Kehebatan Armada Laut Jepara Dorong Belanda Cari Lokasi Istana Ratu Kalinyamat dan Bebaskan Pajak di Mantingan
Tidak ada catatan tanggal Ratu Kalinyamat meninggal. Makam Ratu Kalinyamat ada di kompleks makam Pangeran Kalinyamat, suaminya, yang dikenal sebagai Sunan Mantingan. Lalu di mana lokasi istana Kalinyamat?
Kompleks makam itu memang ada di Mantingan, dikenal sebagai makam keramat. Tak jauh dari makam ad amasjid, tetapi kompleks makam dikeliling tembok batu dan ada gapura yang disebut mengingatkan pada candi Hindu.
Di mihrab masjid ada catatan tanggal pembangunan berupa candra sengkala yang menunjukkan angka 1481. Ini angka tahun Jawa, jika dimasehikan menjadi tahun 1599.
Oohya! Baca juga ya: Pahlawan Nasional Ratu Kalinyamat Dikagumi Penulis Portugis, tetapi Dicitrakan Buruk di Babad Tanah Jawi
Tahun 1559 Masehi merupakan tahun ke-10 setelah Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat meninggal dunia. Karena itulah, De Graaf dan Pigeaud menduga, kompleks makam dan masjid ini dibangun atas perintah Ratu Kalinyamat.
“Gaya hiasan di Mantingan, seperti juga menara di Kudus, dengan mencolok mengingatkan kembali kepada masa ‘kafir’ sebelum zaman Islam,” tulis De Graaf dan Pigeaud.
Berkat adanya makam ini, penduduk Mantingan tidak dikenai pajak oleh pemerintah kolonial Belanda. De Graaf dan Pigeaud menduga, sebelum Islam datang di wilayah Jepara, wilayah Mantingan merupakan wilayah keramat.
Oohya! Baca juga ya: Menjadi Pahlawan Nasional, Tabrani Telah Menyuburkan Benih Persatuan Indonesia
Karena menjadi wilayah keramat, maka ada kemungkinan penduduknya saat itu telah menghormati Nyi Loro Kidul. Maka, menurut De Graaf dan Pigeaud, ada kemungkian pula Ratu Kalinyamat yang memiliki armada laut yang besar dikatkan dengan keberadaan Nyi Loro Kiduls ebagai penguasa laut.
Makam ini menjadi tempat ziarah warga dari berbagai daerah, tidak hanya dari Jepara. Mereka datang dengan membawa bunga dan kemenyan. Lalu di dekat makam, mereka bersimpuh mengutarakan keinginannya agar dapat terkabul.
Rumah makam yang dibangun bupati pertama Jepara, pada 1926 itu sudah terlihat rusak. Asisten Residen Kudus menyarankan perbaikan.
Oohya! Baca juga ya: Jadi Pahlawan Nasional, Tabrani Diteriaki Negro oleh Anak Kecil di Belanda
Maka, pada 9 Oktober 1926 diadakan rapat membahas pemugaran kompleks makam Sunan Mantingan ini. Diperlukan biaya minimal 3.000 gulden.
PJ Veth, etnolog Belanda, menilai Ratu Kalinyamat sebagai pemimpin yang susah ditemukan tandingannya. Menjadi perempuan yang tampil sebagai pemimpin di negeri Islam dan memiliki armada laut yang besar.
Selama memerintah di Jepara, Ratu Kalinyamat dihormati oleh keluarga Demak. Joko Tingkir yang kemudian menjadi sultan Panjang memilih tidak merebut kekuasaan Demak.
Dengan ini, Ratu Kalinyamat merasa aman tidak akan ada negeri-negeri di pedalaman yang akan merebut kekuasaan Jepara. Sumber-sumber Portugis menyebut kehebatan Ratu Kalinyamat, sementara Babad Tanah Jawi hanya mencatat mitos.
Hal ini mendorong Belanda melakukan pencarian lokasi istana Kalinyamat. Laporan-laporan yang ada menyebut serangan Mataram pada 1599 membuat pemerintahan Jepara berakhir.
“Dalam surat berbahasa Belanda pada tahun 1615 terdapat kata-kata tentang destructie ‘penghancuran’ kota Jepara. Serangan Mataram dari pedalaman ke kota-kota pelabuhan pesisir yang makmur itu telah mengakibatkan kerusakan yang berat,” tulis De Graaf dan Pigeaud.
Oohya! Baca juga ya: Etnolog Belanda PJ Veth Heran Ratu Kalinyamat Bisa Menjadi Pemimpin di Negeri Islam dan Bertapa Telanjang
Menurutnya, bukan tidak mungkin jika pasukan Maratam juga mengamuk di Jepara. “Mungkin pada kesempatan tersebut istana Kalinyamat juga dihancurkan,” tulis De Graaf dan Pigeaud.
Veth pun membongkar catatan-catatan Portugis yang menyebut lokasi Kalinyamat berada dua pal dari Krasak. Sedangkan jarak Krasak dari Jepara sekitar 10 pal. Satu pal sekitar 1,5 kilometer.
Priyantono Oemar
Sumber rujukan:
De Locomotief, 21 Oktober 1926, 5 Maret 1931
Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa karya HJ De Graaf dan Th G Th Pigeaud (1985)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]