Cucu Sultan Agung Umpamakan Dirinya Bagai Anjing dan Babi yang akan Patuh pada Kompeni
Garnisun Kompeni ditarik dari Kartosuro, akhirnya cucu Sultan Agung bersedia menuntaskan masalah Untung Suropati. Garnisun itu ditarik pada awal Maret 1686, sebulan setelah Kapten Tack dibunuh oleh Suropati.
Cucu Sultan Agung itu, Amangkurat II, meminta kepada Kompeni agar tidak membatalkan perjanjian-perjanjian yang telah dibuat oleh Kompeni-Mataram. Ia berjanji benar-benar akan patuh pada Kompeni, karena ayahandanya, Amangkurat I, pernah menasihati dirinya agar selalu bersandar kepada Kompen, patuh kepada Kompeni.
“Bahwasanya anjing dan babi pun kalau diperlakukan dengan baik akan membalas budi terhadap siapa pun yang memperlihatkan kebaikan itu. Demikian juga sikapku,” kata cucu Sultan Agung itu yang bahkan menjadi kuli tentara Kompeni pun ia sanggupi.
Oohya! Baca juga ya:
Buka Sayembara Tangkap Suropati, Cucu Sultan Agung Ingin Turun Tahta, Mengapa?
Menurut cucu Sultan Agung itu, tentara Mataram terlalu sedikit untuk mengejar Suropati. Karenanya, menjadi kuli tentara Kompeni pun Amangkurat II menyanggupinya, asalkan Kompeni mengampuninya dan menjadi pelindung Mataram.
“Sungguh merupakan puncak loyalitasnya. Sunan tidak mungkin merendahkan dri lebih rendah lagi,” kata DR HJ de Graaf.
Cucu Sultan Agung itu benar-benar sudah menyerahkan dirinya kepada Kompeni. Pada suratnya untuk Kompeni yang dibawa utusannya ke Batavia pada 28 April 1686, Amangkurat II menjelaskan penyerahan dirinya itu.
Ia mengatakan bahwa meriam-meriam telah ia arahkan ke keraton. Ia mengaku tidak akan mengubah arah itu sampai urusannya dengan Kompeni dapat diselesaikan.
“Ia berani dihancurkan oleh meriam-meriamnya itu andaikata ia tidak beriktikad baik terhadap Kompeni,” kata De Graaf.
Oohya! Baca juga ya:
Baru Kali Ini Utusan Cucu Sultan Agung Disandera Kompeni Setelah Kapten Tack Dibunuh, Apa Sebab?
Untuk menunjukkan bahwa ia benar-benar patuh, cucu Sultan Agung itu juga menyatakan bersedia datang di Jepara atau Semarang, atau bahkan pergi ke Batavia sekalipun. Itu akan ia lakukan jika Kompeni merasa masih ada kewajiban Amangkurat II yang belum diselesaikan.
Saat naik tahta pada 1677, Amangkurat II memang membuat perjanjian dengan Kompeni setelah ia meminta bantuan Kompeni untuk menumpas Trunojoyo. Permintaan ini sudah diajukan sebelumnya oleh ayahnya.
Tapi ayahnya, Amangkurat I, telah meninggal di pelarian setelah Trunojoyo merebut keraton Kartosuro. Atas bantuan Kompeni pula, Amangkuat II bisa menduduki kembali keraton di Kartosuro.
Dalam perjanjian itu, cucu Sultan Agung itu akan memberi imbalan kepada Kompeni jika Kompeni membantu Mataram menumpas Trunojoyo. Yaitu berupa memberi beras setiap tahun, memberi kebebasan Kompeni berdagang di Jawa dengan membangun loji di pelabuhan-pelabuhan.
Cucu Sultan Agung itu juga akan menanggung segala biaya yang diperlukan selama perang melawan Trunojoyo. Memberi beras bisa dilakukan setiap tahun, tetapi membayar biaya perang tak bisa dilakukan secara rutin, sehingga dicatat Kompeni sebagai utang.
Sampai akhirnya ia harus mengumpamakan dirinya bagai anjing dan babi yang benar-benar akan patuh pada Kompeni ketika Kompeni menagihnya. Sampai 1682 saja, utang itu telah mencapai 1.540.000 ringgit.
Oohya! Baca juga ya:
Mengapa Bahasa Indonesia Disebut Miskin Kosakata? Menyambut Pemutakhiran KBBI
Atas bantuan Kompeni dalam menumpas Trunojoyo, Amangkurat II bersedia membayar Kompeni dengan 3.000 pikul beras. Dan 250 ribu riyal Spanyol.
Tak juga segera membayar utang, maka Kompeni mengirim utusan Kapten Tack untuk membahas penyelesaian utang itu. Tapi, menyambut kedatangan Kapten Tack, di Kartosuro disusun rencana lain.
Suropati yang menjadi buron Kompeni dan berlindung di Mataram ia minta untuk menyerang Kapten Tack. Agar Kompeni tidak curiga, maka Suropati juga diminta untuk menyerang Mataram.
Dengan cara itu, Kompeni diharapkan akan percaya bahwa Suropati melawan Kompeni dan Mataram sekaligus karena tak mau Mataram menyerahkan dirinya kepada Kompeni. Apakah Kompeni percaya begitu saja?
Oohya! Baca juga ya:
Tahan Alat Bantu Hibah untuk SLB, Bea Cukai Pernah Diambil dari Kemenkeu Zaman Menkeu Radius Prawiro
Strategi cucu Sultan Agung itu kemudian diketahui oleh Kompeni. Ada yang membocorkan strategi ini kepada Kompeni.
Namun, Amangkurat II bersikukuh bahwa dirinya tidak bersalah. Ia lalu mengungkapkan jumlah orang Mataram yang tewas akibat serangan Suropati itu.
Tapi untuk mengejar Suropati yang melarikan diri setelah membunuh Kapten Tack, jumlah pasukan Mataram tak lagi memadai, sehingga ia meminta bantuan lagi kepada Kompeni.
Kali ini cucu Sultan Agung itu benar0benar harus merendahkan dirinya agar Kompeni tidak meninggalkannya. Amangkurat II bisa bernapas lega karena Kompeni memberikan keleluasaan kepadanya dalam melunasi utang.
Jika cucu Sultan Agung itu bersedia memindahkan loji Kompeni di Jepara ke Semarang dan menanggung pembangunannya, Kompeni juga akan menghitungnya sebagai cicilan utang.
Amangkurat II tak perlu lagi mengulang dua kali mengumpamakan diri bagai anjing dan babi untuk menunjukkan bahwa ia patuh dan agar Kompeni tetap menjadi sandaran Mataram.
Ma Roejan
Sumber rujukan:
Terbunuhnya Kapten Tack, karya Dr HJ de Graaf (1989)
Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com