahkan pasukannya untuk menghabisi pasukan Belanda yang ada di Kartosuro. Trik yang digunakan, pasukan keraton disiapkan untuk menyerang orang-orang Cina, tetapi instruksi rahasisnya adalah menyerang garnisun pasukan Belanda.

Oohya! Baca juga ya:

Raffles dan Bule Australia Pernah Membahas Kebaya Janggan yang Dikenakan Dian Sastro di 'Gadis Kretek'

Tapi trik ini tidak berjalan mulus, karena pada saat pasukan disiapkan, ada orang-orang Cina memasuki benteng keraton dan melakukan tembakan. Tembakan balasan pun dilakukan oleh pasukan Belanda, sehingga ada banyak korban.

Beruntung situasi segera berbalik, orang-orang Cina membantu pasukan keraton untuk menyerbu tentara Belanda. Pimpinan pasukan Belanda tewas dalam penyerbuan, anak buahnya dijadikan tawanan.

Priyantono Oemar

Sumber rujukan:
The History of Java karya Raffles (1978)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

Ini Syarat Gelar Pahlawan Nasional, Bupati Grobogan Ini Memenuhi?

Image

Ini Syarat Gelar Pahlawan Nasional, Bupati Grobogan Ini Memenuhi?

Image

Bikin Trilogi Pedesaan, Layakkah Bupati Grobogan Ini Jadi Pahlawan Nasional?