Lincak

Baru Kali Ini Utusan Cucu Sultan Agung Disandera Kompeni Setelah Kapten Tack Dibunuh, Apa Sebab?

Ilustrasi karya Tirto (Gresik) tentang penyerangan Kapten Tack pada 1686. Setelah Kapten Tack dibunuh, cucu Sultan Agung mengirim utusan ke Batavia. Kenapa mereka disandera oleh Kompeni?

Tak lama setelah Kapten Tack dibunuh di Mataram, cucu Sultan Agung yang menjadi raja Mataram mengirim utusan ke Batavia. Kapten Tack dibunuh pada 8 Februari 1686, utusan tiba di Batavia pada 22 Februari 1686.

Utusan Amangkurat II itu membawa surat yang isinya melaporkan kejadian di Kartosuro --yang membuat utusan Kompeni Kapten Tack terbunuh. Utusan cucu Sultan Agung itu juga memberikan penjelasan secara lisan.

Tapi para utusan itu tak boleh pulang ke Mataram. Mereka disandera oleh Kompeni. Baru kali ini utusan Mataram ditawan oleh Kompeni. Apa sebab?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Mengapa Bahasa Indonesia Disebut Miskin Kosakata? Menyambut Pemutakhiran KBBI

Kompeni tidak percaya bahwa Mataram yang telah dibantu banyak oleh Kompeni justru membunuh utusan Kompeni, Kapten Tack. Kapten Tack mendapat tugas membahas penyelesaian utang Mataram setelah membantu menumpas Trunojoyo.

Kapten Tack juga datang di Mataram untuk menangkap Untung Suropati, buron yang berlindung di Mataram.Bagaimana mungkin cucu Sultan Agung itu jutsru membunuh Kapren Tack dengan menggunakan tangan Suropati?

Pembunuhan terhadap Kapten Tack membuat Kompeni memuncak kekhawatirannya. Kompeni segera mengungsikan orang-orang Belanda dari berbagai wilayah.

Kompeni meninggalkan wilayah-wilayah di pesisir. Di Demak hanya ditinggalkan empat prajurit untuk menjaga gudang.

Di Gresik bahkan dikosongkan sama sekali setelah. Tapi Kompeni meningkatkan kesiagaan di Tegal dan di Jepara. Kompeni menarik mundur garnisun Kompeni di Kartosuro ke Jepara.

Oohya! Baca juga ya:

Serbu Batavia, Sultan Agung Sudah Kalah Sejak Awal Penyerangan, Ini Penyebabnya

Loji di Jepara dijaga 14 prajurit. Alun-alun, gapura kota, dan pos-pos lain yang jauh, dijaga oleh orang-orang Makassar dan Melayu. Orang-orang Cina juga membantu menjaga kampung-kampung mereka.

Mereka takut ada serangan ke pesisir setelah terjadi serangan terhadap Kapten Tack di ibu kota Mataram, Kartosuro. Perempuan-perempuan Belanda dikirim ke Batavia.

Pasukan tambahan tiba di Jepara pada 17 Februari 1686, enam hari setelah Kapten Tack dibunuh. Jumlah pasukan di Jepara mencapai 1.500 prajurit, sekitar 500 orang terdiri dari pribumi.

Ketakutan menjalar hingga ke Batavia. Maka, Kompeni segera mengirim enam kapal untuk patroli di pantai timur Jawa.

Kompeni benar-benar tidak mempercayai laporan cucu Sultan Agung yang dibawa oleh para utusan ke Batavia. Karenanya para utusan itu segera disandera.

Laporan Amangkurat II itu dinilai sebagai alasan agar dirinya tidak dipersalahkan. Tidak sesuai fakta, yang membuat para utusan disandera oleh Kompeni.

Oohya! Baca juga ya:

Sakit Hati kepada Petugas Bea Cukai Sebelum Pecah Perang Jawa

Semuanya terjadi karena Untung Suropati beserta pengikutnya memberontak. Pasukan Mataram disebut kewalahan menghadapi Suropati.

Dari 10 ribu prajurit Mataram, ternyata tinggal 500 prajurit saat menghadapi Suropati. Orang Mataram yang tewas pun dilaporkan mencapai 90 orang.

Laporan itu disebut Kompeni tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Kompeni juga mendapatkan laporan dari orang-orang Makassar yang berada di lokasi peperangan di Kartosuro. Laporan mereka berbeda.

Bertolak belakang dengan laporan yang disampaikan di dalam surat cucu Sultan Agung dan laporan lisan para utusan Amangkurat II itu. Itulah sebabnya, Kompeni lantas menahan para utusan sebagai sandera.

Sebelum Amangkurat II mengirim utusan ke Batavia, sehari setelah peristiw aterbunuhnya Kapten Tack, Amangkurat II meminta bantuan pengawalan kepada Kompeni. Amangkurat meminta 24 prajurit Kompeni untuk mengawalnya.

Ia melaporkan bahwa para pengawalnya yang kebanyakan orang Bali itu melarikan diri bersama Untung Suropati setelah membunuh Kapten Tack. Ia laporkan pula ada 35 pejabat keraton yang tewas dan 15 cedera, tapi pada saat mengirim surat ie Batavia, jumlah korban di pihak Mataram dilaporkan mencapai 90 orang.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Terbunuhnya Kapten Tack, karya Dr HJ de Graaf (1989)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator
Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.
Redaksi
oohya.republika@gmail.com

Berita Terkait

Image

Siapa Budak yang Jadi Pahlawan Nasional di Indonesia?

Image

Banjarmasin Dua Abad Tolak Monopoli Kompeni, Dihapus Belanda pada 1860