Sultan Agung Serbu Batavia, Gubernur Jenderal Meninggal Dunia
Boleh saja Sultan Agung kalah dalam perang melawan Kompeni. Namun patut diakui, perang itu telah membuat Gubernur Jenderal Kompeni JP Coen kalah.
Ketika untuk kedua kalinya Sultan Agung menyerbu Batavia pada 1829, Gubernur Jenderal JP Coen jatuh sakit. Alih-alih berobat, JP Coen malah memimpin perang melawan tentara Mataram.
Akibatnya, sakit Gubernur Jenderal JP Coen semakin parah. “Pada tanggal 20 September 1829 mendadak sakit parah dan akhirnya meninggal,” kata L van Rijckevorsel, direktur Normaalschool Ambarawa.
Oohya! Baca juga ya:
Yang Dilakukan Bung Karno Begitu Tahu akan Ditembak Mati Belanda
Andai Sultan Agung tidak menyerbu Batavia saat itu, JP Coen tentu memiliki waktu untuk berobat dan beristirahat. Serbuan Sultan AGung membuat gubernur jenderal itu tidak mendapatkan perawatan memadai.
Takdir berkata lain. Kalah dalam perang 1828 tak membuat Sultan AGung berhenti, hingga pada 1829 ia mengirim pasukan lagi ke Batavia.
Pasukan pertama berangkat dari Ukur, dipimpin oleh Dipati Ukur pada Mei 1829. Dari Mataram, pasukan dipimpin oleh Penambahan Juminah pada Juni 1829.
Pada 21 Agustus 1829, pasukan Dipati Ukur meghalau ternak milik Kompeni untuk mengacau perhatian Kompeni agar bisa selamat mendekati Batavia. Pada 31 Agustus, pasukan di bawah Panembahan Juminah juga mendekati Batavia.
Mereka berkemah di sebelah barat, selatan, dan timur Batavia. Sebelum mereka tiba di sekitar Batavia, JP Coen sudah mendapat bocoran mengenai pasukan Mataram yang ini dari Raja Cirebon.
Oohya! Baca juga ya:
Kenapa Bung Karno Ceraikan Anak Tjokoraminoto, Istri Pertamanya?
Mendapat informasi Mataram akan menyerbu Batavia lagi, Gubernur Jenderal Kompeni itu kemudian juga menyiapkan diri, kendati ia sedang sakit. Tapi persiapan JP Coen ini “terganggu” oleh kedatangan Warga, utusan Sultan Agung dari Tegal.
Pada 20 Juni 1829, ketika Panembahan Juminah bersama pasukananya berangkat dari Mataram, Warga sudah tiba di Batavia. Bersama Warga, ada orang tawanan yang dibawa Warga.
Warga juga membocorkan informasi bahwa Sultan AGung akan menyerbu lagi Batavia. Warga juga menceritakan bahwa Tegal akan dijadikan pusat gudang perbekalan pasukan Mataram.
Gubernur Jenderal JP Coen pun mengubah prioritas tindakan. Ia mengirim tiga kapal ke Tegal.
Pada 4 Juli 1829 kapal-kapal Kompeni itu memusnahkan 200 kapal Sultan Agung. Kompeni juga aturun ke darat untuk memakar 400 rumah dan satu gunungan padi.
Dari Tegal, tiga kapal dari Batavia itu bergerak ke Cirebon. Gunungan padi di Cirebon juga dimusnahkan oleh Kompeni. Tak ada laporan prajurit Sultan Agung yang meninggal di Cirebond dan Tegal.
Oohya! Baca juga ya:
OPM, Organisasi Papua Merdeka Vs Organisasi Papua Money
Maka, persiapan gudang perbekalan Mataram pun hancur. Hal itu membuat pasukan di Mataram tidak mendapatkan pasokan bekal ketika mereka mulai kehabisan bekal.
Akibatnya, pasukan Mataram yang sudah berkemah di pinggiran Batavia hanya mampu bertahan selama sebulan. Pada 8 September 1829, pasukan Sultan Agung sudah mendekati benteng Hollandia di sebelah selatan Batavia.
Tapi, Kompeni berhasil merusak parit-parit perlindungan yang dibuat pasukan Mataram. Ketika pada 12 September 1829 pasukan Mataram menyerbu benteng Bommel, pasukan Kompeni bisa memukul mundur mereka.
Pada 17 September 1829 Kompeni menyergap pasukan Sultan Agung itu. Itu dilakukan setelah Gubernur Jenderal JP Coen melakukan inspeksi.
Benteng pertahanan yang dibuat pasukan Mataram dari bambu dan kayu dibakar oleh pasukan Kompeni. Beruntung, hujan menyelamatkan pasukan Mataram.
Oohya! Baca juga ya:
Setelah Soetomo Bertemu Wahidin Lahirlah Budi Utomo, Hari Kebangkitan Nasional
Namun, Gubernur Jenderal JP Coen tidak selamat. Tiga hari kemudian ia meninggal dunia.
Pasukan Mataram untuk pertama kalinya melepaskan tembakan meriam pada 21 September 1829, sehari setelah JP Coen meninggal dunia. Tiga hari sebelumnya, Gubernur Jenderal JP Coen menginspeksi pertahanan pasukan Mataram.
Saat itu, pasukan Mataram sudah menyiapkan meriam-meriamnya. Tapi, JP Coen tak bisa melanjutkan peperangan.
“Pada tanggal 20 malam hari, ia mendadak sakit dan pada malam itu ia meninggal dunia pada jam satu,” tulis Dr HJ de Graaf.
Pada pengepungan-pengepungan awal, pasukan Sultan Agung telah membakar gereja yang ada di selatan Batavia. Akibatnya, Gubernur Jenderal JP Coen tak bisa disemayamkan di gereja, melainkan di Balai Kota.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
- Babad Tanah Djawi lan Tanah-Tanah ing Sakiwa Tengenipoen, gubahan L van Rijckevorsel dan RDS Hadiwidjana (1929)
- Puncak Kekuasaan Mataram, karya Dr HJ de Graaf (2002, edisi revisi)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
[email protected]