Pitan

Tahan Alat Bantu Hibah untuk SLB, Bea Cukai Pernah Diambil dari Kemenkeu Zaman Menkeu Radius Prawiro

Pada 1983 Radius Prawiro menjadi menteri keuangan (menkeu). Presiden Soeharto keluarkan inpres yang membuat Bea Cukai diambil dari Kemenkeu. Sorotannya dulu bukan soal alat bantu hibah SLB.

Alat belajar dari Korea Selatan untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) A Pembina Tingkat Nasional Jakarta tertahan di Bea Cukai selama dua tahun. Direktur Jenderal Bea Cukai, Askolani menyatakan tertahannya alat belajar itu karena miskomunikasi.

Bagaimana mungkin miskomunikasi berlangsung selama dua tahun sehingga alat belajar hibah dari Korea Selatan itu ditahan di Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta? Karena hibah, barang itu tidak termasuk yang terkena tarif bea cukai.

Bea Cukai yang akhir-akhir ini menjadi sorotan ternyata pernah tidak dikelola oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Selama lebih dari 10 tahun dikelola oleh BUMN bekeja sama dengan perusahaan dari Swiss.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Canggah Sultan Agung Bawa Pohon Beringin Saat Pindah Ibu Kota, 50 Ribu Prajurit Mataram Berbaris Paling Belakang

Itu terjadi [pada masa Orde Baru, zaman Indonesia dipimpin oleh Presiden Soeharto. Saat itu, Bea Cukai juga menjadi sorotan seperti saat ini.

Saat ini, sorotan terhadap Bea Cukai tidak hanya karena kasus penahanan alat bantu untuk SLB yang merupakan hibah dari Korea Selatan. Sebelumnya disorot karena pembatasan barang bawaan dari dan ke luar negeri.

Ada TKW yang harus membayar Rp 300 juta untuk tiga kilogram emas yang ia bawa dari Arab. Ada juga yang merobek tas Hermes sebagai bentuk penolakan membayar tarif bea cukai sebesar Rp 26 juta.

Bea Cukai adalah direktorat jenderal di bawah Kemenkeu. Kemenkeu saat ini tengah melakukan berbagai upaya meningkatkan pendapatan negara.

Sejak awal pemerintahan Orde Baru, Bea Cukai sudah menjadi sorotan. Banyak penyelewenangan dan korupsi di Bea Cukai saat itu.

Oohya! Baca juga ya:

Pakai Toga di Depan Ka'bah, ke Kampung Pramoedya Ananta Toer Jadi PPPK Guru, Inilah Kisah Mojang Bandung

Untuk meningkatkan kinerja Bea Cukai, Menteri Keuangan (Menkeu) Ali Wardhana memberikan tunjangan khusus. Besarnya mencapai sembilan kali gaji.

Namun ketika Menkeu Ali Wardhana melakukan sidak ke Bea Cukai Tanjung Priok pada Mei 1971, ia mendapati para pegawai Bea Cukai sedang santai-santai. Ia kemudian memutasi para pejabat eselon.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto periode 1983-1988, Ali Wardhana menjadi menteri koordinator ekonomi, keuangan, dan industri. Posisi menteri keuangan dijabat oleh Radius Prawiro.

Pada masa ini, datang protes dari pengusaha Jepang yang menyebut betapa berbelitnya urusan di Bea Cukai. Bukan soal alat bantu hibah untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ditahan Bea Cukai seperti yang menjadi sorotan saat ini.

Protes itu sampai di telinga Presiden Soeharto. Soeharto lantas memanggil Menkeu Radius Prawiro karena saat itu Bea Cukai di bawah Kemenkeu.

Badan Pengawaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian melakukan penyelidikan lapangan. BPKP menemukan fakta betapa berbelit-belitnya urusan di Bea Cukai. Ada 42 meja, yang kemudian turun menjadi 21 meja.

Oohya! Baca juga ya:

Aplikasi BDKlim Prediksi Kelembaban Udara untuk Lihat Kasus DBD di Bali

Setelah melakukan pembahasan dengan Menkeu Radius Prawiro, Meneg Pendayaan Aparatur Negara Saleh Afiff, Mendag Rahmat Saleh, dan Kepala BPKP Gandhi, Presiden Soeharto lalu mengeluarkan instruksi presiden. Yaitu Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijakan Kelancaran Arus Barang untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi.

Instruksi itu diberikan kepada:

 

1. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Pengawasan Pembangunan;
2. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara;
3. Menteri Keuangan;

4. Menteri Perdagangan;
5. Menteri Perhubungan;
6. Menteri Pertambangan dan Energi;

Oohya! Baca juga ya:

Mengapa Sultan Agung Membunuh 1.250-an Orang Sunda?

7. Menteri Tenaga Kerja;
8. Menteri Dalam Negeri;
9. Menteri Kehakiman;

10. Menteri Kesehatan;
11. Menteri Pertanian;
12. Panglima ABRI/Pangkopkamtib;

13. Jaksa Agung;
14. Gubernur Bank Indonesia;
15. Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Isi instruksinya hanya satu kalimat:

Melaksanakan kebijaksanaan dan mengambil langkah-langkah guna makin memperlancar arus antarpulau, ekspor dan impor, dalam rangka peningkatan kegiatan ekonomi dan ekspor komoditi nonmigas sesuai dengan kebijaksanaan umum yang tertuang dalam lampiran Instruksi Presiden ini.

Berdasarkan inpres itu, maka pengelolaan Bea Cukai diambil dari Kemenku. Urusan bea cukai diserahkan kepada PT Surveyor Indonesia. Saat itu belum ada kasus penahanan alat bantu hibah untuk SLB.

Oohya! Baca juga ya:

Mengapa Sultan Agung Membunuh 1.250-an Orang Sunda?

Perusahaan BUMN itu lalu bekerja sama dengan Societe Generale de Surveilance (SGS), perusahaan swasta dari Swiss. Mereka mengelola Bea Cukai sejak 1985 hingga 1997.

Pengelolaan Bea Cukai baru dikembalikan ke Kemenkeu setelah diberlakukannya UU Kepabeanan yang berlaku efektif pada 1 April 1997. UU-nya ditetapkan pada 1995, yaitu UU Nomor 10 Tahun 1985 tentang Kepabeanan.

Ma Roejan

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]