Lincak

Jawa Setelah Diponegoro Ditangkap, Apakah Menjadi Baik-Baik Saja Setelah Belanda Minta Kompensasi Perang?

Pasukan Diponegoro tiba di Magelang pada 8 Maret 1830. Setelah Diponegoro ditangkap, mereka tidak boleh di bawah Sultan. Apakah Jawa menjadi baik-baik saja setelah Diponegoro ditangkap?

Sebelum Pangeran Diponegoro ditangkap, Gubernur Jenderal Hindia Belanda telah membentuk Komisi Kerajaan-Kerajaan. Komisi ini bisa menghasilkan kesepakatan lisan pada akhir April 1830 dengan Keraton Yogyakarta dan Surakarta.

Komisi Kerajaan-Kerajaan berusaha mendapatkan kompensasi dari Perang Jawa. Sultan Sepuh (Sri Sultan Hemgkubuwono II) pernah menjanjikan hal itu.

“Janji itu dianggap mengikat Hamengkubuwono V, meskipun Sultan Sepuh sudah mangkat pada tahun 1828 dan penguasa yang baru itu masih kecil,” tulis Vincent JH Houben. Akankah Jawa menjadi baik-baik saja dengan langkah Belanda ini?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Oohya! Baca juga ya:

Sebelum Diserbu Sultan Agung, Kenapa JP Coen Larang Lelaki Belanda Punya Budak Perempuan?

Setelah Perang Jawa berjalan setahun, Belanda mencopot Hamengkubuwono V, dan mengangkat kembali Sultan Sepuh meniadi raja. Hamengkubuwono V naik tahta pada Desember 1822 ketika masih berusia hampir tiga tahun.

Komisi langsung bekerja di Magelang dan Yogyakarta begitu Diponegoro ditangkap. Kuatnya barusan pendukung Belanda di lingkungan keraton memperlancar pekerjaan Komisi.

Nahuys van Burgst, residen Yogyakarta yang mengundurkan diri pada 1822, dilibatkan aktif di Komisi. Nahuys dianggap menjadi satu-satunya orang Belanda di Jawa yang memiliki pengalaman dan kontak pribadi dengan pangeran-pangeran di Yogyakarat dan Surakarta.

Atas nama Gubernur Jenderal, Jenderal HM de Kock mendesak Nahuys mau bergabung di Komisi Kerajaan-Kerajaan. Sebenarnya, Nahuys tidak setuju dengan langkah-langkah Belanda yang menuntut kompensasi dari tindakan Yogyakarta melarang sewa lahan pada 1823.

Tapi akhirnya, mau tidak mau, Nahuys menerimanya. “Nahuys dengan enggan memenuhi desakan itu,” ujar Vincent JH Houben.

Oohya! Baca juga ya:

Gaya Hidup Anak-Cucu Sultan Agung Ditiru Pejabat Kolonial di Batavia

Di Komisi ada juga Jan Ishaak van Sevenhoven, Residen Yogyakarta 1825-1826 dan 1830-1831. Nahuys tidak cocok dengan Van Sevenhoven, tapi ia senang De Kock memimpin Komisi ini.

Komisi Kerajaan-Kerajaan memulai kerja di Magelang. Prajurit-prajurit Diponegoro yang masih berada di Magelang, setelah menyerahkan diri ditetapkan tidak berada di bawah Sultan Yogyakarta.

Setelah itu Komisi membuka perundingan dengan para pangeran yang mendukung Diponegoro. Di faksi ini ada Pangeran Adipati mangkudiningrat, Pangeran Pakuningrat, Pangeran Ronggo, dan Pangeran Purboyo Kusumo.

Komisi juga membuka perundingan dengan faksi pro-Belanda, yang tidak setuju dengan langkah Diponegoro melakukan Perang Jawa. Wakil faksi ini ada Patih Danurejo IV, Prangeran Prabuningrat yang menjabat komantan militer kerajaan, dan Said Hasan, tutor Sri Sultan Hamengkubuwono V.

Lalu apa kesepakatan lisan yang didapat di akhir April itu? Tanah-tanah apanase yang sebelumnya disewa orang-orang Eropa akan dikembalikan kepada para pangeran sebagai pemilik. 

