WR Supratman Girang, Lagu Indonesia Raya Diterima di Kongres Pemuda
Betapa girang WR Supratman, lagu "Indonesia Raya" diterima di Kongres Pemuda Indonesia II, kendati lagu itu hanya dibawakan dengan gesekan biola saja. Tidak jadi dinyanyikan.
Ketua Panitia Kongres Sugondo Joyopuspito menganggap adanya polisi Belanda yang hadir di kongres membuat lagu “Indonesia Raya” karya Supratman tidak mungkin dinyanyikan. Pada Ahad malam, 28 Oktober 1928, Supratman menggesek biolanya membawakan “Indonesia Raya”.
Senin Supratman pergi ke kantor majalah Sin Po, tempat ia bekerja. Ia naik ke loteng dengan perasaan gembira, menemui Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi Sin Po. Ia beri tahu bahwa lagu ciptaannya diterima di Kongres Pemuda Indonesia II.
Oohya! Baca juga ya: Kenakan Jilbab, Siswi Indonesia Raih Prestasi di Olimpiade Standar Internasional
Kwee Kek Beng, seperti yang ia diakui di buku Doea Poeloe Lima Tahon Sebagi Wartawan, pun ikut senang. Lagu "Indonesia Raya" itu pun kemudian diperkenalkan kepada publik lewat majalah Sin Po edisi 10 November 1928.
Sin Po kemudian juga mencetaknya untuk dijual dengan harga 20 sen, hasil penjualannya menjadi hak Supratman. Sin Po, menurut Benny G Setiono di buku TiongHoa Dalam Pusaran Politik, mencetak 5.000 eksemplar.
Kwee Kek Beng juga mengakui, berkat WR Supratman, Sin Po menjadi dekat dengan kaum pergerakan kemerdekaan Indonesia, kendati keberadaan Sin Po adalah mengobarkan nasionalisme Cina. Sukarno pun akhirnya pernah meminta bantuan kepada Kwee Kek Beng berkaitan dengan rencana penerbitan.
Gara-gara lirik dan not lagu “Indonesia Raya” dijual, koran Persatoean Indonesia tidak jadi memuat not lagu itu seperti yang telah dijanjikan. Di edisi 1 November 1928, koran dwimingguan milik PNI itu telah memuat tiga stanza lirik lagu “Indonesia Raya”.
Di edisi itu diumumkan pula bahwa pada edisi 15 November 1928 akan dimuat not lagunya. Tapi batal, karena Sin Po mencetak dan menjual not lagu itu. Persatoean Indonesia kemudian ikut menjualkan not dan lirik lagu itu.
Supratman mencipta lagu Indonesia Raya setelah terinspirasi oleh pidati M Tabrani pada pembukaan Kongres Pemuda Indonesia Pertama. Tabrani sebagai ketua panitia kongres, menggelorakan persatuan Indonesia Raya.
Di sela kongres, menurut Bambang Sularto di buku Wage Rudolf Supratman, Supratman menemui Tabrani. Supratman memuji isi pidatonya, lalu menyatakan akan membuat lagu “Indonesia Raya” sebagai untuk menggelorakan cita-cita satu nusa satu bangsa.
Oohya! Baca juga ya: Tidak Dipaksa Copot Jilbab Jadi Kosokbali di Koloni Jokowi
Sugondo yang ikut menggodok pendirian Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia setelah Kongres Pemuda Pertama, mendengar rencana WR Supratman membuat lagu “Indonesia Raya”. Ia pun berjanji kepada Supratman akan menjadikan lagu itu sebagai lagu kebangsaan.
Pada 1928, Sugondo menjadi ketua Panitia Kongres Pemuda Indonesia Kedua. Lagu “Indonesia Raya” sudah jadi, maka dengan senang hati menyanggupi keinginan Supratman membawakan lagu itu di akhir acara kongres.
Semboyan “hidup” yang sering diteriakkan pada 1920-an itu diabadikan Supratman di lagunya. “Hiduplah Tanahku, Hiduplah Negeriku, Bangsaku, Rakyatku, Semuanya” lalu ditutup dengan “Hiduplah Indonesia Raya”.
Tapi WR Supratman belum mencantumkan kata merdeka di lagunya lirik lagu itu disodorkan kepada Sugondo di Kongres Pemuda Indonesia II. Yang ia tulis adalah mulia. Setelah Indonesia merdeka, kata “mulia, mulia” diganti dengan “merdeka, merdeka”.
Daerah-daerah lain yang tidak mau bergabung dengan Republik Indonesia, kemudian membentuk negara sendiri dengan bantuan Belanda. Ketika Republik Indonesia Serikat mau didirikan, negara-negara federasi itu juga memakai “Indonesia Raya” sebagai lagu kebangsaan.
Menjelang pembentukan Republik Indonesia Serikat itu, Letnan Gubernur Hindia Belanda tidak keberatan kata “mulia, mulia” di lagu 'Indonesia Raya" itu diganti “merdeka, merdeka”. Koran De Locomotief edisi 22 Juli 1948 menyebut, dalam surat edaran Letnan Gubernur Hindia Belanda kepada kepala negara federasi mengenai lagu Indonesia Raya, lirik lagu itu sudah mencantumkan kata “merdeka, merdeka”. “Menjaga pandu ibuku” diganti dengan “jadi pandu ibuku”.
Oohya! Baca juga ya: Menulis Buku, Agar tak Jadi Pemburu Scopus, kata Guru Besar Ilmu Komunikasi Unpad
Menurut koran De Waarheid edisi 2 Agustus 1949, pada 31 Juli – 2 Agustus 1949 diadakan Konferensi Inter Indonesia –dihadiri oleh perwakilan negara-negara federasi boneka Belanda— antara Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) dan Republik Indonesia. Di konferensi itu, bendera Merah Putih ditetapkan sebagai bendera Republik Indonesia Serikat, bahasa Indonesia sebagai bahasa negara Republik Indonesia Serikat, dan “Indonesia Raya” ditetapkan sebagai lagu kebangsaan Republik Indonesia Serikat.
Koran-koran Belanda pun memuat utuh tiga stanza lirik “Indonesia Raya” karya WR Supratman itu.
Priyantono Oaemar