Selain itu, benteng-benteng sementara yang dibangun selama Perang Jawa akan ditutup dan barisan pendukung pasukan Belanda juga dibubarkan. Lalu akankah ini akan membuat Jawa menjadi baik-baik saja?

Oohya! Baca juga ya:

Perlawanan Budak di Masyarakat Kolonial Batavia, Untung Suropati Jadi yang Paling Terkenal

Keuangan keraton dan keuangan para pangeran juga diperiksa. Komisi juga melihat potensi pendapatan keraon dan para pangeran dari tanah-tanah apanasi yang akan dikembalikan.

Kesemapatan ini tetap sebagai kesepakatan lisan. Penuangannya dalam kesepakatan tertulis menunggu kerja Komisi di Keraton Surakarta.

Masih ada pekerjaaan yang belum selesai di Surakarta. Selama Perang Jawa berlangsung, Belanda telah berjanji kepada Pakubuwono VI, akan memperluas wilayah kekuasaan Surakarta jika Paukuwono VI bersedia membantu mengehntikan Diponegoro.

Tapi, janji ini akan diubah oleh Belanda dengan dalih harus ada pula persetujuan dari Yogyakarta. Nahuys akan memanfaatkan kontak-kontak pribadinya di Surakarta untuk menyelesaikan urusan ini.

Nahuys berangkat ke Surakarta bersama De Kock. Saat perundingan, Pakubuwono VI menyinggung jani Belanda yang akan memperluas wilayah kekyasaan Surakarta.

Oohya! Baca juga ya:

Perintis Masyarakat Kolonial di Batavia Ada Budak dan Gundik pada awal Kehadiran Kompeni, Siapa Saja Mereka?

Nahuys mengutarakan niat Belanda untuk membantu kedua kerajaan menjadi kuat. Jawaban Nahuys itu membuat Pakubuwono IV mengetahui arah kebijakan Belanda.

Maka dengan segera ia menegaskan agar tidak ada satu jengkal pun tanah Surakarta diambil. “Nahuys menjawabnya dengansangat diplomasti , dengan mengatakan bahwa semua perjanjian akan ditujukan untuk mengamankan kekayaan dan kesejahteraan pangeran-pangeran Jawa,” ujar Vincent JH Houben.

Masalah baru kemudian muncul. Ada 500 prajurit dari Surakarta yang bergabung di pasukan Kompeni yang telah dibubarkan, tidak lagi memiliki pekerjaan.

Hal ini dianggap bisa menimbulkan masalah di kemudian hari. Keraton juga tidak bisa membantu keuangan mereka.

Membantu melawan Diponegoro dalam Perang Jawa, ternyata tak membantu nasib orang-orang kecil yang direkrut untuk mendukung pasukan Belanda itu. Apakah mereka akan baik-baik saja dengan langkah-langkah yang diambil Belanda?

Langkah yang diambil Belanda berkenaan dengan Jawa adalah: mengambil alih wilayah-wilayah mancanegara (wilayah di luar kedua keraton), menetapkan wilayah keraton, melakukan reorganisasi keraton, mencampuri urusan keuangan keraton.

Ada satu lagi yang dilakukan Belanda dan yang paling menyengsarakan: pemberlakuan tanam paksa.

Ma Roejan

Sumber rujukan:
Keraton dan Kompeni, karya Vinvent JH Houben (2002)

Untuk Yang Mulia Para Pencuri Naskah/Plagiator

Selama empat hari, Raffles menjarah Keraton Yogyakarta. Dari berbagai jenis barang yang dijarah itu terdapat naskah-naskah Jawa yang kemudian ia pakai sebagai bahan untuk buku The History of Java. Kendati naskah-naskah itu hasil jarahan, ia tetap menyebutkannya ketika ada bagian-bagian yang ia ambil untuk bukunya, seperti dalam kalimat: “Syair berikut adalah dari Niti Sastra Kawi”, “Cerita ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Crawfurd”.

Redaksi
[email protected]

Berita Terkait

Image

20 Ribu Keluarga Romawi Dikirim ke Jawa Tersisa 20 Keluarga, Kenapa?

Image

Aji Saka Ternyata tak Sendirian Kalahkan Raksasa di Jawa

Image

Romawi Kirim 20 Ribu Keluarga ke Jawa, Begini Nasibnya Sebelum Aji Saka Setop Wabah